Guru Besar Bidang Ilmu Bahan Komposit Berbasis Polimer pada Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada (FT UGM), Prof. Ir. Kusmono, S.T., M.T., Ph.D., IPM., ASEAN Eng mengungkapkan besarnya peluang dan tantangan pengembangan komposit serat alam di Indonesia.
Hal itu disampaikan Kusmono dalam pidatonya saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Bahan Komposit Berbasis Polimer pada FT UGM di Balai Senat UGM, Kamis (7/3) kemarin.
Dilansir laman resmi UGM, ugm.ac.id, dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar, Dosen Departemen Teknik Mesin dan Industri FT UGM itu menyampaikan pidato berjudul 'Pengembangan Material Komposit Serat Alam untuk Aplikasi Industri Berkelanjutan.'
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam pidatonya Kusmono menyampaikan, sebagai negara tropis, Indonesia sangat kaya akan tanaman penghasil serat alam.
"Indonesia merupakan negara yang kaya akan sumber daya alam berupa hutan yang tersebar di seluruh Nusantara. Selama ini, hasil hutan non kayu belum sepenuhnya mendapatkan perhatian dari pemerintah," ucapnya, dikutip detikJogja dari ugm.ac.id, pada Jumat (8/3/2024).
Kusmono menjelaskan, tanaman non kayu memberikan kontribusi ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang signifikan karena dapat diperoleh serat alam dari tanaman non kayu. Namun, saat ini serat alam hanya banyak digunakan sebagai bahan tekstil, kertas, seni, dan kerajinan.
"Seiring dengan perkembangan ilmu dan teknologi, potensi serat alam sebagai pengganti serat sintetis untuk bahan penguat komposit sangat terbuka lebar. Ketersediaan yang melimpah dari serat alam di Indonesia memberikan peluang yang besar untuk pengembangan komposit serat alam sebagai material struktur untuk diaplikasikan di industri otomotif, penerbangan, perkapalan, dan material bangunan," ujar dia.
Menurut Kusmono, serat alam sebagai penguat komposit memiliki banyak tantangan yang membatasi aplikasinya. Tantangan tersebut antara lain ketersediaan dan kualitas serat alam sangat bervariasi dari satu daerah ke daerah lain, serta sifatnya yang heterogen yang mempengaruhi sifat mekanis serat alam.
Belum lagi adanya perbedaan kompatibilitas antara serat alam yang bersifat hidrofilik dengan matriks polimer yang bersifat hidrofobik sehingga menyebabkan ikatan antar muka yang lemah. Serat alam juga mudah menyerap air dan memiliki kestabilitan dimensi rendah.
Dijelaskan Kusmono, serat alam juga mudah mengalami degradasi akibat perubahan cuaca, bahan kimia, jamur, dan mikroorganisme. Ketahanan terhadap api rendah dan suhu proses produksi menjadi komposit yang rendah (<200Β°C) karena di atas suhu tersebut serat alam akan mengalami degradasi. Sebagian besar komposit serat alam yang telah dikembangkan menggunakan matriks polimer sintetis yang tidak ramah lingkungan.
"Oleh karena itu, ke depan tantangannya adalah pengembangan biodegradable polymer sebagai matriks komposit serat alam yang ramah lingkungan," terangnya.
Kusmono mengatakan, berbagai metode telah dan sedang dikembangkan guna mengatasi berbagai tantangan seperti di atas. Pertama, dengan melakukan perlakuan permukaan pada serat alam seperti perlakuan alkali, benzoyl peroxide, asetilasi, enzim, dan sebagainya. Perlakuan permukaan ini mampu meningkatkan ikatan antar muka antara serat alam dan matriks.
Kedua, dengan menambahkan coupling agent seperti silan dan senyawa kimia yang mengandung maleic anhydride untuk meningkatkan ikatan antar muka antara serat alam dengan matriks polimer non polar.
Ketiga, dengan metode hibridisasi yakni menggabungkan serat alam dengan serat sintetis seperti serat gelas atau serat karbon yang dapat mengurangi penyerapan air dan meningkatkan sifat mekanis komposit.
"Hibridisasi juga dapat dilakukan dengan menggabungkan serat alam dengan partikel nano seperti nano silica, nano clay, dan nanoselulosa ke dalam matriks polimer yang dikenal sebagai komposit hibrid yang merupakan komposit yang tersusun dari 2 atau lebih material penguat di dalam matriks," jelasnya.
Keempat, dengan penambahan bahan aditif seperti bahan anti oksida, anti hidrolisis, anti UV, dan flame retardant. Metode kelima adalah mengembangkan biodegradable polymer dari biomass. Pengembangan poliester dari biomass ini merupakan salah satu contoh biodegrable polymer yang dapat digunakan sebagai matriks komposit serat alam yang ramah lingkungan.
"Biodegrable polymer ini dapat diproduksi oleh mikroorganisme yang secara alami memakan jenis monomer tertentu. Melalui kelima metode di atas maka permasalahan komposit serat alam dapat diatasi dan komposit serat alam diharapkan dapat menggantikan komposit serat sintetis untuk aplikasi material struktur yang berkelanjutan," pungkas Kusmono.
(dil/apl)
Komentar Terbanyak
Roy Suryo Usai Diperiksa soal Ijazah Jokowi: Cuma Identitas yang Saya Jawab
Pengakuan Lurah Srimulyo Tersangka Korupsi Tanah Kas Desa
Amerika Minta Indonesia Tak Balas Tarif Trump, Ini Ancamannya