3 Alasan Kenapa Batik Parang Tidak Boleh Dipakai di Pernikahan

3 Alasan Kenapa Batik Parang Tidak Boleh Dipakai di Pernikahan

Nur Umar Akashi - detikJogja
Kamis, 16 Okt 2025 18:51 WIB
Motif Batik Parang Lereng
Ilustrasi batik parang. Foto: Stocklib/Ayolhoiso
Jogja -

Beberapa motif batik, biarpun punya desain indah, tidak boleh dikenakan dalam pernikahan. Salah satunya adalah motif batik parang yang sudah eksis sejak masa Kesultanan Mataram.

Berdasar keterangan dari laman resmi Museum Sonobudoyo, 'parang' adalah kata Jawa yang berarti pedang. Dari sini, dapat diketahui bahwa batik parang melambangkan kekuatan dan keberanian.

Pola dan desainnya yang dibuat teratur berulang juga membawakan makna filosofis berupa keseimbangan dan harmoni kehidupan. Desain rumit batik parang juga mencerminkan kreativitas dan inovasi tingkat tinggi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jika makna yang dibawakan begitu positif, kenapa batik parang tidak boleh dipakai di pernikahan? Berikut ini sederet alasannya yang perlu detikers ketahui!

Poin Utamanya:

ADVERTISEMENT
  • Motif batik parang, terutama parang rusak, tidak boleh dipakai di pernikahan karena khawatir merusak.
  • Dikhawatirkan juga motif batik parang menyebabkan datangnya malapetaka.
  • Motif batik yang disarankan dipakai saat pernikahan di antaranya adalah truntum dan sidomukti.

Alasan Batik Parang Tidak Boleh Dipakai di Pernikahan

1. Dipercaya Mendatangkan Bala

M Awaluddin Jamil dari UIN Maulana Malik Ibrahim dalam publikasinya yang berjudul Larangan Memakai Batik Parang Rusak dalam Pernikahan Perspektif 'Urf menjelaskan larangan mengenakan motif batik parang, khususnya parang rusak, di antaranya diyakini penduduk Kecamatan Ngluyu, Nganjuk, Jawa Timur.

Penduduk setempat percaya, jika larangan ini dilanggar, akan ada bala yang timbul dengan ragamnya. Contohnya adalah tiba-tiba mendung petir dan hujan badai sehingga tenda pernikahan kabur ke udara. Bisa pula berupa kematian atau hal ganjil.

2. Tidak Boleh Dipakai Sembarang Orang

Kembali dilihat dari situs resmi Museum Sonobudoyo Jogja, motif parang termasuk salah satu batik larangan di Keraton Jogja. Sultan-lah yang berhak menentukan motif batik larangan.

Pada 1785 misalnya, Sri Sultan Hamengku Buwono I menetapkan motif parang rusak sebagai motif larangan. Begitu pula Sri Sultan HB VIII yang menjadikan motif parang dan varian-variannya sebagai motif larangan.

Bukan hanya di Jogja, di Keraton Surakarta, Paku Buwono III pernah melarang pemakaian batik parang rusak dan beberapa motif lain. Adapun pada masa Paku Buwono IV, yang dilarang adalah parang barong.

Setelah menjadi motif larangan, batik parang tidak bisa dikenakan sembarangan orang. Hanya kalangan tertentu saja yang mendapat kebolehan. Jika dilanggar, rakyat jelata bisa kena masalah. Meski begitu, aturan itu kini sudah lebih longgar.

3. Dikhawatirkan Membuat Pernikahan Rusak

Dalam Majalah Adiluhung Edisi 05, diterangkan bahwa motif parang, khususnya parang rusak, terlarang dikenakan agar pernikahan tidak jadi rusak. Menariknya, larangan ini hanya berlaku untuk kedua mempelai saja.

Dr Afrilyana Purba SH MH dalam bukunya, Perlindungan Hukum Seni Batik Tradisional, menjelaskan bahwa pager ayu dan pager bagus boleh mengenakan motif parang. Pager bagus memakai motif parang kusumo, sedangkan pager ayu dengan motif parang klithik.

Motif batik parang kusumo menyampaikan pesan bahwa para pemuda yang jadi pager bagus masih lajang. Sementara itu, motif parang klithik menggambarkan pemakainya masih suci. Pemilihan kedua motif ini diharap dapat membuat pager bagus dan pager ayu mendapat jodoh dari tamu undangan.

Motif Batik untuk Pernikahan dan Filosofinya

Berdasar dokumen unggahan Repository UNJ, ada beberapa motif batik yang disarankan untuk dipakai saat pernikahan. Sebut saja motif sidomulyo, sidoluhur, dan sidomukti. Boleh juga mengenakan motif truntum, wahyu tumurun, semen gurdha, semen rama, atau semen jlekithet.

Amrina Syarofinisa dari UNS dalam skripsinya, Ornamen Batik Sidomukti, Sidoluhur, dan Sidomulyo menjelaskan bahwa ketiga motif ini menunjukkan doa dan harapan agar keluarga sejahtera. Di samping itu, juga menyimpan harapan agar keluarga punya derajat dan jabatan tinggi serta berbudi luhur.

Adapun batik truntum, seperti dijelaskan Pandu Sotya Kusuma dan Alvanov Zpalanzani dalam tulisan berjudul Picture Book Sosialisasi Motif dan Kisah Penciptaan Batik Truntum, biasa digunakan oleh orang tua kedua pengantin. Harapannya, orang tua dapat menjadi pembimbing bagi anak mereka yang baru saja menikah.

Demikian pembahasan ringkas mengenai alasan motif batik parang tidak boleh dipakai saat pernikahan. Semoga menambah wawasan detikers, ya!




(par/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads