Muncul wacana satu orang hanya boleh memiliki satu akun media sosial (medsos). Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) pun mengungkap tujuan di balik wacana tersebut.
Disebutkan bahwa usulan tersebut bermula dari DPR yang kemudian dibahas dengan pemerintah, termasuk Komdigi. Sekjen Kementerian Komdigi, Ismail mengatakan wacana ini ditujukan agar ruang digital semakin sehat.
"Jadi saya melihat filosofinya aja gitu bahwa karena saya melihat bahwa ini kan ikhtiar kita upaya kita untuk membuat ruang digital kita itu sehat, aman, produktif," ujar Ismail di acara Ngopi Komdigi, Jakarta, Jumat (19/9/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nah, sehat, aman ini tentunya, tidak terjadi adanya orang yang melakukan penipuan. Karena apa? Karena ruang itu bisa terjadi ketika ada kesempatan. Kesempatan itu ketika orang merasa bahwa kalau dia sudah masuk di ruang digital, orang lain lain tidak tahu bahwa saya adalah saya. Ini yang bahaya gitu," tuturnya.
Ismail menyebut rencana penetapan aturan satu orang satu akun media sosial agar pengguna platform digital seperti di Facebook, YouTube, Instagram, TikTok maupun X, tidak lagi bersembunyi di balik akun anonim.
"Ketika ada orang masuk di ruang digital, dia tidak lagi diketahui bahwa dia bisa bersembunyi. Dia bisa (bilang bukan saya gitu, bisa men-denial, ada kesempatan itu. Nah, ketika ada kondisi yang seperti ini, maka mudah kemudian timbul yang tadinya mungkin tidak terlihat jahat pun nanti bisa tergoda karena orang lain tidak tahu yang kemudian menempatkan konten-konten yang melanggar hukum atau membuat orang lain menjadi susah dan sebagainya," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, usulan satu orang satu akun media sosial ini disampaikan oleh Sekretaris Fraksi Partai Gerindra DPR RI Bambang Haryadi. Bambang menyebut ide ini untuk menghindari akun anonim maupun akun palsu.
"Jadi kita kan paham bahwa social media itu benar-benar sangat terbuka dan susah, isu apa pun bisa dilakukan di sana. Kadang kita juga harus cermat juga dalam menanggapi isu social media itu," kata Bambang Haryadi.
"Bahkan kami berpendapat bahwa ke depan perlu juga single account terintegrasi, jadi setiap warga negara hanya boleh memiliki satu akun di setiap platform media sosial. Kami belajar dari Swiss misalnya kan, satu warga negara hanya punya satu nomor telepon, karena nomor telepon tersebut terintegrasi dengan fasilitas bantuan pemerintah, sosmed dan lain lain, " sambung dia.
Baca artikel selengkapnya di sini.
(agt/bai)