Ketua Gapoktan Kampung Enam Akui Jual Pupuk Bantuan, Ini Alasannya

Ketua Gapoktan Kampung Enam Akui Jual Pupuk Bantuan, Ini Alasannya

Oktavian Balang - detikKalimantan
Senin, 24 Mar 2025 18:30 WIB
Di Bukit Amal, Kelurahan Kampung Enam, Kecamatan Tarakan Timur, Tarakan terdapat sentra kebun sayur yang dikelola dengan pupuk organik. Tidak hanya menawarkan udara sejuk, tempat ini juga memanjakan mata dengan panorama alam yang memukau.
Feri sedang memanen sayur sawi/Foto: Oktavian Balang/detikKalimantan
Tarakan -

Dugaan penjualan pupuk bersubsidi di Kelurahan Kampung Enam, Kecamatan Tarakan Timur yang sempat mengemuka, akhirnya terkonfirmasi langsung oleh Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) setempat, Feri Simon.

Dalam wawancara eksklusif dengan detikKalimantan, Feri blak-blakan mengakui pupuk subsidi sebanyak 120 karung pada 2023 dan 20 karung pada 2024 dijual karena tidak sesuai dengan kebutuhan petani. Alasannya? Struktur tanah keras di wilayah sentra sayuran itu lebih cocok dengan pupuk alami seperti kulit udang ketimbang pupuk kimia seperti NPK atau urea.

Feri menjelaskan tradisi petani Kampung Enam menggunakan pupuk kulit udang sudah berlangsung sejak 1966. Tradisi itu diwariskan oleh pendahulu mereka yang kini berusia rata-rata 80 tahunan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Struktur tanah di sini keras, tidak cocok dengan pupuk kimia. Lahan kami juga tidak berpindah-pindah, jadi kulit udang lebih pas," ujarnya.

Ia mengaku pernah mencoba pupuk NPK dari dinas, namun hasilnya mengecewakan. "Pemakaian pertama dan kedua masih baik, tapi ketiga tanaman seperti mati. Mungkin tanah jadi kurang gembur, kami tidak tahu pasti," katanya.

Akhirnya, petani kembali mengandalkan pupuk kulit udang yang mereka olah sendiri dari hasil penjualan kulit udang kering yang dijual di area Pantai Amal.

"Pupuk kami cari sendiri, dari Amal," tegas Feri, menunjukkan kemandirian kelompoknya yang memiliki 172 anggota.

Gapoktan Kampung Enam Akui Jual Pupuk Subsidi

Feri mengakui pada 2023, Gapoktan menerima 120 karung pupuk subsidi, dan pada 2024 hanya 20 karung. Karena tidak bisa digunakan, mereka memutuskan menjualnya setelah bermusyawarah.

"Kami cari pembeli dari Tarakan Utara. Dua orang setuju beli 120 karung di 2023 seharga Rp 250.000 per karung, lebih murah dari harga toko Rp 300.000," jelasnya.

Penjualan itu menghasilkan Rp 25 juta, yang kemudian dibelikan 172 cangkul dan bibit kangkung sesuai jumlah anggota. "Ini kebutuhan kami," tambahnya.

Meski menyadari aturan Dinas Pertanian melarang penjualan bantuan, Feri mengaku terpaksa mengambil risiko itu. "Kami terlalu berani, tapi ini keputusan bersama, bukan saya sendiri," ujarnya.

Feri mengaku merujuk pada rapat di Hotel Lotus pada 2023, di mana kelompoknya sudah menyampaikan ketidakbutuhan terhadap pupuk kimia kepada dinas. Feri juga mengeluhkan bantuan lain seperti gerobak, keranjang, semprotan, dan mesin rado yang diterima dari dinas.

"Mesin rado cuma berguna buat buka lahan baru, tapi kami kerja manual pakai cangkul. Bedengan manual tidak cocok dengan mesin," katanya.

Distribusi pupuk pun dianggap tidak adil. Padahal, menurut Feri, kelompoknya tidak pernah mengajukan pupuk, melainkan bibit dan obat sayur.

"Tahun 2024 cuma 20 karung untuk 172 orang, mau dibagi berapa?" tanyanya.

"Kalau dinas kasih bibit dan obat-obatan, kami tidak pusing lagi," harapnya.

Komunikasi dengan Dinas Mandek

Feri mengaku sudah berulang kali menyuarakan masalah ini ke Dinas Pertanian, namun responsnya mengecewakan. "Dinas bilang tidak bisa bantu karena bantuan dari pusat. Tapi apa tugas dinas kalau tidak memfasilitasi ke pusat?" kritiknya.

Ia juga mempertanyakan peran penyuluh lapangan yang seharusnya menjembatani kebutuhan petani. "Mereka sering tuding kami salah, tapi kunjungan dinas tidak efektif. Datang, tapi kami tidak tahu tujuannya. Jawaban mereka sering terbalik dari kenyataan," keluhnya.

Feri menyarankan pemerintah meninjau langsung lokasi perkebunan sebelum menyalurkan bantuan. Ia berharap fokus bantuan dialihkan ke bibit dan obat-obatan yang mendukung produksi sayuran, bukan pupuk kimia yang justru membebani petani.




(sun/mud)
Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads