Sebanyak 300 Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) mengalami kerugian. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menyebut jumlah total kerugian mencapai Rp 5,5 triliun. Pengisian jabatan oleh tim sukses (timses) kepala daerah diduga jadi salah satu faktor yang membuat kinerja BUMD merosot.
Dikutip dari detikNews, Tito menjelaskan ada 1.091 BUMD di seluruh Indonesia. Sebanyak 678 BUMD mendapat laba. Sisanya mengalami kerugian atau belum melaporkan labanya.
"Dari jumlah BUMD tersebut 678 BUMD memperoleh laba, 300 BUMD rugi, 113 belom laporkan data yang terakhir," papar Tito dalam Rapat Kerja (Raker) bersama Komisi II DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Rabu (16/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih jauh, Tito menjelaskan kerugian mencapai Rp 5,5 triliun. Total laba bersih sendiri mencapai Rp 24,1 triliun.
"Dari 1.091 BUMD, jumlah asetnya adalah Rp 1.240 triliun lebih kurang, labanya Rp 29,6 triliun, jumlah yang rugi totalnya Rp 5,5 triliun, laba bersih setelah dikurangi yang lain-lain adalah Rp 24,1 triliun dan dividen keuntungan bunga sebanyak Rp 13,02 triliun," kata Tito.
Tito menyoroti dividen keuntungan yang hanya sebesar kurang lebih 1% dari total aset yang dimiliki BUMD.
"Dividen hanya 1% dari total aset. Ini memprihatinkan karena sebetulnya bisa lebih dari itu. Laba hanya 1,9% dari total aset," lanjutnya.
Menurut Tito, salah satu penyebab kerugian ini adalah ketimpangan jumlah Dewan Pengawas Komisaris dan jumlah jajaran direksi. Selain itu, dia menyoroti banyaknya jabatan di BUMD yang diisi oleh timses kepala daerah.
"Di antaranya (permasalahan) yang paling pertama nggak profesional. Ya, kadang-kadang banyak yang di BUMD dari tim sukses. Ya, boleh juga asal profesional. Tapi kalau nggak profesional, jadi beban, baik direksi maupun komisaris ataupun pegawai," ujarnya.
Tito menyayangkan hal tersebut karena banyak potensi daerah jadi terabaikan. Ia mencontohkan ada direksi yang ahli di bidang A malah mengisi jabatan untuk bidang B yang tidak sesuai kapasitasnya.
"Potensi daerahnya bidangnya pertanian, tapi bicaranya masalah konstruksi. BUMD-nya konstruksi. Nggak tepat, padahal potensi lain. Potensinya pariwisata, tapi kemudian masuknya ke masalah tambang. Nggak cocok," tambahnya.
Meski demikian, Tito menegaskan bahwa BUMD tidak lantas dibubarkan karena kerugian ini. Sebab, belum ada aturan yang menjadi payung. Menurutnya, pembubaran dapat dilakukan oleh kepala daerah.
"Pembubarannya tidak ada. Nah ini kita, sementara ini pembubaran itu di kewenangannya pada kepala daerah," sebutnya.
Karena itu, Tito mengusulkan agar Komisi II mendukung pembentukan Undang-undang terkait BUMD. Pihak Kemendagri menyatakan siap menyusun draf undang-undang tersebut.
"Kami mohon kiranya kepada Komisi II DPR RI dapat mendukung terbentuknya undang-undang tentang BUMD agar lebih tegas untuk mengatur pengelolaan masalah BUMD atas inisiatif pemerintah. Drafnya akan kami siapkan," pungkasnya.
Artikel ini telah tayang di detikNews.
(des/des)