7 Fakta Baru Kasus Mafia Tanah yang Menimpa Mbah Tupon

Round-Up

7 Fakta Baru Kasus Mafia Tanah yang Menimpa Mbah Tupon

Tim detikJogja - detikJogja
Rabu, 30 Apr 2025 07:00 WIB
Tupon saat ditemui wartawan di kediamannya, Sabtu (26/4).
Tupon saat ditemui wartawan di kediamannya, Sabtu (26/4). Foto: Adji Ganda Rinepta/detikJogja
Jogja -

Penanganan kasus mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon (68) asal Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, menguak sejumlah fakta baru. Berikut wawancara dengan Mbah Tupon, serta pernyataan dari BPN Bantul, Kanwil BPN DIY, dan Bupati Bantul, kemarin.

Duduk Perkara Versi BPN Bantul

Kantor Pertanahan atau Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bantul turun tangan terkait kasus tanah Mbah Tupon yang sertifikatnya tiba-tiba berganti nama dan dijaminkan di bank. Kasus dugaan mafia tanah itu sedang ditangani Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).

Kepala Kantor Pertanahan Bantul, Tri Harnanto, menjelaskan kronologi dari objek bidang tanah yang bermasalah. Menurutnya, objek bidang tanah yang dimiliki Mbah Tupon semula adalah sertifikat hak milik dengan nomor 4993/Bangunjiwo yang luasannya 2.103 m2.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pada tahun 2021 saat itu Mbah Tupon memecah sertifikat itu menjadi tiga bidang, yakni SHM 24451 yang semula luas 1.756 m2. Kemudian saat itu ada permohonan dilepaskan untuk jalan dan luasan terakhir adalah 1.655 m2," kata Tri di Bantul, Selasa (29/4/2025).

Kemudian SHM 24452 seluas 292 m2 dijual kepada seseorang, dan SHM 24453 seluas 55 m2 dihibahkan kepada warga setempat yang mana digunakan untuk gudang RT.

ADVERTISEMENT

"Lalu yang jadi viral, permasalahan di lokasi itu adalah SHM 24451 seluas 1.655 m2. Di mana saat ini sudah beralih kepemilikannya kepada seseorang berdasarkan akta jual beli yang dibuat oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) di wilayah Bantul," ujarnya.

"Nah, terhadap SHM 24451 ini juga dilekati hak tanggungan oleh Bank PNM pada bulan Agustus 2024," lanjut Tri.

Peristiwa tersebut menjadi viral ketika pihak bank mengunjungi Tupon dan bilang bahwa objek bidang tersebut dilakukan lelang. Menurut Tri, sumber permasalahannya ada pada bidang objek itu.

"Terkait dengan itu, karena Mbah Tupon tidak pernah merasakan adanya peralihan dan keinginan Mbah Tupon hanya sebatas memecah bidang tanah. Sehingga permasalahan ini menjadi viral ketika dilakukan melalui jalur medsos. Intinya seperti itu," ucapnya.

Menyikapi hal itu, BPN Bantul sudah menempuh sejumlah langkah. Pertama, mengamankan warkah-warkah terkait pemecahan, peralihan, dan pelekatan hak tanggungan.

Warkah adalah dokumen yang menjadi bukti fisik dan yuridis terkait dengan bidang tanah yang digunakan sebagai dasar pendaftaran tanah.

Langkah kedua, pada Senin (28/4), ATR/BPN Bantul sudah berkoordinasi dan mencari informasi lebih lanjut ke Kalurahan Bangunjiwo bersama Pemkab Bantul.

Kantor PPAT Tutup Saat Didatangi

BPN Bantul juga telah mendatangi kantor PPAT yang bersangkutan dalam permasalahan ini.

"Kemudian kami juga mendatangi kantor PPAT dan fakta di lapangan kantor itu tutup, tidak ada orangnya, sehingga kami tidak bisa menggali keterangan lebih lanjut dari pihak PPAT. Kami sudah melaporkan semuanya ke Kakanwil BPN DIY," kata Tri, kemarin.

"Kemudian langkah yang sudah saya lakukan terhadap hasil penelitian lapangan tersebut, saya telah berkirim surat kepada Kanwil BPN DIY terkait permohonan rekomendasi untuk melakukan blokir internal," imbuhnya.

Hal itu didasari juga dengan fakta bahwa kasus ini begitu masif. Selain itu ada permohonan dari Tupon untuk melakukan blokir terhadap SHM, di mana SHM itu juga melekat hak tanggungan.

"Saat ini kami menunggu jawaban dari Kanwil BPN DIY terkait rekomendasi dari Kakanwil. Setelah ada rekomendasi itu di dalam KKP aplikasi, akan kami lakukan tindakan blokir internal terhadap sertifikat hak milik 24451," ucapnya.

"Sehingga dapat membantu Pak Tupon dalam hal ini sementara terlindungi sambil menunggu proses-proses yang dilakukan pihak Polda DIY. Di mana Polda DIY tengah melakukan penyelidikan," sambung Tri.

PPAT Bisa Dihukum Berat

BPN Bantul juga bersurat ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), menyatakan bahwa objek bidang tanah tersebut masih dalam sengketa dan menjadi atensi berbagai pihak. Sehingga nanti KPKNL dalam melakukan proses lelang sudah mencermati terlebih dahulu.

"Kemudian langkah-langkah yang saya sampaikan tadi kami memanggil pihak PPAT dalam konteks majelis pembinaan dan pengawasan PPAT. Jadi dimintai keterangan terkait dengan peristiwa ini, sehingga dari keterangan itu akan ditentukan pelanggaran apa yang dia lakukan," ucapnya.

Bahkan, tidak menutup kemungkinan pihak PPAT dapat terkena hukuman jika terbukti bersalah.

"Kalau pelanggarannya memang berat dan tidak bisa ditolerir maka hukuman yang terberat adalah penghentian tidak hormat. Jadi hukuman itu akan sesuai berat ringannya sebuah pelanggaran yang dia lakukan," ujarnya.

Sertifikat Tanah Mbah Tupon Diblokir

Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Negara (BPN) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) memblokir sertifikat tanah milik Mbah Tupon (68) warga Bantul yang tiba-tiba berganti nama Indah Fatmawati. Saat ini status sertifikat itu sudah status quo.

Kepala Kanwil BPN DIY, Dony Erwan Brilianto, menjelaskan pemblokiran ini dilakukan lantaran adanya sengketa.

"Kalau kita namanya pemblokiran internal ya, karena ada sengketa, juga ada laporan ke Polda," jelas Dony saat dihubungi wartawan, Selasa (29/4/2025).

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

"Sementara ya status quo dulu, ndak bisa dilakukan, itu termasuk peralihan haknya juga, terus pelelangan, juga kita status quo-kan," sambungnya.

Sebagai informasi, status quo adalah menjaga keadaan tanah sebagaimana adanya sebelum sengketa terjadi. Tidak ada pihak yang boleh melakukan perubahan, penjualan, atau pembangunan pada tanah tersebut hingga sengketa diselesaikan.

"Kemarin kan dari Bantul memberikan surat ke kami, terus kami melakukan pertimbangan, terus hari ini kami lakukan (kirimkan) pertimbangan ke Bantul dan mungkin (pemblokiran) bisa dilakukan hari ini juga di jam kerja," ujar Dony.

Dugaan Pelanggaran Prosedur Peralihan Hak

Terkait kasus Tupon, Dony menduga ada prosedur yang dilanggar dalam proses peralihan hak. Yakni dalam proses di PPAT yang harusnya membacakan akta sebelum ditandatangani kedua pihak.

"PPAT melakukan pembacaan akta jual beli, apakah ada yang keberatan dengan bunyi akta, kalau tidak ada yang keberatan baru diparaf per halaman. Kemudian tanda tangan di akta jual beli atau peralihan hak," urai Dony.

"Meskipun membacakannya dalam bahasa Indonesia terus diterangkan dengan bahasa Jawa juga nggak apa-apa. Secara prosedur juga menggunakan dua saksi, terus penjual dan pembeli," ungkapnya.

Terkait tindak lanjut selanjutnya terhadap status quo sertifikat tersebut, Dony mengatakan akan menunggu segala proses penyelidikan kepolisian selesai.

"Kami tetap berjuang untuk haknya Pak Tupon itu untuk bisa dipulihkan. Tapi nanti mungkin masih menunggu penyelidikan dari Polda," pungkasnya.

Tanda Tangan Tanpa Dibacakan Isi Dokumen

Mbah Tupon (68), menceritakan kejanggalan yang dialaminya sebelum sertifikat tanahnya tiba-tiba berganti nama. Dia mengaku beberapa kali menandatangani dokumen terkait pecah tanah tanpa diawali pembacaan isi dokumen oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT).

Tanpa dibacakan, Mbah Tupon yang buta huruf itu mengaku tidak mengerti apa yang dia tanda tangani.

"Ping tigo nopo ping pinten niku, mboten kemutan kulo nggihan (Tiga kali atau berapa kali itu, saya tidak ingat pastinya)," kata Tupon kepada wartawan di rumahnya, Selasa (29/4/2025). Saat itu wartawan menanyakan berapa kali dia diminta menandatangani dokumen.

"Mboten diwacakke, ngertose naming ken tanda tangan (Tidak dibacakan, tahunya hanya disuruh tanda tangan)," ujarnya.

Penandatanganan dokumen diduga terkait pecah tanah itu Tupon lakukan di Krapyak, Sewon, Bantul.

Tupon menjelaskan, awalnya Triono mendatanginya untuk memberitahu adanya keperluan untuk tanda tangan terkait luasan tanah 298 meter persegi yang dibeli Bibit Rustamto. Mbah Tupon hanya mendapat informasi tanda tangan itu untuk melengkapi proses balik nama.

"Terus kulon jawab nggih, terus enjinge kulo mriki teng gene Pak Bibit tanglet pripun Pak Bibit kok kulo kon ken tanda tangan teng Krapyak (Terus saya iyakan dan paginya ke tempat pak Bibit tanya kok saya suruh tanda tangan di Krapyak)," katanya.

Selanjutnya, Tupon menyebut bahwa Bibit meminta dirinya agar mengikuti saja.

"Pak Bibit omong mbah kowe manuto wae, ora popo, pokokke kowe tak kawal seko omah lewat HP (Pak Bibit bilang diikuti saja Mbah, tidak apa-apa, nanti saya kawal dari rumah melalui HP)," ujarnya.

Alhasil, Tupon dijemput seorang wanita dan diajak untuk ke Krapyak. Saat itu Tupon tidak didampingi anaknya.

"Kulo disanjangi Bu Fitri, 'Pak sertifikatmu kuwi aku ora ngowah-ngowah gonamu, isih utuh, sing tak balik nama ki sing 298 m2' (Saya diberitahu Bu Fitri, 'Pak sertifikatmu tidak saya ubah, utuh, yang saya balik nama hanya yang 298 m2'). Terus dugi Krapyak tanda tangan, mboten diwacakke (Lalu sampai Krapyak tanda tangan, tidak dibacakan isi dokumen yang ditandatangani)," ucapnya.

Oleh sebab itu, Tupon meminta bantuan Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih agar sertifikat tanahnya bisa kembali lagi atas namanya.

"Kulo nyuwun tulung bantuane pak Bupati, enggal-enggak gek wangsul sertifikat kulo (Saya minta tolong bantuan Bupati, semoga segera kembali sertifikat saya)," katanya.

Bupati Bantul Jamin Keamanan Mbah Tupon

Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih membentuk tim hukum dari Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bantul untuk mendampingi Mbah Tupon. Halim juga meminta bantuan Dandim 0729 untuk menjamin keamanan Mbah Tupon.

"Jadi insyaallah kami berkomitmen ini akan kita selesaikan sampai hak-hak Mbah Tupon ini bisa dikembalikan. Kita akan terus berjuang untuk mengembalikan hak-hak Mbah Tupon," katanya di Ngentak, Bangunjiwo, Kasihan, Bantul, Selasa (29/4/2025).

Tim hukum dari Pemkab Bantul itu diketuai oleh Kabag Hukum Pemkab Bantul.

"Tim hukum ini nanti akan melakukan pertama, investigasi, mengungkap fakta-fakta yang seterang-terangnya. Lalu tim hukum akan melakukan pendampingan sampai ke instansi hukum atau aparat penegak hukum bilamana mediasi itu gagal dilakukan," ucapnya.

Setelah itu, Halim menyebut akan ada pendampingan untuk keluarga Mbah Tupon. Pendampingan itu terkait memastikan tidak ada orang asing yang mengintervensi Mbah Tupon selama kasus tersebut bergulir.

"Saya tadi juga minta bantuan Pak Dandim 0729/Bantul, bagaimana keamanan Mbah Tupon dan keluarga ini harus terjamin," ujarnya.

"Mengapa? Kita harus mengantisipasi, ya mudah-mudahan tidak terjadi barangkali ada orang tidak dikenal tiba-tiba melakukan tekanan, tahu-tahu pak Tupon harus tanda tangan, ini harus kita jaga," lanjut Halim.

Selain meminta bantuan Kodim 0729/Bantul, Halim juga meminta kepada perangkat Kalurahan Bangunjiwo untuk ikut menjaga Mbah Tupon.

Halaman 2 dari 2
(dil/dil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads