Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo merespons fenomena baru perekrutan kelompok teror yang terindikasi menyasar anak-anak. Dalam modus baru ini, kelompok teror menyusup melalui game online.
"Ya, jadi beberapa waktu ini kita menemukan fenomena baru, tren baru yang tentunya ini harus menjadi perhatian kita bersama," kata Listyo Sigit usai menghadiri acara Srawung Agung Kelompok Jaga Warga untuk Jogja Damai di halaman Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (21/11/2025)
Dia menjelaskan, proses radikalisasi sering kali bermula dari interaksi di dalam komunitas hobi. Dari sana, kemudian berlanjut dengan komunikasi yang lebih intens sembari menyusupkan paham radikal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena adanya beberapa hasil pendalaman dari kelompok-kelompok komunitas yang kemudian mereka memiliki hobi. Awalnya dengan hobi tersebut, ternyata kemudian di dalamnya juga kemudian kita dalami ada potensi-potensi yang kemudian terpapar oleh jenis-jenis permainan yang ada di game-game online," jelas dia.
Kapolri menyatakan, fenomena ini tak bisa dianggap remeh. Jika terus dibiarkan, dia menilai ke depan akan melahirkan generasi dengan pemahaman yang keliru dan bisa membahayakan masyarakat.
"Tentunya ini menjadi perhatian kita bersama. Kita terus dalami, dan harapan kita jangan sampai ini kemudian menjadi satu pemahaman yang kemudian diikuti yang tentunya kalau ini kita biarkan tentunya akan berdampak terhadap terganggunya keselamatan masyarakat dan jiwa orang lain," ujarnya.
Saat ini, polisi terus melakukan pendalaman pola-pola komunikasi dalam game online untuk menyebarkan paham radikal. Sebagai langkah awal pencegahan, Listyo Sigit meminta peran aktif masyarakat. Terutama peran keluarga dan orang tua untuk mengawasi dan mengontrol anak-anaknya dalam menggunakan teknologi.
"Artinya, perhatian kita kepada anak-anak kita, apalagi dengan berkembangnya teknologi informasi yang ada, tentunya jangan kita lepas, tapi bagaimana kita terus, mengontrol, memberikan edukasi," katanya.
Kapolri melanjutkan, semua perkembangan teknologi pada dasarnya dimaksudkan untuk membantu, memudahkan. Tapi dalam penggunaannya ada beberapa hal yang harus ditertibkan. Hal ini bukan dimaksudkan sebagai bentuk pembungkaman melainkan upaya menyelamatkan anak-anak agar tidak terpapar paham radikal.
"Ada hal-hal yang harus kita tertibkan di dalam penggunaan teknologi informasi. Tentunya tidak dalam rangka pembungkaman. Tapi kita memberikan edukasi yang lebih banyak sehingga, masyarakat, anak-anak kita kemudian terselamatkan. Dari potensi-potensi bahaya terpapar oleh paham-paham tertentu, hal-hal tertentu yang kemudian membahayakan keselamatan jiwa dan masyarakat," pungkasnya.
Melansir detikNews, Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri memaparkan adanya kenaikan jumlah anak yang terpapar paham radikal jaringan terorisme. Hal itu diduga akibat munculnya fenomena perekrutan kelompok teror melalui game online.
Juru bicara Densus 88 Antiteror, AKBP Mayndra Eka Wardhana, menyebutkan ada 17 anak yang diamankan karena terpapar jaringan teror sepanjang 2011-2017. Namun, pada 2025, jumlah itu naik signifikan.
"Densus 88 menyimpulkan bahwa ada tren yang tidak biasa dari tahun ke tahun, di mana pada tahun 2011-2017 itu Densus 88 mengamankan kurang lebih 17 anak dan ini dilakukan berbagai tindakan, tidak hanya penegakan hukum tetapi juga ada proses pembinaan," kata Mayndra dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (18/11).
"Namun, pada tahun ini, di tahun 2025 sendiri, seperti tadi disampaikan kurang lebih lebih ada 110 yang saat ini sedang teridentifikasi. Jadi artinya kita bisa sama-sama menyimpulkan bahwa ada proses yang sangat masif sekali rekrutmen yang dilakukan melalui media daring," lanjutnya.
Dia mengatakan korban dan pelaku hanya berinteraksi secara online dan tak saling. Densus mencatat ada setidaknya 110 anak berusia 10-18 tahun yang diduga telah terekrut jaringan terorisme. Para korban berasal dari 23 provinsi di Tanah Air, mayoritas dari Jawa Barat dan DKI Jakarta.
"Tadi totalnya ada 23 provinsi yang di dalam provinsi tersebut ada anak-anak yang terverifikasi oleh Densus 88. Tapi bukan berarti provinsi lain aman karena memang penyelidikan masih akan terus dilakukan," jelas dia.
"Provinsi yang di dalamnya paling banyak terpapar anak terhadap paham ini adalah Provinsi Jawa Barat, kemudian Jakarta," sambung Mayndra.
Mayndra menjelaskan, propaganda awal biasanya disebar melalui platform terbuka seperti Facebook, Instagram, dan game online. "Jadi, tentunya yang di platform umum ini akan menyebarkan dulu visi-visi utopia yang mungkin bagi anak-anak itu bisa mewadahi fantasi mereka sehingga mereka tertarik," tutur Mayndra.
"Seperti tadi disebutkan oleh Pak Dirjen dari Komdigi, ada beberapa kegiatan yang dilakukan anak-anak kita ini ya, bermain game online. Nah di situ mereka juga ada sarana komunikasi chat, gitu ya. Ketika di sana terbentuk sebuah komunikasi, lalu mereka dimasukkan kembali ke dalam grup yang lebih khusus, yang lebih terenkripsi, yang lebih tidak bisa terakses oleh umum," terangnya.
(aap/apu)












































Komentar Terbanyak
Polemik Dosen UGM Minta Naik Pangkat Berujung Dibebastugaskan
Geruduk Kantor PSSI, Ultras Garuda: Erick Thohir Out!
Roy Suryo Cs Kena Wajib Lapor-Dicekal ke LN Buntut Tuduh Ijazah Jokowi Palsu