Musim kemarau yang berkepanjangan melanda Kecamatan Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Kondisi tersebut mengancam ketahanan pangan masyarakat setempat.
Sawah-sawah mengering, semai padi layu, dan krisis air bersih kian parah. Salah satu warga, Mel Jhon, mengeluhkan kondisi tersebut yang telah berlangsung lebih dari sebulan.
"Sawah sudah kering, semai padi banyak yang mati. Kalau kemarau ini terus berlanjut, kami terancam gagal panen," ujar Mel kepada detikKalimantan, Senin (28/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menuturkan aliran sungai di desanya semakin mengecil, yang membuat irigasi sawah tak lagi memadai. "Kami coba perbaiki irigasi, tapi airnya tetap sedikit," tambahnya.
Kondisi serupa dirasakan di Desa Bungyan, di mana Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) hanya bisa beroperasi dari pukul 18.00 hingga tengah malam karena debit air yang menipis.
"Air habis, listrik mati. Banyak desa di sini krisis air, persawahan habis kering," keluh Mel.
Tanah Retak, Harapan Pupus
Ladang-ladang yang seharusnya subur kini berubah menjadi tanah keras dengan retakan di mana-mana. Semai padi yang ditanam dengan harapan kini menguning dan layu, kehilangan nyawa akibat kekurangan air.
"Tanah ini seperti menangis. Kami tiap hari lihat langit, berharap hujan, tapi langit tetap bisu," ungkap seorang petani lainnya dengan nada pilu.
Kemarau panjang ini tak hanya mengeringkan tanah, tetapi juga hati para petani. Gagal panen bukan sekadar kehilangan hasil bumi, melainkan juga sumber kehidupan.
"Tanpa panen, kami tak punya apa-apa untuk dimakan atau dijual. Ini ujian berat," tambahnya.
Upaya Bertahan di Tengah Kemarau
Di tengah kondisi sulit, warga Krayan berusaha mencari alternatif. Beberapa di antara mereka beralih menyelam untuk menangkap ikan di sungai yang kini jernih karena debit air yang kecil. Namun, ini bukan solusi jangka panjang.
"Kami cuma bisa bertahan seperti ini. Tapi kalau kemarau tak kunjung usai, kami tak tahu harus bagaimana," ujar Mel.
(sun/des)