Badan Pusat Statistik (BPS) Kalimantan Timur merilis data pergeseran produksi padi di Benua Etam sepanjang 2024. Kutai Kartanegara dan Berau yang selama ini dikenal dominan dalam produksi padi menunjukkan tren penurunan.
Total produksi padi di Kukar pada 2024 tercatat sebesar 106,55 ribu ton gabah kering giling (GKG), turun dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 115,10 ribu ton GKG. Penurunan serupa juga terjadi di Berau, yang mencatat produksi 16,59 ribu ton GKG, lebih rendah dibanding 20,50 ribu ton GKG pada 2023.
"Daerah lain seperti Paser, Samarinda, dan Kutai Timur justru mencatat kenaikan produksi," ujar Kepala BPS Kaltim Yusniar Juliana kepada detikKalimantan pada Selasa (1/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu, Kabupaten Paser menunjukkan lonjakan paling mencolok. Pada 2023, produksinya hanya 28,61 ribu ton GKG, tetapi meningkat menjadi 52,89 ribu ton GKG pada 2024. Samarinda pun mencatat peningkatan, dari 5,18 ribu ton GKG pada 2023 menjadi 9,28 ribu ton GKG pada 2024.
"Hal yang sama terjadi di Kabupaten Kutai Timur, naik dari 10,17 ribu ton GKG pada 2023 menjadi 13,94 ribu ton GKG pada 2024," jelasnya.
Namun demikian, Yusniar mengatakan Kukar masih menjadi daerah dengan produksi tertinggi di Bumi Mulawarman. Disusul Paser dan Penajam Paser Utara (PPU). Total produksi sebesar 48,13 ribu ton GKG.
Jumlah itu meningkat signifikan dari 28,61 ribu ton pada tahun lalu. Di sisi lain, wilayah dengan produksi terendah adalah Mahakam Ulu dengan 0,68 ribu ton GKG dan Balikpapan dengan 0,13 ribu ton GKG.
"Sementara Bontang tidak mencatatkan produksi sama sekali," katanya.
Namun, tren awal tahun ini juga memperlihatkan sinyal waspada. BPS memperkirakan potensi penurunan cukup besar akan terjadi di Kutai Timur, Berau, dan Samarinda pada Januari-April 2025, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Sebaliknya, prospek positif datang dari Kukar, Paser, dan Kutai Barat (Kubar), yang diprediksi mencatat lonjakan produksi.
"Harapan datang dari daerah-daerah yang sejak lama mengandalkan sektor pertanian sebagai penopang ekonomi. Namun tantangan cuaca, perubahan pola tanam, dan ketersediaan air akan sangat menentukan realisasi produksi di lapangan," pungkasnya.
(des/des)