Eks Bupati Sleman, Sri Purnomo, menjalani persidangan terkait dugaan penyelewengan dana hibah pariwisata Rp 10 miliar. Anak dan istrinya ikut terseret dalam kasus itu.
Dalam kasus ini, penyelewengan dana hibah pariwisata Kabupaten Sleman 2020 dinilai mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 10.952.457.030. Sri Purnomo pun didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP.
Kasus itu berawal saat pemerintah memberikan hibah untuk pemda yang terdampak pandemi COVID-19 di sektor pariwisata senilai Rp 68.518.100.000 pada 2020. Ketentuan soal dana hibah pariwisata ini tertuang dalam Peraturan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif nomor KM/704/PL.07.02/M-K/2020 tanggal 9 Oktober 2020.
"Pada huruf G angka 1 poin c menyebutkan 'Dana hibah yang diberikan kepada pemerintah daerah dibagi dengan imbangan 70% dialokasikan untuk bantuan langsung kepada industri hotel dan restoran dan 30% untuk pemerintah daerah digunakan untuk penanganan dampak ekonomi dan sosial dari Pandemi COVID-19 terutama pada sektor pariwisata'," bunyi surat dakwaan JPU, Kamis (18/12/2025).
Beri Aba-aba ke Tim Pemenangan Istri
Sri Purnomo yang saat itu merupakan Bupati Sleman sekaligus penerima hibah, menerbitkan Perbup Sleman Nomor 49 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemberian hibah Pariwisata tanggal 27 November 2020. Perbup itu mengatur alokasi hibah 70 persen bagi pelaku usaha hotal dan restoran, lalu 30 persen bagi kelompok masyarakat di sektor pariwisata.
Jaksa menyebut sebelum perbup itu terbit, Sri Purnomo sudah memberi aba-aba ke tim koalisi pemenangan istrinya, Sri Kustini, dan Danang Maharsa soal adanya dana hibah pariwisata ini. Salah satunya, Ketua PDIP Sleman kala itu yang juga tim koalisi pemenangan Pilkada Sleman 2020, Kuswanto.
"(Kuswanto) merupakan Tim Koalisi Pemenangan Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sleman Tahun 2020 dengan penyampaian 'ini ada dana dari kementerian pariwisata pusat yang nganggur, bisa digunakan untuk pemenangan'," ujar JPU.
Informasi itu pun ditindaklanjuti saksi dengan mengumpulkan para pengurus DPC PDIP. Kuswanto disebut menginformasikan penggunaan dana hibah pariwisata itu untuk pemenangan Paslon Cabup-Cawabup Sleman nomor urut 3 Kustini Sri Purnomo dan Danang Maharsa.
Tak hanya itu, Sri Purnomo juga memerintahkan Sekretaris PAN Sleman Arif Kurniawan dan Wakil Ketua PAN Sleman Dodik Ariyanto untuk menggunakan program hibah pariwisata itu untuk menjaring suara untuk paslon Kustini dan Danang Maharsa.
Selanjutnya, politikus PAN ini menunjuk lima Desa Wisata di Minggir, Moyudan, dan Seyegan sebagai penerima program dana hibah pariwisata Sleman 2020 dengan timbal balik memilih paslon Kustini dan Danang. Tak hanya itu, dengan perintah Sri Purnomo, Dodik juga menyosialisasikan soal hibah itu ke wilayah Gamping, Mlati, Godean, Seyegan, Moyudan dan Minggir yang merupakan wilayah dari daerah pemilihan (Dapil) V.
"Dengan menyampaikan, akan ada bantuan hibah pariwisata dari pusat untuk masyarakat yang akan mengajukan agar menyusun proposal, selanjutnya proposal akan dikumpulkan dan meminta agar dibantu mensukseskan Paslon Nomor Urut 3 pada Pemilihan Kepala Daerah Kabupaten Sleman tahun 2020," urai JPU.
Anak Disebut dalam Dakwaan
Anak Sri Purnomo dan Kustini, Raudi Akmal, juga disebut dalam dakwaan tersebut. Raudi diketahui merupakan anggota tim sukses pemenangan Kustini-Danang di Pilkada Sleman 2020 itu disebut aktif melobi sejumlah pihak termasuk memberi perintah ke tim relawan untuk mengajukan proposal hibah pariwisata dengan imbalan memberikan dukungan suara ke Kustini-Danang.
Sekitar Oktober 2020, Raudi disebut meminta Kabid Pengembangan SDM dan Usaha Pariwisata Dinas Pariwisata (Dinpar) Sleman, Nyoman Rai Savitri untuk datang ke rumah dinas Bupati Sleman. Dalam pertemuan itu, Raudi menyampaikan pesan agar program dana hibah itu tak diumumkan ke desa wisata.
"Selanjutnya saksi Raudi menyampaikan kepada saksi Nyoman Rai Savitri, 'Bapak (Sri Purnomo) minta jangan disosialisasikan ke Desa Wisata, kalau Ibu tidak percaya kita ketemu Bapak sekarang'," kata JPU saat membacakan surat dakwaan di persidangan.
Dalam pertemuan itu disampaikan jika sosialisasi soal dana hibah pariwisata akan dilakukan tim sukses paslon Kustini-Danang. Kemudian pada November 2020 terkumpul ada 167 proposal permohonan yang diserahkan Raudi ke Nyoman Rai Savitri.
"Bahwa atas pengumpulan proposal yang dilakukan oleh saksi Raudi Akmal dan diserahkan kepada Dinpar Sleman yang bukan berasal dari desa wisata yang telah mendapatkan Surat Keputusan Bupati atau Surat Keputusan Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman diberikan tulisan atau kode 'RA' yang merupakan kode proposal yang berasal dari titipan saksi Raudi," ujar JPU.
Raudi juga menggalang pertemuan para dukuh dari Kalurahan Pandowoharjo dan Trimulyo untuk menyosialisasikan dana hibah pariwisata ini. Raudi pun menjanjikan bakal mengawal proposal tersebut.
"Saksi Raudi akan mengawal proposal tersebut, saksi Raudi juga menyampaikan agar proposal diserahkan kepada saksi Joko Triyono, saksi Raudi menyampaikan memohon bantuan untuk Pemenangan Pasangan Calon Bupati Wakil Bupati Kabupaten Sleman Nomor Urut 3 (Kustini-Danang)," ucap JPU.
Tanggapan Raudi
Raudi kemudian memberi tanggapan melalui kuasa hukumnya, Rizal, yang menegaskan rangkaian proses yang dilakukan oleh kliennya mulai dari pengajuan hingga pelaksanaan hibah berada dalam koridor mekanisme pemerintahan yang sah dan merupakan manifestasi dari fungsi representasi DPRD.
Dalam dakwaan, JPU menyoroti keterlibatan Raudi Akmal dalam mengoordinasikan proposal kelompok masyarakat, termasuk pemberian kode khusus pada proposal. Menanggapi hal ini, Tim Kuasa Hukum menegaskan bahwa tindakan tersebut adalah bagian dari kewajiban konstitusional.
"Undang-undang dengan jelas menyatakan bahwa anggota DPRD berkewajiban memperjuangkan aspirasi konstituen dan peningkatan kesejahteraan masyarakat," ujar Rizal dalam keterangan tertulis yang diterima detikJogja, Jumat (19/12/2025).
Rizal menjelaskan, keterlibatan anggota DPRD dalam proses pengumpulan dan penyaluran aspirasi masyarakat, termasuk melalui skema hibah, justru merupakan mandat yang secara tegas diatur dalam peraturan perundang-undangan.
"Dalam konteks hibah pariwisata, pengumpulan dan penyampaian aspirasi itu adalah bagian dari pelaksanaan sumpah jabatan, bukan tindakan yang melanggar hukum," katanya.
Terkait sorotan bahwa Raudi Akmal bergerak di luar lingkup komisi teknis yang membidangi pariwisata, Tim Kuasa Hukum meluruskan bahwa batasan komisi adalah untuk pembagian fokus kerja internal DPRD, bukan pembatasan pelayanan kepada rakyat.
"Secara etika dan praktik politik, membantu masyarakat adalah kewajiban setiap anggota DPRD. Tidak ada satupun ketentuan yang melarang anggota DPRD memperjuangkan aspirasi rakyat hanya karena berada di luar komisi tertentu," jelas Rizal.
Lebih lanjut, Rizal juga menekankan bahwa seluruh proses hibah tetap berada dalam koridor administratif pemerintah daerah. Penilaian, verifikasi, hingga pencairan dana dilakukan oleh perangkat daerah sesuai ketentuan yang berlaku. Sehingga tidak dapat dimaknai sebagai intervensi atau penyalahgunaan kewenangan oleh pihak legislatif.
"Perlu dipahami secara utuh, memperjuangkan aspirasi masyarakat tidak sama dengan mengendalikan atau mengatur pelaksanaan teknis hibah. Ada mekanisme birokrasi yang berjalan dan itu menjadi tanggung jawab eksekutif," tegasnya.
Menurut Rizal, penting bagi semua pihak untuk membedakan antara kewajiban konstitusional wakil rakyat dengan dugaan pelanggaran hukum yang harus dibuktikan secara objektif di pengadilan.
"Melalui penjelasan ini, kuasa hukum berharap publik dapat melihat perkara hibah pariwisata Sleman secara proporsional dan menjunjung asas praduga tak bersalah," kata dia.
Simak Video "Video: Viral Rusa Berkeliaran di Jalanan Sleman, Bikin Kaget Pengendara"
(apu/apu)