Aliansi Masyarakat Adat Asli Kalimantan Utara (AMDKU) bersiap menggelar aksi solidaritas untuk menolak program transmigrasi, yang termuat dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Aksi solidaritas tersebut dijadwalkan berlangsung pada Senin, 4 Agustus 2025, dengan melibatkan sekitar 1.000 peserta dari 36 organisasi masyarakat (Ormas) dan lembaga adat di Kalimantan Utara (Kaltara).
Aksi akan digelar di dua lokasi, yaitu Kantor Gubernur Provinsi Kaltara dan Kantor DPRD Provinsi Kaltara di Tanjung Selor. Peserta diwajibkan mengenakan pakaian adat masing-masing, mencakup suku Dayak, Tidung, dan Bulungan, sebagai simbol keberagaman budaya yang telah hidup harmonis di Kaltara.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Aksi tersebut juga akan dimulai dengan ritual adat sebagai doa agar Kaltara mendapat perlindungan dari Tuhan Yang Maha Esa, serta menjadi simbol aksi damai masyarakat adat dengan motto 'Katalino Bacuramin Kasaruga Basengat Kajubata'.
Keprihatinan terhadap Program Transmigrasi
Koordinator aksi, Agustinus Amos, menyatakan aksi tersebut merupakan respons atas kebijakan pemerintah pusat yang mengakhiri moratorium program transmigrasi. Menurutnya, Kementerian Transmigrasi telah mengalokasikan anggaran untuk pengembangan 46 titik kawasan transmigrasi di Indonesia, termasuk 23 titik di Kalimantan, salah satunya di Kaltara.
"Kami menolak program ini karena berdampak negatif bagi masyarakat adat lokal, terutama terkait tanah adat, budaya sosial, ekosistem, dan lingkungan hidup hutan kami. Program ini juga berpotensi memicu kesenjangan sosial antara penduduk lokal dan pendatang, bahkan konflik baru," ujar Agustinus kepada detikKalimantan, Jumat (1/8) malam.
Agustinus menegaskan masyarakat adat Dayak masih menghadapi kemiskinan dan keterbelakangan, sementara program transmigrasi dinilai lebih memprioritaskan pendatang dengan fasilitas seperti lahan bersertifikat, rumah, dan bantuan hidup selama 18 bulan.
"Masyarakat lokal justru tidak mendapat perhatian serupa. Kami ingin pemerintah memprioritaskan pemberdayaan masyarakat adat," tegasnya.
Tuntutan dan Dukungan Lembaga Adat
![]() |
Sebanyak 36 Ormas dan lembaga adat dari berbagai kawasan di Kaltara, termasuk perwakilan suku Dayak, Tidung, dan Bulungan, telah menyatakan dukungan untuk aksi ini.
Tuntutan utama yang sedang dirumuskan dalam dokumen resmi mencakup penolakan terhadap program transmigrasi dan permintaan agar pemerintah lebih memperhatikan kesejahteraan masyarakat adat. Agustinus menegaskan aksi ini murni digerakkan oleh solidaritas masyarakat adat tanpa keterlibatan kepentingan politik.
"Kami terinspirasi dari aksi serupa di Kalbar, Kalteng, dan Kalsel. Ini adalah aksi solidaritas pemuda dan masyarakat adat, tanpa penunggangan politik," katanya.
Langkah Hukum ke MK
Jika tuntutan itu tidak diindahkan, AMDKU mendukung rencana sejumlah perwakilan pemuda Dayak untuk mengajukan gugatan terhadap undang-undang transmigrasi ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kami menunggu hasil gugatan itu dan berharap pemerintah memberikan solusi agar masyarakat Dayak dilibatkan dalam pembangunan, bukan dipinggirkan," ungkap Agustinus.
Ia juga menegaskan bahwa masyarakat adat tidak menolak kehadiran warga dari luar Kalimantan yang datang dengan usaha sendiri. Namun, mereka meminta pemerintah memprioritaskan pemberdayaan masyarakat lokal.
"Kami ingin masyarakat Dayak mendapat perhatian setara dan ikut membangun Kalimantan," tutupnya.
Simak Video "Video: Kementerian Transmigrasi Bekali Pegawainya agar Terhindar Korupsi"
[Gambas:Video 20detik]
(sun/aau)