Debat kedua Pilkada Jogja 2024 berlangsung semakin panas. Calon Wali Kota Jogja Afnan Hadikusumo menyentil soal kemiskinan di Kulon Progo saat Hasto Wardoyo menjabat Bupati.
Pada sesi tanya jawab, Afnan melontarkan pertanyaan ke Hasto kala masih menjabat jadi Bupati Kulon Progo, di mana Kulon Progo masih menjadi kabupaten termiskin di DIY.
"Pak Hasto pernah jadi Bupati Kulon Progo, tapi angka kemiskinan tertinggi di DIY itu di Kulon Progo. Bagaimana penanganan kemiskinan di Kulon Progo sehingga angka kemiskinan ketika ditinggalkan Pak Hasto tetap tinggi?" tanya Afnan saat sesi debat Pilkada Jogja, Sabtu (16/11/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hasto menanggapi pertanyaan tersebut. Dia bilang, berbagai program telah digalakkan untuk menekan angka kemiskinan di Kulon Progo.
"Ketika menggeser ekonomi yang didominasi kaum menengah ke atas, itu menjadi upaya yang sangat berdampak. Maka gerakan kami Bela dan Beli produk lokal itu meningkatkan ekonomi menengah ke bawah. Ketika ada siswa 82 ribu, semula batiknya tidak beli di lokal terus kita buat batik sendiri seperti Geblek Renteng. Itu menyejahterakan pembatik lokal," ujar Hasto.
"Hal lain seperti memiliki produk air seperti Airku, PDAM bisa memiliki penghasilan. Ini menggeser kepemilikan modal menengah ke atas. Kalau di Kulon Progo ada Tomira (Toko Milik Rakyat) itu upaya kita dan meluruskan niat," tambahnya.
Meski begitu, Afnan menyinggung soal beberapa program tersebut yang dinilai tidak memiliki dampak besar untuk menekan angka kemiskinan Kulon Progo.
"Pengalaman saya dulu setiap program dari pemerintah harusnya ada dampak dari kegiatan. Sampai dengan detik ini Kulon Progo masih menjadi kabupaten dengan angka kemiskinan tertinggi. Dulu Gunungkidul tergeser Kulon Progo, artinya dampaknya masih kurang," ujar Afnan.
"Kami apresiasi apa yang dilakukan Pak Hasto tapi perhatikan lagi apa yang akan dilakukan di Jogja juga harus diperhatikan dan ada dampaknya," lanjutnya.
Menanggapi itu, Hasto mengatakan kemiskinan itu cukup kompleks. Oleh sebab itu, Hasto menilai tak boleh menyamaratakan antara daerah satu dengan yang lain.
"Kemiskinan cukup kompleks karena konsumsi jadi ukuran utama. Gaya hidup, pola belanja seperti hari ini makan daging tidak, itu jadi ukuran kemiskinan sekarang dari konsumsi," kata Hasto.
"Ketika orang desa ditanya soal konsumsi tentu beda dengan orang kota. Jangan dipukul rata orang desa dan kota. Saya kira diskusi soal kemiskinan panjang. Jadi jangan terjebak dalam konsumsi untuk mengukur kemiskinan," pungkasnya.
(ams/rih)