- Asal-usul Golput: Sudah Sejak 1971 Silam
- Penyebab Golput 1. Sikap Apatis terhadap Politik 2. Tidak Mendapat Fasilitas 3. Kurang Informasi terkait Pemilu atau Pilkada
- Dampak Golput
- Cara Mengatasi Golput 1. Pendidikan Politik 2. Akses yang Dipermudah 3. Peran Partai Politik 4. Pemaksimalan Penggunaan Teknologi dan Media Sosial
Jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, istilah golput kembali ramai diperbincangkan masyarakat. detikers mungkin sudah tahu bahwasanya kepanjangan akronim golput adalah golongan putih. Apa itu?
Dirujuk dari Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, golongan putih adalah warga negara yang menolak memberikan suara dalam pemilihan umum sebagai tanda protes. Adapun dalam buku Opini Politik Kaum Muda oleh Muhammad Handy Dwi Wijaya, golput diartikan sebagai sekelompok orang yang sengaja dan dengan suatu maksud, menolak memberikan suara dalam pemilu.
Pada awal 2024 lalu, Indonesia secara serentak menyelenggarakan pesta demokrasi berupa pemilihan umum untuk memilih para pemimpin. Namun, dari berjuta-juta DPT (Daftar Pemilih Tetap), masih banyak orang-orang yang mengambil sikap golput.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Data dari Jurnal Jisosepol bertajuk 'Kenaikan Angka Golput pada Pemilu 2024: Menurunnya Partisipasi Masyarakat dalam Menggunakan Hak Pilih' oleh Ghaitsa Zahira Shofa dkk, dalam pemilu 2024, dari 204 juta DPT, hanya 164 juta pemilih saja yang menggunakan hak suaranya. Angka ini menunjukkan titik tertinggi jumlah orang-orang golput sejak era reformasi, yakni 26%.
Lantas, bagaimana asal-usul golput? Simak penjelasan lengkapnya melalui uraian di bawah ini, meliputi sejarah, penyebab, dampak, dan cara mengatasinya.
Asal-usul Golput: Sudah Sejak 1971 Silam
Dirangkum dari Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik berjudul 'Golput Pasca Orde Baru: Merekonstruksi Ulang Dua Perspektif' oleh Nyarwi, gerakan golput dimotori oleh para aktivis pro demokrasi pada awal Orde Baru. Hal ini dilatarbelakangi ketidakpuasan terhadap pemerintah, lebih-lebih setelah UU Pemilu yang tidak demokratis diteken.
Pada Kamis, 3 Juni 1971, Arif Budiman bersama sejumlah rekan dari golongan muda, seperti Imam Waluyo, Julius Usman, dan Husin Umar mendeklarasikan gerakan moral bernama Golongan Putih (golput). 'Proklamasi' ini dilangsungkan di Gedung Balai Budaya Jakarta.
Berbarengan dengan deklarasi golput tersebut, pamflet-pamflet dengan lambang segi lima berwarna putih tersebar di Jakarta selaku ibu kota. Poster-poster bertuliskan 'Tidak Memilih Hak Saudara', 'Tolak Paksaan dari Manapun', dan 'Golongan Putih Penonton yang Baik' tampak di mana-mana.
Dengan cara ini, kaum muda secara terkhusus menyalurkan protesnya terhadap penguasa Orde Baru yang cenderung memusatkan kekuasaan. Akibatnya, pengembangan demokrasi bisa terhambat.
Lebih lanjut, menurut informasi dalam skripsi berjudul Fenomena Golput di Indonesia Pasca Orde Baru (Studi Kasus pada Pemilu 2004) oleh Acu Nurhidayat dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, orang-orang dalam golput juga melakukan semacam pendidikan politik bagi masyarakat Indonesia.
Pendidikan politik ini bertujuan agar masyarakat bisa melek situasi dan bersikap kritis. Misalnya saja, Marsilam Simanjuntak dan Julius Usman pernah melakukan kampanye golput di Kampus IPB. Dalam acara tersebut, tak kurang dari 250 mahasiswa turut hadir.
Tak hanya pada 1971, pemilu-pemilu seterusnya, bahkan hingga 1997, ajakan-ajakan untuk golput terus menguat. Sebab, pemilu Orde Baru saat itu hanya dianggap sebagai pesta sesaat untuk melegitimasi kekuasaan para penguasa.
Penyebab Golput
Diringkas dari laman Pusat Edukasi Antikorupsi dari Komisi Pemberantasan Korupsi, setidaknya, ada tiga penyebab golput yang perlu detikers ketahui, yakni:
1. Sikap Apatis terhadap Politik
Masyarakat yang bersikap apatis terhadap perkembangan politik Indonesia adalah salah satu penyumbang angka golput. Penyebab masyarakat menjadi apatis sendiri cukup bervariasi, seperti tidak adanya perasaan positif setelah pemilihan dan berita korupsi yang terus menerus terjadi.
Dengan kondisi tersebut, banyak orang yang kemudian menjadi tidak peduli lagi terhadap politik dan kemudian memilih golput. Padahal, golput bukanlah solusi untuk menyelesaikan masalah. Sebaliknya, dengan berpartisipasi, masyarakat dapat turut memilih pemimpin berintegritas sehingga roda pemerintahan bisa berjalan dengan bersih.
2. Tidak Mendapat Fasilitas
Penyebab kedua seseorang memilih golput adalah faktor kurangnya fasilitas. Misalnya saja, untuk penyandang disabilitas, tidak adanya bantuan untuk pergi ke TPS maupun tak tersedianya surat suara khusus menjadi penghambat.
3. Kurang Informasi terkait Pemilu atau Pilkada
Terakhir, kurang menyebarnya informasi terkait pemilihan juga mengakibatkan banyak orang golput secara tidak sengaja. Oleh karena itu, sebagai masyarakat yang cinta dengan bangsa dan negara Indonesia, kita bisa membantu dengan menyebarluaskan informasi seputar pemilu dan pilkada ini ke berbagai kalangan melalui beragam platform dan metode.
Dampak Golput
Diambil dari buku Politik Milenial oleh Ikhsan Ahmad, perilaku golput membawa sejumlah dampak negatif. Berikut ini poin-poin ringkasnya:
- Menurunnya partisipasi politik. Dengan turunnya partisipasi politik, demokrasi akan menjadi lemah.
- Meningkatkan angka absensi. Tingginya angka abstensi dapat mengakibatkan pemilu tidak sah.
- Menimbulkan ketidakadilan. Suara pemilih yang tidak menyalurkan suaranya biasanya tidak dihitung. Nah, hal ini justru menguntungkan bagi calon yang memperoleh suara lebih sedikit.
- Menurunnya legitimasi pemerintah. Secara tidak langsung, dengan banyaknya kasus golput, legitimasi alias kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah akan terus menurun.
- Menaikkan potensi konflik politik. Ketidakpuasan masyarakat terhadap hasil pemilu, yang bisa jadi disebabkan tingginya angka golput, menyebabkan kemungkinan terjadinya konflik politik meningkat.
- Melambatnya pembangunan. Kurangnya dukungan politik dari masyarakat bisa berimbas lambatnya pembangunan.
- Menurunnya konsumsi. Golput bisa mengakibatkan turunnya konsumsi masyarakat karena rakyat tidak percaya pemerintah bisa mengelola negara dengan baik.
Cara Mengatasi Golput
Kembali disadur dari Jurnal Jisosepol bertajuk 'Kenaikan Angka Golput pada Pemilu 2024: Menurunnya Partisipasi Masyarakat dalam Menggunakan Hak Pilih' oleh Ghaitsa Zahira Shofa dkk, ada banyak cara yang bisa dilakukan untuk mengatasi atau mengurangi angka golput, yakni:
1. Pendidikan Politik
Masyarakat perlu diedukasi sedemikian rupa mengenai politik, terkhusus seberapa penting dan berpengaruhnya hak pilih mereka untuk digunakan. Pendidikan politik tak melulu harus dilakukan dalam bentuk ceramah, bisa juga dengan kampanye informasi dan penyuluhan.
2. Akses yang Dipermudah
Peningkatan kemudahan bagi warga untuk menggunakan hak pilihnya dalam pemilu atau pilkada dapat membantu menekan angka golput. Misalnya saja, dengan cara memperluas lokasi TPS yang terlalu sempit dan memperlama jam operasional TPS.
3. Peran Partai Politik
Partai politik harus menjalankan perannya sebaik mungkin, yakni dengan cara mendengarkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Selain itu, partai politik juga dapat mengajukan pilihan calon yang bervariasi sehingga masyarakat termotivasi lebih untuk memilih.
4. Pemaksimalan Penggunaan Teknologi dan Media Sosial
Dengan semakin berkembangnya teknologi dan media sosial, penyebaran informasi seputar pemilu dan pilkada dapat dilangsungkan secara lebih masif. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi yang lebih lengkap dan menyeluruh terhadap masyarakat.
Nah, itulah penjelasan lengkap mengenai golput, mulai dari asal-usul, penyebab, dampak, dan cara mengatasinya. Semoga bermanfaat!
(sto/ams)