Sebanyak 8 kasus Hantavirus tipe Haemorrhagic Fever with Renal Syndrome (HFRS) ditemukan di Indonesia hingga 19 Juni 2025. Bagaimana dengan Kota Tarakan, Kalimantan Utara?
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Tarakan, Irwan Yuwanda, mengatakan saat ini memang ada kasus penyakit yang diakibatkan dari tikus, tetapi bukan Hantavirus.
Dia menyebut belum ada laporan kasus Hantavirus di wilayahnya. Namun pada tahun ini ada kasus leptospirosis, yang juga berkaitan dengan hewan pengerat.
"Belum ada kasus Hantavirus di Tarakan, tapi kasus leptospirosis pernah dilaporkan. Dari Januari hingga Mei 2025, ada 4 kasus suspek leptospirosis," ujar Irwan saat dihubungi detikKalimantan, Rabu(25/6/2025).
Beda Hantavirus dan Leptospirosis
Irwan menjelaskan, Hantavirus berbeda dengan leptosirosis. Hantavirus ditularkan melalui kontak dengan feses, urin, atau air liur tikus terinfeksi. Penyakit ini tidak menular antarmanusia, sehingga risiko penyebarannya relatif rendah.
"Gejalanya seperti demam, sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, hingga sesak napas, ucapnya.
Sementara itu, leptospirosis disebabkan oleh bakteri Leptospira yang juga ditularkan melalui urin hewan terinfeksi, seperti tikus. Bakteri ini dapat bertahan di air atau tanah selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.
Penularan terjadi ketika seseorang bersentuhan dengan air, tanah, atau benda yang terkontaminasi, terutama jika bakteri masuk melalui mata, hidung, mulut, atau luka terbuka pada kulit. Gejalanya lebih beragam.
"Gejala leptospirosis meliputi demam tinggi, sakit kepala, nyeri otot terutama di betis, mual, muntah, diare, dan mata merah," jelas Irwan.
Bagaimana cara mencegahnya?
(bai/bai)