Kepala sekolah yang menampar siswa yang merokok di SMAN 1 Cimarga banyak disorot. Pengamat Kebijakan Pendidikan Universitas Gadjah Mada (UGM), Dr Subarsono, M Si, MA melihat dari berbagai sisi dalam peristiwa itu mulai dari metode pendisiplinan dari pengajar dan juga respon orang tua siswa.
Dikutip dari detikEdu, Subarsono mengatakan langkah pendisiplinan dari guru terhadap murid yang merokok di lingkungan sekolah sudah benar. Karena guru juga berupaya agar murid berbudi luhur.
"Guru tidak hanya berfungsi sebagai pengajar untuk mentransfer ilmu, tetapi juga berfungsi sebagai pendidik, agar murid menjadi anak berkualitas, berkarakter dan berbudi luhur," ungkapnya kepada detikEdu, Jumat (17/8/2025).
Tapi ia menggarisbawahi metode pendisiplinan yang menurutnya perlu dievaluasi. Subarsono mengatakan cara pendisiplinan era dulu dan sekarang sudah berbeda.
"Penting bagi guru untuk memberikan metode pendisiplinan yang tepat di era kekinian, misalnya murid yang salah karena merokok diminta membuat karya pendek sekitar 500 kata apa dampak dari bahaya merokok dalam waktu 24 jam. Saya pikir anak akan mencari materi dari berbagai sumber di google," lanjut Subarsono.
Kemudian dari sisi orang tua, Subarsono menjelaskan agar tidak gegabah kemudian langsung melaporkan guru kepada polisi, apalagi ternyata anaknya yang melanggar aturan dan dilakukan pendisiplinan.
"Saya percaya bahwa guru tidak akan memberikan sanksi melebihi kepantasan ketika seorang murid melakukan kesalahan. Laporan kepada polisi justru akan merusak relasi antara orang tua dan murid di satu pihak dengan institusi sekolah dan guru di pihak lain," ujar Dosen Program Studi Manajemen Kebijakan Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM itu.
Menurutnya, kasus yang melibatkan guru dan siswa bisa diselesaikan melalui jalur di luar peradilan atau polisi. Bisa melalui mediasi antara orang tua dengan sekolah dan guru. Ini juga biasa dikenal sebagai restorative justice (keadilan restoratif).
"Cara penyelesaian di luar kepolisian akan lebih enak dan bisa menghindari lahirnya luka batin baik bagi pelaku maupun korban," tuturnya.
Subarsono juga melihat tindakan tidak tepat dari para siswa yang mogok sekolah sebagai aksi protes karena temannya ditampar. Kesalahan merokok di sekolah seharusnya tidak didukung dan itu sudah jelas diatur dalam UU No. 17 Tahun 2023 pasal 151 dan PP No. 28 Tahun 2024 tentang Kesehatan. Secara spesifik, kementerian pendidikan sudah mengeluarkan Permendikbud No. 64 Tahun 2015 tentang Kawasan Tanpa Rokok di Lingkungan Sekolah, khususnya di pasal 5 ayat 1 yang berbunyi, "Kepala sekolah, guru, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok di lingkungan sekolah."
"Membangun solidartas antarsiswa tidaklah salah, tetapi solidaritas perlu diwujudkan dalam konteks yang tepat, bukan membabi buta," tegasnya.
Untuk diketahui, peristiwa kepala sekolah menampar siswa yang merokok di SMAN 1 Cimarga banyak dibicarakan. Orang tua sempat lapor polisi bahkan kepala sekolah dinonaktifkan. Kemudian kedua belah pihak akhirnya saling memaafkan dan kepala sekolah bernama Dini Fitria itu kembali bertugas.
Simak Video "Video JPPI soal Penonaktifan Kepsek Tampar Murid: Tak Selesaikan Masalah"
(aap/aap)