Ironi Perbatasan Krayan: 'Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku' Disorot

Ironi Perbatasan Krayan: 'Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku' Disorot

Oktavian Balang - detikKalimantan
Selasa, 08 Apr 2025 21:01 WIB
Penampakan akses jalan di wilayah Krayan, perbatasan Indonesia dan Malaysia
Penampakan akses jalan di wilayah Krayan, perbatasan Indonesia dan Malaysia (Foto: Oktavian Balang)
Nunukan -

Ketua Komisi III DPRD Nunukan, Ryan Antoni, kembali menyoroti kondisi memprihatinkan di wilayah Krayan, perbatasan Indonesia-Malaysia. Ia menilai perlu ada kebijakan khusus yang mempercepat pembangunan infrastruktur di Krayan.

Dalam pernyataannya, ia mengutip ungkapan sarkastik namun faktual, 'Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku' yang menggambarkan ketergantungan masyarakat Krayan pada barang-barang dari Malaysia akibat keterbatasan aksesibilitas.

"Ungkapan itu saya nilai sarkas, tapi itu fakta lapangan. Bagaimana masyarakat Krayan bisa mengisi perut dengan barang-barang dari Indonesia kalau aksesnya masih terputus, belum dibenahi, dan belum dibangun?" ujar Ryan kepada detikcom, Selasa (08/04/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ryan menjelaskan, selama bertahun-tahun, masyarakat Krayan terpaksa membeli kebutuhan sembako dari Malaysia karena minimnya konektivitas dengan wilayah Indonesia lainnya.

Penampakan kondisi jalan berlumpur yang menyulitkan kendaraan roda dua melintasPenampakan kondisi jalan berlumpur yang menyulitkan kendaraan roda dua melintas Foto: Oktavian Balang

Padahal, Krayan memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, seperti beras dan hasil pertanian. Namun, ia menyayangkan potensi ini belum dimanfaatkan maksimal karena status kawasan konservasi yang mengelilingi dataran tinggi Krayan.

"Sumber daya alam kita kaya, tapi Krayan tetap seperti anak tiri. Produksi pertanian masih berskala tradisional dan belum bisa jadi daerah swasembada atau sektor andalan yang meningkatkan PAD Nunukan," ungkapnya.

Ia juga menyoroti ironisnya situasi Krayan yang terasa seperti 'luar negeri' di mata Indonesia sendiri."Apakah tidak miris? Semua ini bermula dari persoalan aksesibilitas dan konektivitas. Bagaimana masyarakat bisa bawa kendaraan dari Indonesia kalau jalannya tidak ada, kecuali lewat udara yang terbatas?" tambahnya.

Ryan mengusulkan solusi dengan meminta kebijakan diskresi khusus dari pemerintah pusat."Kita minta ada win-win solution. Kalau material pembangunan bisa diambil dari Malaysia, pembangunan di Krayan tidak akan terhambat," katanya.

Menurutnya, kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) yang mewajibkan penggunaan material dalam negeri justru menjadi penghalang, mengingat akses darat dari Indonesia belum tersedia.

"Pos lintas batas negara belum rampung sampai sekarang karena konektivitas yang buruk, diperparah dengan kebijakan TKDN. Selama akses belum terbuka, pembangunan infrastruktur jelas tidak akan terealisasi," tegasnya.

Ia menilai pemerintah seharusnya lebih fleksibel dalam menerapkan kebijakan."Otonomi saja ada yang khusus, seperti di Papua dan Aceh. Mengapa kita tidak buat turunan aturan yang mengakomodasi kondisi khusus Krayan, termasuk kearifan lokal?" tanyanya.

Ryan mencontohkan hubungan dagang tradisional masyarakat Krayan dengan warga Malaysia yang sebenarnya masih satu komunitas lintas batas.

Meski demikian, Ryan tetap optimistis dengan nasionalisme masyarakat Krayan."Saya yakin mereka memegang teguh rasa nasional. Perayaan 17 Agustus di Krayan bisa berlangsung hampir sebulan, satu-satunya di Indonesia. Itu bukti prinsip nasionalisme mereka kuat," pungkasnya.




(mud/mud)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikkalimantan

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads