Ironi PLBN Labang Nunukan: Megah tapi Ongkos ke Sana Tembus Rp 7 Juta

Ironi PLBN Labang Nunukan: Megah tapi Ongkos ke Sana Tembus Rp 7 Juta

Oktavian Balang - detikKalimantan
Senin, 10 Nov 2025 14:00 WIB
PLBN Labang, Kabupaten Nunukan.
PLBN Labang, Kabupaten Nunukan. Foto: Istimewa
Nunukan -

Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Labang di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menjadi potret ironi pembangunan di perbatasan. Meski gedungnya berdiri megah dan telah beroperasi, pos ini terisolasi tanpa akses jalan darat.

Terbatasnya akses ini membuat biaya transportasi menuju ke bangunan megah di tengah hutan belantara ini menjadi sangat tinggi. Angkanya bisa menembus angka Rp 7 juta untuk satu kali perjalanan.

Administrator PLBN Labang, Siprianus Padapili, mengungkapkan, satu-satunya moda transportasi menuju PLBN Labang adalah melalui jalur sungai menggunakan perahu longboat. Kondisi ini membuat masyarakat maupun petugas di sana kesulitan luar biasa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Masyarakat yang mau ke Malaysia atau masyarakat Labang, itu sangat kesulitan apabila mereka mau berpergian. Karena yang pertama akses jalan tidak ada. Satu-satu akses ialah perahu longboat," ujar Siprianus kepada detikKalimantan. Senin (10/11/2025) pagi.

Ia memerinci, biaya transportasi yang harus dikeluarkan warga sangat tinggi. Untuk satu kali perjalanan ke Mansalong, yang merupakan ibu kota kecamatan, warga harus menyiapkan bahan bakar dalam jumlah besar.

"Satu kali perjalanan, misalnya saya dari Labang mau belanja ke Mansalong, berarti saya harus menyiapkan BBM itu sekitar 200 sampai 300 liter," jelasnya.

"Itu kalau kita akumulasi ke harga nilainya, itu dia sekitar 2 sampai 3 juta," tambahnya.

Biaya tersebut berlaku jika warga menggunakan perahu pribadi. Apabila mereka tidak memiliki perahu atau dalam kondisi mendesak, warga terpaksa harus menyewa atau mencarter perahu khusus. Biayanya melonjak drastis.

"Misalnya kita dari Mansalong ya, mau ke sini, berarti kita harus siap uang sekitar Rp 3 juta. Bahkan kalau kita mau carter perahu itu bisa sampai Rp 5-7 juta," ungkapnya.

Kondisi terisolasi ini kontras dengan fisik bangunan PLBN Labang yang disebut lengkap dan memiliki fasilitas mess yang memadai. PLBN yang diresmikan sekitar Oktober 2024 ini sejatinya dibangun untuk menyejahterakan dan memudahkan perlintasan warga.

Namun, tanpa akses infrastruktur dasar seperti jalan, kemegahan PLBN tersebut seolah tidak berarti. Warga pun berharap pemerintah segera membuka akses jalan darat agar isolasi di perbatasan bisa segera berakhir.

"Kalau bukan kita, siapa lagi yang bisa memberikan informasi untuk masyarakat terkait ada bangunan megah di tengah hutan ini?" pungkas Siprianus.

Halaman 2 dari 2
(bai/bai)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads