Diduga Hak Lahan Belum Dibayarkan, Masyarakat Geruduk PT BRE di Tapin

Diduga Hak Lahan Belum Dibayarkan, Masyarakat Geruduk PT BRE di Tapin

Khairun Nisa - detikKalimantan
Senin, 14 Jul 2025 13:01 WIB
Warga Binderang unjuk rasa di PT BRE terkait hak pembayaran atas tanah milik warga.
Warga Binderang unjuk rasa di PT BRE terkait hak pembayaran atas tanah milik warga. Foto: Khairun Nisa/detikKalimantan
Tapin -

Kantor cabang PT Bhumi Rantau Energi (BRE) di Tapin, Kalimantan Selatan (Kalsel), digeruduk masyarakat. Mereka menuntut pembayaran hak kepada puluhan masyarakat Desa Binderang, Kabupaten Tapin, atas penggunaan lahan milik masyarakat.

Dugaan awalnya, PT BRE belum membayarkan hak milik masyarakat sejak 2019 silam. Tanah seluas 25 hektare yang digunakan PT BRE untuk menambang itu merupakan milik warga setempat.

"Kami punya Surat Keterangan Tanah (SKT) itu tahun 1966, jadi pajaknya kami bayar. Otomatis hak itu adalah hak masyarakat," kata salah satu pemilik tanah, Syafrudin, Senin (14/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Syafrudin mengatakan 25 hektare lahan milik masyarakat itu sudah dikerjakan oleh PT BRE sejak 2022 lalu. Dia menyebut ada 13 kelompok warga yang belum menerima haknya.

"Jadi tolong untuk 25 hektare lahan yang sudah dikerjakan itu dibayarkan haknya. Jika tidak, akan ada demo kedua," tegasnya.

Sementara itu, juru bicara masyarakat Binderang, Jeffry Kindangen, menegaskan pihaknya akan terus memperjuangkan hak-hak masyarakat yang hingga kini tak kunjung diterima. Ia juga menyatakan sikap tak akan mundur sebelum masyarakat menerima hak sesuai seperti perjanjian di awal.

"Mau bagaimana pun itu hak masyarakat, harus dan wajib dibayarkan. Jangan sampai perusahaan mengambil untung dengan menindas rakyat kecil," tegasnya.

Kuasa hukum masyarakat Binderang, Fahrudin, mengatakan bahwa PT BRE memberikan respons yang cukup baik dari unjuk rasa warga ini. Pihak perusahaan berjanji menyampaikan persoalan itu ke pusat dalam waktu dekat.

"Hasil mediasi di sana pihak BRE minta waktu untuk menyampaikan ke pusat, kita berharap ada respons baik sehingga tidak ada lagi unjuk rasa yang akan datang," kata Fahrudin.

Diketahui, persoalan pembayaran hak atau fee pemilik lahan itu sudah berlangsung sejak lama. Namun, pada 20 Januari 2021, masyarakat selaku pemilik lahan justru dilaporkan ke Polres Tapin oleh pihak ketiga.

Laporan tidak diproses lebih lanjut. Sebab, masyarakat bisa membuktikan kepemilikan lahan melalui SKT tahun 1966 untuk tanah seluas 25 hektare tersebut.

Selepas laporan di Polres Tapin, pada 24 Agustus 2022 masyarakat kembali dilaporkan ke Polda Kalsel dengan dugaan tindak pidana penipuan atau penggelapan dalam pasal 378 KUHP dan atau 372 KUHP. Objek sengketa masih sama, yakni 25 hektare tanah di lokasi tersebut.

Lagi-lagi tidak ada kelanjutan dari laporan ini. Polda Kalsel mengeluarkan surat ketentuan penghentian penyidikan. Surat itu menegaskan bahwa SKT tahun 1966 yang dimiliki masyarakat adalah sah dan diakui.

Sebanyak 13 kelompok masyarakat pemilik lahan pun tetap membayarkan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga tahun 2025. Sehingga, masyarakat desa Binderang tetap menuntut adanya pembayaran hak mereka yang tak kunjung diterima.




(des/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads