Bahas Perbatasan, Sekda Malinau Sebut Infrastruktur Lebih Penting dari PLBN

Bahas Perbatasan, Sekda Malinau Sebut Infrastruktur Lebih Penting dari PLBN

Oktavian Balang - detikKalimantan
Jumat, 24 Okt 2025 13:31 WIB
Sekda Malinau Ernest Silvanus.
Sekda Malinau Ernest Silvanus. Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Malinau -

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malinau menyoroti ironi status perbatasan sebagai 'Beranda Depan NKRI'. Konsep yang digaungkan sejak era Presiden SBY itu dinilai masih jauh dari kenyataan di lapangan. Sekretaris Daerah (Sekda) Malinau Ernest Silvanus menyebut masih ada 'zona abu-abu' sepanjang 504 km di perbatasan Malinau, Kalimantan Utara.

Dalam Seminar Nasional "504: Malinau Beranda Merah Putih", Pemkab Malinau menegaskan bahwa penguatan infrastruktur internal jauh lebih mendesak daripada sekadar pembangunan Pos Lintas Batas Negara (PLBN).

Ernest yang juga Ketua Panitia Irau Ke-11, menjelaskan bahwa kondisi di lapangan belum mencerminkan gagasan 'beranda depan' yang seharusnya menjadi wajah pertama Indonesia di mata negara tetangga, Malaysia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perbatasan kuat Indonesia bermartabat. Kuat ini adalah dari segala sisi. Bukan hanya bicara tentang pertahanan keamanan, tapi juga bicara tentang sosial, budaya, ekonomi, pendidikan, dan semuanya. Jadi kuat ini menunjukkan bahwa ini lho Indonesia," ujar Ernest, Jumat (24/10/2025).

Ketika ditanya mengenai perkembangan PLBN, Ernest menyatakan harapannya agar pos lintas batas seperti yang di Long Nawang dapat segera dioperasionalkan. Menurutnya, operasionalisasi PLBN penting untuk melegalkan lalu lintas warga, baik untuk kepentingan ekonomi, kesehatan, maupun sosial.

"Kalau sudah bisa beroperasional tentu akan memudahkan kami, terutama kalau masyarakat kami ada kepentingan ekonomi dan kepentingan kesehatan. Ini yang paling penting," katanya.

Meski demikian, saat dihadapkan pada pilihan prioritas antara PLBN dan infrastruktur jalan, Ernest memilih infrastruktur. Alasannya, jika konektivitas internal di dalam negeri sudah terbangun, ketergantungan masyarakat perbatasan terhadap Malaysia akan otomatis berkurang.

"Kenapa? Kalau jalan kita ini bisa terhubung, misalnya Apokayan, Sungai Boh bisa terhubung ke Mahakam Hulu dan Kutai Barat, saya pikir PLBN itu bisa jadi nomor sekian. Karena kebutuhan ekonomi kita bisa diisi atau dipenuhi oleh Indonesia sendiri. Berarti kepentingan keluar negeri itu makin mengecil," jelas Ernest.

Ernest memaparkan Pemkab Malinau telah berupaya maksimal untuk hadir di tengah masyarakat perbatasan meski dengan keterbatasan. Salah satu fokus utamanya adalah mengatasi isolasi wilayah melalui subsidi transportasi.

"Kami sudah melakukan, salah satunya, subsidi penerbangan. Tahun ini kalau nggak salah di atas Rp 35 miliar untuk subsidi penerbangan ke seluruh wilayah perbatasan kita," ungkapnya.

Selain itu, pemkab juga memberikan subsidi ongkos transportasi darat dan sungai, serta mengizinkan beberapa kecamatan dan desa mengalokasikan dana untuk infrastruktur. Ia mencontohkan kondisi mendesak di Bandara Mahak Baru, Kecamatan Mahal Baru.

"Jika tidak segera ditangani, warga di wilayah Sungai Boh harus menempuh perjalanan darat dua hari ke Long Apung atau memutar jauh melalui Mahakam Hulu dan Kutai Barat hanya untuk bisa terbang," bebernya.

Halaman 2 dari 2
(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads