Aktivitas ilegal berupa bongkar muat kayu di kawasan Suaran, Kelurahan Karang Harapan, Kecamatan Tarakan Barat, Kota Tarakan, Kalimantan Utara kembali menjadi sorotan. Tidak hanya meresahkan warga, tetapi juga memicu konflik sosial dan kerusakan infrastruktur.
Parahnya, warga sekitar justru meminta pekerjaan dan perbaikan jalan kepada pengusaha ilegal. Menanggapi kondisi tersebut, akademisi menilai lemahnya peran Pemkot Tarakan dalam mengelola otonomi daerah menjadi salah satu akar masalah.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Kaltara, Irsyad Sudirman menyoroti kompleksitas isu legalitas dalam konteks otonomi daerah. Menurutnya, definisi 'ilegal' bergantung pada perspektif hukum yang digunakan, apakah berdasarkan peraturan pemerintah pusat, daerah, atau kesepakatan bersama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ilegal menurut siapa? Kegiatan dianggap ilegal jika tidak didukung payung hukum, teknologi memadai, standar keselamatan kerja, dan administrasi yang baik," ujar Irsyad, Senin (11/8/2025).
Irsyad menegaskan Pemda memiliki peran penting sebagai representasi negara di daerah, sesuai asas desentralisasi dan dekonsentrasi. Namun, Pemkot Tarakan dinilai lemah dalam melakukan kajian komprehensif terhadap aktivitas ekonomi warganya.
"Pemda seharusnya tidak langsung melarang, tetapi mengkaji apakah kegiatan ini menguntungkan atau merugikan. Jika menguntungkan, buatkan payung hukum seperti Perda, permudah izin, dan dorong hilirisasi industri lokal," tambahnya.
Irsyad juga mengkritik ketergantungan Pemda pada pemerintah pusat, yang sering kali merugikan daerah. "Pemda harus berani mengusulkan kegiatan ekonomi yang bermanfaat bagi warganya ke presiden, bukan tunduk pada kebijakan pusat yang kerap menguntungkan pengusaha besar," tegasnya.
Ia mencontohkan bagaimana pengusaha lokal sulit bersaing karena kurangnya dukungan Pemkot, sementara investor besar dari pusat sering mengabaikan dampak lingkungan.
Namun, Irsyad menilai respons ini belum cukup. Ia menyarankan Pemkot Tarakan bersinergi dengan pemerintah provinsi untuk melakukan kajian menyeluruh dengan melibatkan akademisi, kelompok adat, LSM, legislatif, dan pengusaha lokal.
"Pemda harus berinvestasi pada fasilitas umum seperti pelabuhan atau lembaga riset untuk mendukung hilirisasi. Ini akan meningkatkan PAD dan membuka lapangan kerja," katanya.
Irsyad menekankan pentingnya industri hilirisasi yang dikelola daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. "Jika kegiatan seperti pengolahan kayu menguntungkan, Pemkot harus mempermudah izin, mencari peluang pasar, dan mengembangkan teknologi agar aman bagi pekerja. Jika merugikan, cari solusi, bukan langsung melarang," ujarnya.
Akademisi mendesak Pemkot Tarakan untuk lebih proaktif. "Jangan takut melawan arus politik nasional. Pemda harus berdialog dengan masyarakat dan pakar otonomi daerah, bukan hanya patuh pada pusat," tutup Irsyad.
(sun/des)