Guru Sekolah Pinggiran Kulon Progo Sambat soal Zonasi ke Mendikdasmen

Guru Sekolah Pinggiran Kulon Progo Sambat soal Zonasi ke Mendikdasmen

Jalu Rahman Dewantara - detikJogja
Rabu, 13 Nov 2024 13:47 WIB
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti saat mendengarkan curhatan para guru Kulon Progo di SMA N 2 Wates, Kulon Progo, Rabu (13/11/2024).
Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu'ti saat mendengarkan curhatan para guru Kulon Progo di SMA N 2 Wates, Kulon Progo, Rabu (13/11/2024). Foto: Jalu Rahman Dewantara/detikJogja

Merespons keluhan itu, Mendikdasmen Abdul Mu'ti meminta para guru untuk melihat penerapan sistem zonasi dari perspektif yang lain. Dijelaskan bahwa sistem ini sejatinya punya tujuan baik untuk pemerataan pendidikan anak-anak.

"Sebelum ini kita melihat ada sekolah yang favorit, dan ada yang elite, dan sekolah yang alit (kecil). Sekolah elite itu ya memang elite, orang kalau masa pemberangkatan itu bikin macet karena diantarnya dengan mobil, tapi memang ada yang alit, yang kecil-kecil itu. Nah dengan zonasi itu mereka bisa belajar dengan sekolah yang terdekat dengan rumahnya," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dia mengatakan zonasi ini juga punya tujuan untuk menghilangkan sekat antara murid dari kalangan bawah dengan murid dari kalangan atas.

"Kami ingin menegaskan bahwa dengan zonasi itu juga terjadi integrasi sosial, antara murid dari keluarga elite dengan murid dari keluarga alit. Kemudian yang ketiga, filosofinya itu yang di bawah akan naik, bukan yang di atas turun. Jadi yang sekolah elite itu kita usahakan tetap elite, tetap papan atas," terangnya.

ADVERTISEMENT

Kendati begitu, Abdul tak menampik jika penerapan sistem zonasi PPDB selama ini banyak diselimuti persoalan. Salah satunya dalam pelaksanaan pembelajaran di mana tingkat pengetahuan siswa dalam satu kelas menjadi tak merata, hal ini membuat guru ikut bingung dalam menjelaskan materi.

"Memang ada masalah, bukan tidak ada masalah, selain masalah yang berkaitan dengan swasta yang ditinggalkan oleh murid itu ada masalah akademik. Saya punya saudara guru, ini dulu dia ngajar di sekolah favorit di Kudus. Dia cerita saat masa zonasi ini kalau ada murid yang bingung itu yang bingung 20, ke 21 itu gurunya. Karena nggak tahu bagaimana mengelola murid dengan heterogenitas kemampuan akademik yang memang sangat timpang," ucapnya.

"Yang cerdas belum dijelaskan sudah paham, yang slow learner itu dijelaskan bolak balik ora dong (tidak paham). Sampai gurunya sendiri bingung cara menjelaskannya bagaimana. Nah ini memang harus ada exit strategi, caranya bagaimana," imbuhnya.

Abdul mengatakan sebagai upaya mencari solusi atas persoalan zonasi, pihaknya telah menjaring aspirasi dari para kepala Dinas Pendidikan di seluruh Indonesia dan organisasi pendidikan lainnya. Hasilnya berupa panduan pelaksanaan PPDB terbaru yang kini sedang disusun dan ditargetkan rampung pada Februari 2025 mendatang.

"Nah ini yang kita tetap usahakan sehingga dengan kami mengundang kepala dinas itu, kami sudah dapatkan data dan laporan aspirasi dari para kepala dinas dan juga beberapa organisasi yang kami kunjungi nanti coba kita lihat lagi bagaimana skema dari zonasi. Dan PPDB itu, mudah-mudahan pada Februari atau paling telat Maret itu sudah turun panduan PPDB sehingga ada waktu kepala dinas untuk menyiapkan pelaksanaannya di tahun ajaran 2025-2026," jelasnya.

Terkait dengan permintaan guru agar UN digelar kembali, Abdul menyebut hal ini masih dalam tahap kajian.

"Soal UN itu belum ada keputusan dari kami. Kami juga masih berusaha melakukan pengkajian, ada tim kajian yang dibentuk untuk melakukan telaah tentang UN itu, apakah namanya tetap assessment nasional seperti sekarang, ataukah nanti ada assessment yang disempurnakan atau ada nanti UN versi baru, atau apalah nanti namanya tunggu saja sampai itu benar-benar kita ambil keputusan. Karena memang ini masih dalam pengkajian dan banyak pro kontra di masyarakat yang harus kami dengarkan dengan saksama," ujarnya


(apu/rih)

Hide Ads