Aksi blokade jalan menuju lokasi pembuangan limbah PT Phoenix Resources Indonesia (PT PRI) di Belalung, Tarakan Utara sudah berakhir. Kesepakatan tercapai setelah mediasi alot yang difasilitasi Polres Tarakan, di mana warga menuntut pembelian lahan mereka dengan harga Rp 500 ribu per meter.
Berdasarkan pantauan di lokasi pada Kamis (2/10), suasana sempat memanas yang diwarnai cekcok mulut antara pemilik lahan dan sopir truk. Situasi mereda setelah sejumlah perwakilan dari Pemerintah Kota Tarakan dan aparat kepolisian tiba untuk menengahi perseteruan.
Awalnya, PT PRI menawarkan untuk membeli lahan warga, namun ditolak karena sebagian warga belum memiliki kelengkapan surat bukti kepemilikan tanah. Buntu di lapangan, kedua belah pihak digiring ke meja mediasi oleh Polres Tarakan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Proses mediasi berjalan alot dan hampir tidak menemukan titik temu. Namun, pada pukul 17.59 Wita, kesepakatan dicapai dan dituangkan dalam notulensi rapat.
"Pemilik lahan meminta harga pembelian sebesar Rp 500 ribu per meter, tanpa potongan apapun, dan pembayaran dilakukan dalam satu kali," ujar Humas PT PRI, Eko Wahyudi saat membacakan salah satu poin kesepakatan, Kamis (2/10).
Sebagai bagian dari kesepakatan, warga setuju untuk segera membuka portal yang memblokade akses truk ke lokasi landfill. Namun, kesepakatan ini bersifat sementara dengan tenggat waktu.
"Apabila PT PRI tidak bersedia dengan permintaan harga pembelian pada tanggal 31 Oktober, maka pemilik lahan akan menutup kembali jalan menuju akses landfill PT PRI," tambah Eko.
Pihak PT PRI mengaku akan menyampaikan tuntutan harga tersebut kepada manajemen puncak. Eko enggan berkomentar apakah harga yang diajukan warga masuk akal, karena hal tersebut merupakan wewenang divisi akuisisi lahan.
"Kalau dari kami sih sebenarnya mencari win-win solution. Terkait harga, saya belum bisa berkomentar karena bukan wewenang saya. Permintaan ini akan kami sampaikan ke top management," jelasnya usai mediasi di kantor rapat external PT PRI.
Kapolsek Tarakan Utara, IPTU Ghazy Prima Daffa Ohoirat yang turut menjadi saksi, membenarkan mediasi berjalan dengan lancar meski sempat diwarnai tensi tinggi. Ia menegaskan posisi aparat sebagai pihak netral yang memfasilitasi kedua belah pihak.
"Alhamdulillah sudah ada titik temu. Memang cukup alot, tapi sudah ada kesepakatan dan damai, ditandatangani juga oleh para saksi," kata IPTU Ghazy.
Ia juga menjelaskan konsekuensi jika kesepakatan tersebut tidak dipenuhi oleh perusahaan, hingga batas waktu yang ditentukan. "Apabila kesepakatan hingga 31 Oktober tidak bisa dilaksanakan, jalan akan diblokade kembali oleh warga. Pihak perusahaan maupun transportir tidak mempunyai hak untuk menuntut masyarakat pemilik lahan," tegasnya.
Kapolsek juga menyoroti maraknya sengketa lahan di Tarakan Utara yang seringkali dipicu tumpang tindih kepemilikan yang belum bersertifikat. Ia mengimbau masyarakat untuk segera mengurus legalitas tanahnya ke BPN untuk menghindari konflik serupa di masa depan.
"Kami mengimbau masyarakat yang lain agar apabila punya hak alas yang belum kuat seperti peta bidang ataupun sekadar kuitansi, agar segera diurus sertifikatnya. Jadi ada hak alas yang pasti," tutupnya.
(sun/des)