Aksi blokade jalan yang menjadi akses pembuangan limbah PT Phoenix Resources Indonesia (PT PRI) di Belalung, Tarakan, Kalimantan Utara (Kaltara) masih berlanjut hingga Kamis (2/10). Mediasi yang alot antara warga dan perusahaan pada hari sebelumnya berakhir buntu.
Blokade dimulai pada Rabu (1/10). Akibatnya, antrean truk pengangkut pasir dan material lainnya mengular di sekitar lokasi. Para sopir truk yang biasa melewati jalan milik warga tersebut kini tak bisa beroperasi.
Polisi khawatir situasi ini dapat memicu konflik antara warga pemilik lahan dan para sopir truk yang terganggu aktivitasnya. Mengantisipasi hal tersebut, Satuan Intelkam Polres Tarakan turun tangan untuk mencari solusi damai.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami sudah berupaya melihat karena ada potensi konflik yang terjadi dengan permasalahan ini," ujar Kasat Intelkam Polres Tarakan, Ipda Rusdin, saat ditemui, Kamis (2/10/2025).
"Kami tidak mau permasalahan ini berlarut-larut. Makanya kami berupaya berkoordinasi dengan DPRD Kota Tarakan agar segera ini di-RDP (Rapat Dengar Pendapat) untuk permasalahan ini cepat ditangani. Permohonan kami kepada warga agar tetap menjaga kondusivitas, jangan sampai terjadi adanya benturan dengan pihak lain," tegasnya.
Meski pihak kepolisian telah berupaya menengahi, warga tetap bersikukuh pada keputusan mereka. Abdin Situmorang selaku juru bicara masyarakat mengapresiasi langkah polisi, tetapi meminta agar sikap warga dihormati. Dia menegaskan jalan yang diblokade itu bukan jalan umum.
"Jalan itu bukan jalan umum. Saya tegaskan sekali lagi, jalan itu bukan jalan umum. Kami tidak mengganggu ketertiban umum di sana. Jalan itu adalah upaya masyarakat, warga, kelompok kami," imbuhnya.
Sehari sebelumnya, puluhan pemilik lahan menggelar aksi blokade. Mereka menuntut ganti rugi sebesar Rp 2 miliar atas dugaan pencemaran limbah yang membuat lahan mereka tidak produktif.
Berdasarkan pantauan di lokasi, warga menutup dua titik jalan menggunakan kayu keras sambil membentangkan spanduk tuntutan. Suasana di lokasi tampak tegang, dipenuhi berbagai kelompok kepentingan mulai dari pemilik lahan, pengemudi truk, aparat TNI/Polri, pihak kelurahan, hingga personel keamanan PT PRI.
Setelah negosiasi yang alot, warga akhirnya setuju untuk melakukan mediasi di kantor PT PRI dengan syarat media diizinkan untuk ikut. Dalam pertemuan tersebut, Manager SSL PT PRI, Oemar Kadir, menyampaikan permohonan maaf.
"Saya mohon maaf atas kejadian yang telah menimpa warga," ucap Oemar di ruang rapat.
Namun, tuntutan warga belum terjawab. Pihak humas PT PRI menyatakan masih butuh waktu untuk melakukan verifikasi surat tanah dan menghitung jumlah tanaman warga yang terdampak.
"Kami baru terima surat pada Minggu, sementara verifikasi dilakukan pada Senin. Saya juga butuh jumlah tanaman milik warga, agar kami bisa berhitung," jelas pihak humas.
Warga yang kesal pun kembali ke lokasi dan melanjutkan aksi blokade. Mereka berjanji akan terus berjaga hingga tuntutan mereka dipenuhi oleh perusahaan.
PT PRI diminta membayar ganti kerugian warga sebesar Rp 2 miliar per tahun, terhitung sejak tahun 2022 selama perusahaan beroperasi. PT PRI diminta membuat akses jalan sendiri untuk pembuangan limbahnya. Aktivitas pembuangan limbah PT PRI tidak boleh lagi melewati lahan milik masyarakat.
Simak Video " Video: Duh! OTK Blokade 6 Ruas Jalan di Seram Bagian Barat Maluku"
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)