Warga perbatasan di Malinau, Kalimantan Utara (Kaltara) mengungkapkan kekecewaan karena menilai pemerintah lambat dan abai dalam membangun infrastruktur. Muncul wacana dari masyarakat setempat untuk menjual hasil hutan mereka ke negara tetangga saja alih-alih ke dalam negeri.
Camat Kayan Hulu, Setim Alla, mengungkapkan adanya wacana ekstrem dari warga untuk menjual hasil hutan, terutama kayu, ke Malaysia. Hal ini dilakukan demi membiayai perbaikan jalan mereka sendiri.
"Sekalipun kami dianaktirikan, tidak pernah kami melakukan aksi demonstrasi. Dengan menjual hasil hutan ke Malaysia, mungkin hal tersebut menjadi solusi bagi kami. Saya ini kan hanya minta secara tulus hati lah pemerintah daerah itu perhatikan kita," ucap Setim Alla kepada detikKalimantan, Sabtu (20/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut dia, jalan yang menghubungkan kecamatan di perbatasan, termasuk yang vital menuju Pos Lintas Batas Negara (PLBN) di Long Nawang, berada dalam kondisi rusak parah. Padahal, jalur ini sangat penting untuk kelancaran ekonomi dan mobilitas warga
"Semakin hari, jalanan semakin parah rusak ya. Ya mohon maaf saja, jika tidak ada solusi potensi hutan yang kami miliki akan kami jual ke Malaysia," ungkap Setim Alla.
Jalan tersebut awalnya dibangun oleh Pemerintah Kabupaten Malinau. Namun, setelah ditetapkan sebagai bagian dari jalan transnasional, pemeliharaan dan peningkatannya menjadi tanggung jawab pemerintah pusat. Sayangnya, Setim Alla menilai, janji itu belum terealisasi.
"Respons dari pemerintah pusat sangat lambat. Pemeliharaannya susah. Sementara kami di daerah punya keterbatasan anggaran," ujarnya.
Kondisi ini membuat warga merasa terabaikan. Mereka beranggapan lebih baik mencari solusi mandiri daripada terus menunggu janji yang tak pasti. Setim Alla menyebut, pihak Malaysia sudah lama tertarik dengan potensi sumber daya alam di perbatasan, terutama kayu.
"Pihak Malaysia berjanji perbaiki jalan jika warga bersedia menjual kayu ke mereka. Namun keputusan dari kami. Hal itu akan terjadi jika dari pemerintah pusat abai kepada kami," tegasnya.
Setim Alla juga menyoroti kebijakan efisiensi anggaran pemerintah pusat yang dinilai tidak adil. Ia merasa bahwa kebijakan tersebut turut memangkas alokasi dana untuk pembangunan di wilayah perbatasan, sementara di perkotaan pembangunan terus berjalan.
"Kami hanya minta 10% atau 20% dari perhatian pembangunan yang dinikmati masyarakat di kota. Tapi jangan juga kami dibuat terlalu berlebihan ketinggalannya," keluhnya.
Bagi warga perbatasan, efisiensi anggaran adalah alasan yang tidak bisa diterima. Mereka merasa 80 tahun Indonesia merdeka, wilayah mereka masih belum bisa menikmati kemerdekaan secara penuh, apalagi pembangunan.
Meski kecewa dengan pemerintah pusat, Setim Alla mengapresiasi upaya Pemerintah Kabupaten Malinau yang terus berjuang membangun jalan, salah satunya melalui kerja sama dengan Kabupaten Mahakam Ulu di Kalimantan Timur (Kaltim).
"Pemerintah Kabupaten Malinau sudah menganggarkan BBM dan memberikan izin untuk pemakaian alat berat untuk memperbaiki jalan. Tapi, kita berharap pemerintah pusat yang menyatakan bahwa jalan itu link-nya mereka dan hak mereka, kita minta tanggung jawabnya," pungkas Setim Alla.
Simak Video "Video: Pangdam Mulawarman Bicara Penyebab Anggota TNI Serang Mapolres Tarakan"
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)