Biografi HOS Tjokroaminoto, Guru Bangsa yang Wafat di Jogja pada Usia 52 Tahun

Nur Umar Akashi - detikJogja
Rabu, 17 Des 2025 11:01 WIB
Foto: HOS Tjokroaminoto (Pahlawan Center/Kemsos)
Jogja -

17 Desember 1934 menyisakan pilu bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal inilah, Raja Jawa Tanpa Mahkota, HOS Tjokroaminoto, menghembuskan napas terakhirnya. Selesai sudah perjuangan tak kenal lelahnya.

Dikutip dari jurnal Dakwah dan Komunikasi berjudul 'Haji Oemar Said Tjokroaminoto: Biografi, Dakwah dan Kesejahteraan Sosial' tulisan Abdul Syukur dkk, pria yang mendapat julukan Guru Bangsa ini lahir pada 16 Agustus 1882 di Ponorogo. Ia lahir membawa darah kyai sekaligus bangsawan sekaligus.

Kakeknya adalah RM Adipati Tjokronegoro, bupati di Ponorogo, Jawa Timur. Ayahnya tak kalah mentereng, Raden Mas Tjokromiseno, seorang wedana Distrik Kleco, Madiun. Buyutnya adalah Kiai Bagoes Kasan Basari, ulama terkenal yang punya pondok pesantren di daerah Tegalsari. Haji Oemar Said (HOS) Tjokroaminoto sendiri adalah anak kedua dari dua belas bersaudara.

Bagaimana latar belakang pendidikan sosok yang dikenal sebagai pemimpin SI ini? Apa saja sepak terjangnya untuk kepentingan bangsa dan negara? Simak selengkapnya lewat biografi ringkas di bawah ini!

Pendidikan dan Pekerjaan HOS Tjokroaminoto

Menurut informasi dari dokumen unggahan Eprints Ummetro, HOS Tjokroaminoto pertama belajar di Sekolah Rakyat Pemerintah Hindia. Lulus pada 1897, ia melanjutkan pendidikan ke Opleidingsschool Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA) di Magelang, Jawa Tengah.

Masuknya pria muda yang kelak jadi pahlawan nasional ini ke OSVIA bukanlah hal baru. Pada waktu itu, memang para pegawai pemerintahan alias Binnenland Bestuur (BB) biasa memasukkan putra-putrinya ke OSVIA. Harapannya, usai lulus dari sekolah itu, mereka bisa menjadi pegawai pemerintahan.

HOS Tjokroaminoto berhasil menamatkan sekolah calon pegawai itu pada 1902. Putra Ponorogo ini kemudian bekerja sebagai juru tulis patih di Ngawi, kendati berhenti karena lingkungan tidak bersahabat. Tanpa takut, Tjokroaminoto banting setir ke Semarang tahun 1905, bekerja sebagai kuli di pelabuhan.

Catatan lain menunjukkan, HOS Tjokroaminoto sempat belajar di jurusan teknik mesin di Sekolah Burgerlijke Avond School tahun 1907. Selang 5 tahun berikutnya, ia bergabung ke Sarekat Dagang Islam.

Kiprah HOS Tjokroaminoto di Sarekat Dagang Islam

Pada tahun 1912, Tjokroaminoto yang tengah bekerja di sebuah perusahaan konsultasi teknik diminta bergabung ke Sarekat Dagang Islam (SDI) Surakarta. Tak tanggung-tanggung, SDI rela menebusnya dengan uang karena ia masih punya kontrak.

Diringkas dari jurnal SULUK berjudul 'H.O.S. Tjokroaminoto dan Sarekat Islam dalam Representasi Hijrah-Perjalanan Tjokroaminoto: Tinjauan Teori Praksis Sosial dan Kapital Budaya Pierre Bourdieu' tulisan Fico Indra Prapta, SDI yang kemudian berubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) bertujuan untuk memberi atap perlindungan bagi para pedagang. Penyebabnya adalah tekanan dari para pedagang China dan bangsawan yang semakin kuat.

Begitu masuk SDI, Tjokroaminoto yang masih berusia 30 tahun sudah dipercaya sebagai pemimpin. Di bawah kontrol pikirannya, SDI berkembang pesat, sampai-sampai membuat Belanda khawatir. Hasilnya, SDI diberhentikan kegiatan-kegiatannya.

Pada 10 November 1912, HOS Tjokroaminoto mengajukan statuten perhimpunan Sarekat Islam, menandai pergantian nama dari SDI menjadi Sarekat Islam (SI). Organisasi ini dibangun di atas prinsip-prinsip Islam.

Ringkas cerita, HOS Tjokroaminoto memimpin SI selama periode 1912 hingga 1934. Dalam kurun waktu itu, ia berhasil mengembangkan SI menjadi organisasi yang diperhitungkan. Anggota dan simpatisannya sangat banyak dan berasal dari berbagai lapisan masyarakat.

Bukan hanya di Jawa, SI berkembang dengan begitu kencangnya di daerah-daerah luar. Pada periode 1912-1918, cabang SI Jakarta mencatat adanya 12.000 anggota. Lalu, dalam rapat besar antara 1919-1930 di Surabaya, jumlahnya mencapai lebih dari 90.000 orang. Pada 1934, anggota SI mencatatkan jumlah sebanyak 490.000 orang yang tersebar di seluruh Indonesia.

Sebagai seorang pemimpin, ide-ide Tjokroaminoto mengakar kuat di SI. Komitmennya untuk menghapus kapitalisme dan kolonialisme yang tidak sesuai dengan nilai budaya masyarakat Indonesia terasa begitu kuat.

Ia memimpin dengan mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan dan kepentingan bersama. Bahkan, meski berasal dari golongan muslim, Tjokroaminoto tidak pandang bulu dalam menjalankan tampuk kepemimpinan. Berbagai aspek pun diurusnya di SI, dari politik hingga ekonomi.

Julukan Guru Bangsa HOS Tjokroaminoto

Sebenarnya, apa yang membuat HOS Tjokroaminoto dijuluki Guru Bangsa? Dirujuk dari buku H.O.S. Tjokroaminoto Penyemai Pergerakan Kebangsaan & Kemerdekaan tulisan Djoko Marihandono dkk, rumah pria kelahiran Desa Bakur ini ternyata pernah menjadi indekos sejumlah tokoh.

Rumah Tjokroaminoto yang sederhana terletak di Jalan Paneleh VII, Surabaya. Untuk menambah penghasilan, sang empunya rumah membuka tempat pemondokan. Lebih dari 20 orang pelajar kemudian tinggal di rumah itu.

Di antara pelajar yang tinggal di sana adalah Kartosoewirjo, Soekarno, Musodo, Alimin, Abikoesno Tjokrosujoso, dan Sampoerno. Dari rumah inilah, lahir tokoh-tokoh bangsa yang perjuangannya menorehkan tinta sejarah Indonesia kelak.

Kehidupan akrab dalam rumah tersebut membuat pengaruh Tjokroaminoto tertanam di benak para pelajar yang tinggal. Apa lagi, istrinya, Soeharsikin, memberlakukan aturan ketat yang wajib dipatuhi, termasuk belajar mulai pukul 4 pagi.

Meski pada akhirnya ada perbedaan pandangan ideologi antara para pelajar kos itu, semuanya menjadi murid ideologi Tjokroaminoto. Di sana, ideologi kerakyatan, demokrasi, dan sosialisme diajarkan untuk menentang paham kapitalisme dan imperialisme.

Di samping rumah penuh pembelajarannya, HOS Tjokroaminoto juga terkenal senang menulis. Karyanya dalam bentuk buku antara lain berjudul Islam dan Sosialisme, Muslim National, Reglement Umum, dan Tarikh Agama Islam. SI pimpinannya pun menerbitkan sederet majalah, seperti Al Islam, Bendera Islam, dan Fadjar Asia.

Pemikiran-pemikiran Tjokroaminoto yang terpatri di benak masyarakat Indonesia, termasuk tokoh-tokohnya, membuatnya tidak berlebihan digelari Guru Bangsa. Bahkan sepeninggalnya, ide dalam buku-buku yang ia tulis terus berkontribusi.

Wafatnya HOS Tjokroaminoto di Jogja

Perjuangan HOS Tjokroaminoto terhenti pada usia 52 tahun karena jatuh sakit pasca mengikuti Kongres S1 di Banjarmasin. Menurut keterangan dari situs Taman Kebangsaan Universitas Jember, sang Guru Bangsa meninggal dunia pada 17 Desember 1934 di Jogja.

Sosoknya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Pekuncen. Nisannya bertuliskan 'Pahlawan Islam jang utama H.O.S Tjokroaminoto 10 Ramadlan 1353', sebagaimana dikutip dari laman resmi Kelurahan Pakuncen.

Kurang lebih 30 tahun setelah HOS Tjokroaminoto menghembuskan napas terakhir, pemerintah Indonesia menetapkannya sebagai pahlawan nasional. Ketetapan itu tercantum dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 590 tahun 1961.

Demikian biografi ringkas HOS Tjokroaminoto, Guru Bangsa yang wafat di Jogja pada 17 Desember 1934 dalam usia 52 tahun. Semoga menambah wawasan detikers, ya!



Simak Video "Video: Banyak Lahirkan Film Box Office, James Cameron Kini Jadi Miliarder"

(par/alg)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork