Gubernur Kalimantan Tengah Agustiar Sabran menanggapi kritik atas pernyataan dirinya yang disorot berbagai pihak. Sebelumnya dia menyampaikan agar para awak media melakukan konfirmasi dalam satu pintu, yakni melalui dirinya secara langsung.
Agustiar menegaskan bahwa kebijakan itu bersifat sementara dan bukan berlaku untuk seterusnya. Menurutnya, beberapa pejabat baru saja dilantik dan belum begitu menguasai detail tentang pemerintahan, sehingga perlu penyelarasan antarpejabat di lingkungan Pemprov Kalimantan Tengah.
"Karna kami kan baru mimpin di Kalimantan Tengah ini kan, baru ada pelantikan. Jadi perlu adanya penyelarasan," ujarnya saat dikonfirmasi, Selasa (5/8/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia juga menegaskan bahwa kebijakan tersebut merupakan kebijakan yang bersifat jangka pendek. Ia memaparkan bahwa perlu dibutuhkan adaptasi agar tidak menimbulkan kekeliruan informasi. Sehingga pihaknya merasa perlu mengambil langkah tersebut.
"Maksudnya itu hanya untuk jangka pendek. Kalau sudah selaras ya sudah, kita ini kan eranya keterbukaan," terangnya.
Ia memberikan contoh seperti halnya program Kartu Huma Betang. Ia khawatir pejabat-pejabat yang baru dilantik tidak memahami konteks program-program yang sudah ada sebelumnya.
"Contohnya tentang kartu Huma Betang, kalau mereka nggak paham kan saya yang sakit," ujarnya.
Ia pun memastikan bahwa tidak ada upaya untuk pembatasan informasi kepada publik serta tidak untuk membatasi komunikasi antara pejabat Pemprov Kalteng dengan awak media. Ia juga menjelaskan bahwa tidak ada pelarangan bagi awak media untuk menjalankan tugas-tugas jurnalistik. Dia meyakinkan para awak media tidak ragu mewawancarai pejabat untuk mengkonfirmasi isu-isu tertentu.
"Itu hanya untuk jangka pendek aja, kalau sudah selaras sudah adaptasi kan nyaman kalau gitu," terangnya.
Agustiar juga memaparkan pihaknya akan tetap terbuka dengan masukan dan kritikan. Menurutnya hal tersebut penting untuk kemajuan pembangunan daerah di Kalimantan Tengah.
"Saya pribadi dan pemerintah lainnya kan sebenarnya kami senang kalau ada yang mengkritik, dan mengkritik yang membangun ya kan," pungkas Agustiar.
Diberitakan sebelumnya, akademisi mengkritik pernyataan Gubernur Kalteng yang meminta para awak media untuk konfirmasi secara satu pintu melalui dirinya sendiri. Dosen Ilmu Komunikasi UMPR Srie Rosmilawati menjelaskan pernyataan tersebut dapat dianalisis dari sisi teori komunikasi organisasi.
"Ketika hanya satu orang atau hanya gubernur atau juru bicara resmi seperti Diskominfosantik, misal satu pintu yang boleh memberikan komentar kepada media, ini adalah bentuk komunikasi tersentralisasi. Memang tujuannya bisa untuk menjaga konsistensi pesan dan menghindari kebingungan publik," ujar Srie.
Srie menilai bahwa kebijakan tersebut dapat beresiko membuat hubungan dan komunikasi berjalan tidak baik antara pemerintah dengan pihak media. Selain itu, kebijakan tersebut juga berpotensi menghalang-halangi kerja dan peran pers sebagai pilar keempat dalam sistem demokrasi di Indonesia.
"Hal ini dapat memicu resiko hubungan komunikasi yang tidak baik dengan pihak media karena bisa menghambat kebebasan pers," pungkasnya.
Simak Video "Mendikdasmen Apresiasi Digitalisasi Pembelajaran di SMK 3 Palangkaraya"
[Gambas:Video 20detik]
(des/des)