Guru-guru di SMPN 1 Krayan Selatan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara, menghadapi tantangan keterbatasan fasilitas, mahalnya harga kebutuhan pokok. Hal ini imbas penghentian dana khusus daerah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) selama 5 tahun terakhir.
Kepala Sekolah SMPN 1 Krayan Selatan Agustinus, yang juga menjabat sebagai Ketua PGRI Krayan Selatan dan Krayan Tengah, mengungkapkan kondisi sulit yang dihadapi para guru.
"Kami di daerah 3T, tapi dana khusus untuk guru sudah tidak ada sejak lima tahun lalu. Padahal, harga barang di sini sangat mahal. Gula Rp 30.000 per kilo, minyak goreng Rp 28.000, bensin bisa Rp 30.000 per liter," ujarnya kepada detikKalimantan, Senin (14/4/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Agus, penghentian dana khusus berdampak besar pada kesejahteraan guru, terutama tenaga honorer. Banyak guru terpaksa mencari pekerjaan sampingan setelah jam sekolah, seperti menggesek kayu, untuk memenuhi kebutuhan hidup.
"Pulang sekolah, mereka cari kerja sampingan. Tapi ini tidak mengganggu tugas mengajar," tegasnya.
Fasilitas sekolah juga jauh dari memadai. Gedung SMPN 1 Krayan Selatan masih berdinding papan, berbeda dengan tujuh SMP lain di Krayan yang sudah menggunakan beton. Bangku sekolah masih terbuat dari kayu, dan akses internet hanya tersedia melalui WiFi terbatas dari bantuan Bhakti sejak 2006.
"Internet di sekolah ada, tapi bandwidth-nya kurang. Guru dan siswa sering kesulitan, apalagi untuk laporan online atau ANBK," keluh Agus.
Agus menyesalkan minimnya perhatian pemerintah terhadap daerah 3T seperti Krayan. Ia pernah menyampaikan keluhan ini ke pemerintah pusat dan kabupaten, tetapi menurutnya belum ada tindak lanjut.
"Program makan bergizi gratis (MBG) dari pemerintah juga belum menyentuh Krayan. Di kota sudah jalan, tapi kami di sini tidak dapat apa-apa," ungkapnya.
Sebagai Ketua PGRI, Agus mendesak pemerintah mengaktifkan kembali dana khusus 3T dan memperhatikan kondisi riil di lapangan.
"Pemerintah harus datang ke Krayan, lihat sendiri jalan berlumpur dan harga barang. Kami juga warga Indonesia, harus diperhatikan sama seperti yang di kota," tegasnya.
Meski penuh keterbatasan, Agus optimistis dengan potensi guru dan siswa di Krayan. Dia berharap pemerintah memberi atensi agar siswa dan warga setempat tidak harus bergantung ke negara tetangga.
"Kalau sarana prasarana lengkap, kami yakin bisa lebih hebat. Kami minta keadilan, jangan sampai anak-anak di sini terus bergantung pada Malaysia untuk kebutuhan pokok," tutupnya.
(des/des)