Banyak masyarakat penasaran dengan isu bahwa anggota DPR tidak wajib membayar pajak. Anggapan ini sering muncul karena penghasilan mereka terbilang besar dan mendapat banyak tunjangan. Wajar saja jika publik bertanya-tanya, apakah benar wakil rakyat terbebas dari kewajiban yang setiap bulan dipotong dari gaji kebanyakan orang?
Padahal, aturan perpajakan di Indonesia sudah jelas berlaku untuk semua orang tanpa terkecuali. Dikutip dari laman resmi Direktorat Jenderal Pajak, ada sejumlah pajak yang berlaku di Indonesia antara lain Pajak Penghasilan (PPh) yang dikenakan atas gaji dan honorarium, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk setiap konsumsi barang atau jasa, serta PPnBM yang berlaku pada barang mewah. Bahkan, penggunaan dokumen tertentu pun tidak lepas dari Bea Meterai.
Lantas, benarkah anggota DPR tidak membayar pajak? Mari kita cari tahu penjelasan lengkap mengenai aturannya!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benarkah Anggota DPR Tidak Wajib Membayar Pajak?
Isu bahwa anggota DPR tidak membayar pajak sering muncul di masyarakat. Banyak yang menganggap bahwa penghasilan wakil rakyat sepenuhnya bebas dari potongan pajak. Padahal, aturan resmi justru menegaskan hal yang sebaliknya. Dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 262/PMK.03/2010 disebutkan bahwa anggota DPR termasuk dalam kategori pejabat negara yang wajib membayar Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21. Artinya, setiap penghasilan yang diterima anggota DPR tetap dikenakan pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam Pasal 2 PMK tersebut dijelaskan bahwa penghasilan tetap dan teratur yang dibebankan pada APBN atau APBD, termasuk untuk pejabat negara, dikenai PPh Pasal 21. Hal ini menegaskan bahwa gaji bulanan anggota DPR tidak bebas pajak, melainkan dipotong sebagaimana pegawai negeri sipil dan pejabat negara lainnya.
Selain itu, Pasal 3 mengatur bahwa honorarium atau imbalan lain yang diterima anggota DPR, kecuali biaya perjalanan dinas, juga dikenai PPh Pasal 21 bersifat final. Dengan begitu, tidak hanya gaji pokok, melainkan juga berbagai tunjangan atau honor tetap masuk dalam objek pajak.
Lebih lanjut, Pasal 5 ayat (3) mengatur dasar penghitungan penghasilan neto bagi pejabat negara. Bagi anggota DPR, penghasilan neto dihitung dari total penghasilan tetap yang diterima dikurangi biaya jabatan dan iuran pensiun. Perhitungan ini berlaku sama dengan wajib pajak lainnya, sehingga tidak ada pengecualian khusus yang membuat mereka terbebas dari kewajiban. Bahkan, Pasal 9 huruf c secara khusus menetapkan tarif 15 persen dari penghasilan bruto untuk honorarium pejabat negara.
Kewajiban pajak anggota DPR juga semakin jelas dalam Pasal 10 ayat (1). Jika seorang pejabat negara, termasuk anggota DPR, tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), maka tarif PPh Pasal 21 yang berlaku akan lebih tinggi, yaitu ditambah 20 persen dari tarif normal. Aturan ini menunjukkan bahwa negara tidak memberikan keistimewaan khusus, melainkan justru menekankan pentingnya kepatuhan pajak bagi pejabat negara.
Anggota DPR Menerima Tunjangan Pajak Penghasilan
Dilansir detikFinance, anggota DPR mendapatkan berbagai tunjangan sesuai aturan resmi, salah satunya adalah tunjangan PPh Pasal 21. Besaran tunjangan ini tercatat sebesar Rp 2.699.813 per bulan.
Tunjangan ini diberikan agar kewajiban pajak penghasilan tetap berjalan, meskipun bebannya ditanggung melalui fasilitas tambahan dari negara. Artinya, anggota DPR tetap tercatat sebagai pembayar pajak, hanya saja nominal pajaknya dikompensasi dengan tunjangan tersebut.
Dengan adanya skema ini, jelas bahwa isu anggota DPR tidak membayar pajak tidak sepenuhnya benar. Pajak tetap dipotong sesuai aturan, hanya saja mekanisme pembayaran ditutup dengan tunjangan PPh yang melekat pada gaji anggota DPR.
Rincian Gaji dan Tunjangan yang Diterima Anggota DPR RI
Setelah membahas soal pajak penghasilan yang juga dibayarkan melalui tunjangan PPh, kini menarik untuk melihat secara menyeluruh komponen gaji dan tunjangan anggota DPR. Tidak hanya gaji pokok, setiap anggota legislatif juga memperoleh berbagai tunjangan yang jumlahnya diatur melalui regulasi resmi.
Gaji pokok anggota DPR ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara. Sementara itu, ketentuan mengenai fasilitas serta tunjangan melekat diatur dalam Surat Edaran Sekretariat Jenderal DPR RI No.KU.00/9414/DPR RI/XII/2010 dan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015. Berikut rinciannya:
- Gaji pokok Ketua DPR : Rp 5.040.000
- Gaji pokok Wakil Ketua DPR : Rp 4.620.000
- Gaji pokok Anggota DPR : Rp 4.200.000
- Tunjangan istri/suami : Rp 420.000
- Tunjangan anak : Rp 168.000
- Uang sidang/paket : Rp 2.000.000
- Tunjangan jabatan : Rp 9.700.000
- Tunjangan beras : Rp 30.090 per jiwa
- Tunjangan PPh Pasal 21 : Rp 2.699.813
- Tunjangan kehormatan Ketua badan/komisi : Rp 6.690.000
- Tunjangan kehormatan Wakil ketua badan/komisi : Rp 6.450.000
- Tunjangan kehormatan Anggota : Rp 5.580.000
- Tunjangan komunikasi intensif Ketua badan/komisi : Rp 16.468.000
- Tunjangan komunikasi intensif Wakil ketua badan/komisi : Rp 16.009.000
- Tunjangan komunikasi intensif Anggota : Rp 15.554.000
- Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Ketua badan/komisi : Rp 5.250.000
- Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Wakil ketua badan/komisi : Rp 4.500.000
- Tunjangan peningkatan fungsi pengawasan dan anggaran Anggota : Rp 3.750.000
- Bantuan langganan listrik dan telepon : Rp 7.700.000
- Tunjangan perumahan pengganti rumah dinas : Rp 50.000.000
Dengan dasar aturan tersebut, total penghasilan seorang anggota DPR RI dapat mencapai lebih dari Rp 100 juta per bulan, khususnya bila menjabat sebagai ketua atau wakil ketua DPR maupun pimpinan komisi.
Itulah tadi penjelasan lengkap mengenai anggota DPR yang ternyata tetap membayar pajak meski ditanggung oleh negara. Semoga bermanfaat!
(par/par)
Komentar Terbanyak
UGM Batalkan Sewa Gedung untuk Launching Buku Roy Suryo dkk
Ditolak UGM, Launching Buku Roy Suryo dkk Pindah ke Kafe
Judul Buku Roy Suryo dkk yang Batal Dilaunching di UC UGM: Jokowi's White Paper