Ultimatum Warga Tarakan ke PT PRI: Harga Lahan Naik 100%-Akses Ditutup Lagi

Ultimatum Warga Tarakan ke PT PRI: Harga Lahan Naik 100%-Akses Ditutup Lagi

Oktavian Balang - detikKalimantan
Rabu, 29 Okt 2025 20:30 WIB
Kunjungan lapangan yang difasilitasi DPRD Tarakan pada Rabu (29/10/2025) gagal menghasilkan kesepakatan harga. Juru bicara warga, Yapdin, menegaskan saat ini bukan lagi soal negosiasi, melainkan pemenuhan janji yang telah tertuang dalam notulensi rapat sebelumnya.
Rapat usai kunjungan lapangan yang difasilitasi DPRD Tarakan pada Rabu (29/10/2025)/Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Puluhan warga pemilik lahan di Juata Permai, Tarakan, melancarkan ultimatum keras kepada PT Phoenix Resources International (PRI), jika tuntutan mereka tidak dipenuhi hingga Jumat (31/10/2025).

Warga bersikukuh lahan harus dibeli dengan harga Rp 500 ribu per meter persegi (mΒ²). Jika tuntutan tersebut tidak dipenuhi, warga mengancam menaikkan harga lahan menjadi Rp 1 juta per mΒ² dan menutup total akses menuju landfill perusahaan tersebut.

Kunjungan lapangan yang difasilitasi DPRD Tarakan pada Rabu (29/10/2025) gagal menghasilkan kesepakatan harga. Juru bicara warga, Yapdin, menegaskan saat ini bukan lagi soal negosiasi, melainkan pemenuhan janji yang telah tertuang dalam notulensi rapat sebelumnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini kan tanggal 31 habis nih waktunya. Bila PT PRI masih bermain-main, tanggal 31 ini tidak diselesaikan, maka kami akan menaikkan harga ke Rp 1 juta per meter," tegas Yapdin.

Yapdin menolak anggapan harga Rp 500 ribu/mΒ² terlalu tinggi. Menurutnya, harga tersebut adalah akumulasi dari kerugian total 8 hektare lahan warga, termasuk tanaman yang mati, kerusakan akibat banjir dan limbah, serta bangunan yang berdiri di lokasi.

"Sebenarnya kami hitung Rp 500 itu sudah murah. Harga itu sudah akumulasi dari semua yang ada di lokasi. Baik tanaman, dan kerugian kami selama ini," jelasnya.

Sikap keras warga didasarkan pada Notulen Rapat tanggal 2 Oktober 2025 yang salah satu poinnya berbunyi sebagai berikut. 'Apabila PT PRI tidak bersedia memenuhi permintaan harga pembelian pada poin 2 (dua) di atas hingga tanggal 31 Oktober 2025 maka warga pemilik lahan akan menutup akses jalan menuju lokasi Landfill PT. PRI'.

"Sampai runtuhnya langit. Itu harus dipegang oleh BRI," tegas Yapdin.

Kunjungan lapangan yang difasilitasi DPRD Tarakan pada Rabu (29/10/2025) gagal menghasilkan kesepakatan harga. Juru bicara warga, Yapdin, menegaskan saat ini bukan lagi soal negosiasi, melainkan pemenuhan janji yang telah tertuang dalam notulensi rapat sebelumnya.Kunjungan lapangan yang difasilitasi DPRD Tarakan pada Rabu (29/10/2025)/ Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan

Pernyataan DPRD Tarakan

Wakil Ketua DPRD Tarakan, Edi Patanan membenarkan pertemuan tersebut berakhir buntu. "Jadi kemudian habis kunjungan lapangan, kita lanjut rapat bersama. Tapi dalam pertemuan ini kita tidak menyepakati apa yang diinginkan oleh beberapa pihak. Jadi buntu pertemuan pada saat ini ya, itu tidak ada solusinya," kata Edi.

Edi menjelaskan kunjungan lapangan itu untuk menindaklanjuti Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 28 Agustus 2025. Pihaknya menemukan sejumlah masalah di lapangan yang diduga menjadi penyebab banjir di lahan warga, seperti adanya penutupan parit, penyempitan drainase, dan patok-patok yang masih tertancap di sungai.

Terkait harga lahan, Edi menyebut PT PRI keberatan dengan patokan Rp 500 ribu per meter. Di sisi lain, warga berpegang teguh pada notulen rapat tanggal 2 Oktober 2025 yang juga ditandatangani perwakilan perusahaan.

"Inilah yang menjadi pegangan oleh masyarakat. Makanya tadi saya sempat tanya pihak perusahaan, kenapa ditandatangani? Karena ini jadi pegangan dan patokan masyarakat," jelasnya.

Tanggapan PT PRI

Humas PT PRI, Eko Wahyudi, menyatakan perusahaan tidak ingin ada gesekan dengan warga dan berharap ada 'win-win solution'. Pihaknya menginginkan kenyamanan dan keamanan dalam berinvestasi di Tarakan.

Menanggapi tuntutan harga lahan Rp 500 ribu per meter persegi, Eko menyatakan perusahaan lebih memilih mekanisme penilaian oleh tim appraisal independen. "Kalau kita sih lebih setuju ke situ appraisal. Terkait harga-harga yang ada di, ya apalah yang disarankan sama Tim Appraisal, kita akan coba memperhitungkan lah," ujar Eko.

Terkait notulen rapat 2 Oktober yang ditandatangani, Eko berkilah dirinya hadir sebagai humas atau 'jembatan' dan bukan pengambil keputusan. Sesuai poin 4 notulensi, permintaan warga itu akan disampaikan ke manajemen.

"Makanya saya bukan sebagai pengambil keputusan. Makanya di poin nomor 4, permintaan pemilik lahan akan disampaikan ke manajemen PT PRI untuk ditindaklanjuti," katanya.

"Hasil permintaan ini setelah saya sampaikan, perusahaan akan membeli dengan harga yang sewajarnya dan sesuai kebutuhan kita," tambah Eko.

Hingga H-2 jelang deadline, belum ada titik temu antara kedua belah pihak. Warga bersiap menutup kembali akses menuju landfill PT PRI jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads