Blak-blakan Seorang LC: Alasan Klasik Terjerumus Dunia Malam dan Kegetirannya

Blak-blakan Seorang LC: Alasan Klasik Terjerumus Dunia Malam dan Kegetirannya

Oktavian Balang - detikKalimantan
Jumat, 16 Mei 2025 12:00 WIB
Ilustrasi prostitusi (PSK)
Ilustrasi LC/Foto: Getty Images/KM6064
Tarakan -

Enjelica (bukan nama sebenarnya), seorang wanita berusia 24 tahun, berbagi kisahnya sebagai lady companion (LC) di salah satu tempat hiburan malam di Kota Tarakan, Kalimantan Utara.

Enjelica baru dua bulan bekerja. Ia mengaku terjun ke dunia malam karena tekanan ekonomi dan statusnya sebagai perantau yang harus mengirim uang ke kampung halaman.

"Saya perantau, masih single, dan kirim uang ke kampung. Karena ekonomi, saya masuk ke kerjaan ini," ujar Enjelica kepada detikKalimantan, Kamis (15/5/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tugas dan Penghasilan di Dunia Malam

Enjelica menjelaskan tugasnya sebagai LC adalah menemani tamu minum dan karaoke. Dalam sekali menemani tamu hingga selesai, ia mendapat Rp 420 ribu termasuk paket rokok, tisu, dan camilan. Namun, setelah dibagi dengan tempat ia bekerja, Enjelica hanya menerima Rp 150 ribu.

"Paling sehari sekali terima tamu, karena biasanya tamu manggil sampai tempat tutup," katanya.

Enjelica menyebut tamu tidak pernah memaksa minum. Ia juga selektif memilih tamu.

"Saya pilih-pilih tamu. Kalau keluar atau booking, hanya dengan orang yang sudah saya kenal," ungkapnya.

Dalam tiga kali 'kencan' dengan tamu, Enjelica mematok tarif Rp 2,5 juta. Penghasilan bersihnya Rp 1,5 juta hingga Rp 2 juta, tergantung lokasi.

Pengalaman Pahit dan Risiko Penipuan

Meski baru sebentar bekerja, Enjelica pernah mengalami penipuan. Ia menceritakan pengalaman saat seorang tamu yang dikenalnya melalui teman mengajaknya check-in tanpa membahas harga sebelumnya.

"Saya kira dia paham kalau kerja begini harus bayar. Tapi setelah saya tagih, dia bilang nunggu uang dari bosnya. Sampai sekarang tidak dibayar, sekitar Rp 2 juta," keluhnya.

Enjelica sudah berupaya menagih melalui teman-temannya, namun pelaku tetap menolak membayar. Meski kecewa, ia enggan melapor ke polisi.

"Saya nggak berani lapor ke kepolisian," katanya.

Kesehatan dan Keamanan Jadi Prioritas

Enjelica menegaskan dirinya selalu menggunakan pengaman saat berhubungan badan dengan tamu dan membatasi layanan. Ia juga rutin menjalani pemeriksaan kesehatan.

"Di sini ada cek kesehatan gratis tiap tiga bulan, tapi saya sering cek sendiri setiap dua minggu, bayar Rp 200 ribu," ujarnya.

Menurut Enjelica, tempat kerjanya jarang mengizinkan LC 'keluar' dengan tamu, sehingga risiko pelecehan minim. "Pelecehan belum pernah, dan di sini jarang ada yang ngajak keluar atau booking," tambahnya.

Realitas Pilihan Hidup dan Stigma

Enjelica mengaku baru memberanikan diri masuk dunia malam setelah sempat ragu. "Awalnya nggak berani, dunia malam saja baru berani," katanya.

Ia membedakan dirinya dengan pekerja open BO yang aktif mencari tamu setiap malam. "Kalau saya nggak tiap malam cari tamu, cuma nemani minum dan pilih-pilih kalau keluar," jelasnya.

Tekanan ekonomi sebagai perantau menjadi pendorong utama keputusannya. Enjelica berharap masyarakat tidak langsung menghakimi pekerja seperti dirinya tanpa memahami latar belakangnya.

"Ini soal kebutuhan ekonomi, bukan kemauan," tutupnya.




(sun/des)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads