Melihat Omah Demamit Bantul, Konon Gudang Bahan Peledak di Era Kolonial

Melihat Omah Demamit Bantul, Konon Gudang Bahan Peledak di Era Kolonial

Pradito Rida Pertana - detikJogja
Selasa, 07 Okt 2025 07:14 WIB
Pemilik pekarangan yang menjadi lokasi Omah Demamit, Agus Subiyanto (65) saat menunjukkan Omah Demamit di Ngentak, Seloharjo, Pundong, Bantul, Senin (6/10/2025).
Pemilik pekarangan yang menjadi lokasi Omah Demamit, Agus Subiyanto (65) saat menunjukkan Omah Demamit di Ngentak, Seloharjo, Pundong, Bantul, Senin (6/10/2025). (Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja.)
Bantul -

Kabupaten Bantul memiliki bangunan peninggalan zaman Belanda yang dikenal dengan nama Omah Demamit di Ngentak, Seloharjo, Pundong, Bantul. Bangunan tersebut bukanya rumah demit atau hantu, namun konon menjadi tempat penyimpanan bahan peledak saat penjajahan Belanda dan satu-satunya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Pantauan detikJogja, tampak bangunan itu berbentuk persegi dengan atap melengkung. Pada bagian depan bangunan tersebut tampak lubang berbentuk persegi sebagai pintu masuk.

Sedangkan bagian dalamnya terdapat beberapa rak yang menempel pada dinding. Selain itu, untuk luasan bangunan tersebut terbilang kecil.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uniknya, Omah Demamit itu berada di dalam pekarangan warga. Bahkan, bangunan tersebut hanya berjarak satu meter dari bangunan rumah warga.

Pemilik pekarangan yang menjadi lokasi Omah Demamit, Agus Subiyanto (65) mengatakan, bahwa Omah Demamit sudah ada sejak lama bahkan sejak zaman kakek neneknya. Menurutnya, di sekitar tempat tinggalnya dulu berdiri kompleks tempat tinggal orang-orang Belanda.

ADVERTISEMENT

"Jadi dulu pernah ada rumah orang Belanda yang disebut Loji di sini dan salah satu bagiannya Demamit itu," katanya saat ditemui di kediamannya, Pundong, Bantul, Senin (6/10/2025).

Namun pasca kemerdekaan Republik Indonesia (RI), bangunan Belanda di sekitar tempat tinggalnya dirusak oleh warga. Agus menilai semua itu sebagai bentuk euforia atas kemerdekaan atas Belanda.

"Nah, yang tersisa Omah Demamit itu. Jadi awalnya itu yang tinggal di sini menjadikan bangunan ukuran 3x3 meter itu tempat untuk menyimpan bahan peledak, dinamit. Tapi karena lidah orang Jawa di belok-belokkan jadi demamit, omah demit dan seterusnya," ujarnya.

Pemilik pekarangan yang menjadi lokasi Omah Demamit, Agus Subiyanto (65) saat menunjukkan Omah Demamit di Ngentak, Seloharjo, Pundong, Bantul, Senin (6/10/2025).Bagian dalam Omah Demamit di Ngentak, Seloharjo, Pundong, Bantul. Foto: Pradito Rida Pertana/detikJogja.

Menyoal bagaimana Omah Demamit bisa berada di pekarangan rumahnya, Agus mengungkapkan bahwa dahulu kakeknya memiliki tanah di Ngentak. Selanjutnya, tanah tersebut dibagi kepada ahli waris dan Agus mendapatkan bagian yang terdapat Omah Demamit tersebut.

"Jadi saya hanya kebetulan dapat ini (bagian tanah yang ada Omah Demamit). Lalu dari para pendahulu bilang sebaiknya itu (Omah Demamit) jangan diubah, jangan dirusak dan warga sini juga bilang jangan dirobohkan," ucapnya.

Oleh sebab itu, Agus mulai merawat Omah Demamit dengan cara membersihkan secara berkala. Pria berkacamata ini juga mengungkapkan, bahwa sejak awal sampai saat ini tidak pernah menemukan bahan peledak di sekitar Omah Demamit.

"Seingat saya dulu ada pintu yang kecil dari besi. Ya mungkin karena menyimpan bahan peledak jadi biar kuat, tapi sekarang pintu besi sudah keropos jadi tanah. Kalau di dalam Omah Demamit itu kosong dan saya juga tidak pernah menemukan bahan peledak di dalam atau sekitar bangunan," katanya.

Sedangkan untuk gambar di dalam Omah Demamit, Agus menyebut bahwa bukan bawaan bangunan tersebut. "Gambar itu digambar orang, bukan bawaan dari dulu," ujarnya.

Seiring berjalannya waktu, Dinas Kebudayaan mendatangi Kalurahan Seloharjo terkait adanya bangunan yang memiliki sejarah atau tidak. Selanjutnya Kalurahan menyebut jika ada bangunan peninggalan Belanda di Ngentak.

"Awalnya dari dinas kebudayaan dan purbakala ke sini, tapi secara bertahap. Mereka dapat informasi dari Kalurahan Seloharjo 2-3 tahun sebelum tahun 2020 dan akhirnya tahun 2020 Omah Demamit ini jadi Cagar Budaya," ucapnya.

Agus menyebut bahwa saat itu petugas menilai Omah Demamit sarat akan sejarah. Bahkan, Omah Demamit itu menjadi satu-satunya di DIY.

"Kata petugasnya saat itu kenapa jadi Cagar Budaya karena bangunan itu ada sejarahnya, kemudian jumlahnya langka dan ternyata di DIY cuma ada ini. Jadi ini harus dirawat dengan sungguh-sungguh," katanya.

Alhasil, Agus mengaku mendapat bantuan dari Pemkab Bantul Rp 5 juta. Di mana uang tersebut Agus gunakan untuk memperkuat Omah Demamit.

"Dapat bantuan dari Pemda Bantul sekitar Rp 5 juta dan saya pakai untuk konblok di pinggir-pinggir biar awet. Selain itu nambal di bagian atasnya karena yang atas itu sudah retak-retak kalau kehujanan itu kan tembus airnya," ujarnya.

Terpisah, Kepala Seksi Warisan Budaya Benda Dinas Kebudayaan (Disbud) Kabupaten Bantul, Elfi Wachid Nur Rahman menjelaskan, bahwa Omah Demamit memiliki panjang 288 Cm dan lebar 288 Cm. Sedangkan tinggi atap 335 Cm, tinggi dinding 230 Cm dan tebal dinding 33 Cm.

"Omah Demamit menghadap ke timur dengan kusen pintu berukuran panjang 78 cm dan lebar 58 cm. Kusen pintu diberi plat logam pada bagian luar dengan ukuran panjang 69 cm dan lebar 5 cm," ucapnya kepada detikJogja hari ini.

Di dalam ruang Omah Demamit terdapat profil tiga susun dari atas ke bawah di keempat sudutnya. Di mana profil tersebut berbentuk piramida terbalik.

"Untuk fungsi profil tersebut belum diketahui dan untuk bangunan Omah Demamit terbuat dari bahan bata dengan spesi bligon. Pada bangunan terdapat teknik konstruksi pembuatan atap dari susunan bata yang melengkung," ujarnya.

Elfi juga menyebut bahwa Omah Demamit telah berlabel Cagar Budaya. Keputusan itu tertuang dalam Surat Keputusan (SK) Bupati No.688 tahun 2020.

"Omah Demamit itu ditetapkan jadi Cagar Budaya tahun 2020 dan di DIY memang hanya ada di situ (Pundong)," katanya.




(aap/ahr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads