Majelis hakim PN Sleman menjatuhkan hukuman mati terhadap Heru Prastiyo, terdakwa kasus mutilasi dengan korban Ayu Indraswari pada pertengahan Maret lalu. Berikut hal-hal yang memberatkan tuntutan pidananya.
Sidang pembacaan putusan yang dipimpin ketua majelis hakim Aminuddin, Rabu (30/8), perbuatan terdakwa dinyatakan sangat sadis dan biadab.
"Keadaan yang memberatkan, perbuatan yang dilakukan terdakwa sangat terencana dan matang. Perbuatan terdakwa sangat sadis, biadab dan tidak berperikemanusiaan," kata Aminuddin, Rabu (30/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hakim menyatakan perbuatan terdakwa menimbulkan rasa duka yang mendalam, trauma, dan penderitaaan yang berkepanjangan bagi keluarga korban, khususnya bagi anak korban.
Hakim juga menyebut perbuatan terdakwa mengejutkan dan menakutkan sehingga meresahkan masyarakat, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan umumnya di Indonesia.
"Keadaan yang meringankan tidak ada," ucap hakim.
Vonis ini sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang meminta terdakwa dihukum mati.
Dalam persidangan, Aminuddin mengungkapkan terdakwa Heru sudah merencanakan pembunuhan itu. Heru awalnya menghubungi Ayu untuk mengajak berkencan. Dia lalu membunuh dan memutilasi Ayu karena berusaha merampas hartanya.
Aminuddin menyampaikan, terdakwa berusaha merampas harta korban untuk melunasi hutang pinjaman online (pinjol) dan digunakan untuk judi online.
Atas berbagai pertimbangan itu, majelis hakim menjatuhkan hukuman mati terhadap terdakwa.
"Dua menjatuhkan pidana terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," kata Aminuddin.
Sebelumnya, majelis hakim menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan telah memenuhi unsur dalam pasal 340 KUHP.
"Mengadili, satu, menyatakan terdakwa Heru Prastiyo alias Putra Dewa bin Imbuh Cahyono terbukti secara sah meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan berencana," kata hakim ketua Aminuddin saat membacakan amar putusan, Rabu (30/8).
"Kedua, menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucapnya.
Ketiga barang bukti berupa dua jam tangan dimusnahkan. Sementara itu sepeda motor Scoopy dikembalikan ke orang tua korban.
Hakim kemudian memberikan waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah terdakwa melakukan banding, menerima, atau pikir-pikir.
Atas putusan ini kuasa hukum terdakwa, Sri Karyani, akan mendiskusikan langkah selanjutnya dengan terdakwa.
"Nanti kami dari tim penasehat hukum akan berunding dulu dengan saudara terdakwa. Tadi sudah dibacakan langsung, secara daring terdakwa mendengar langsung sendiri apa yang diputuskan oleh hakim. Pilihannya adalah menerima, banding, ataupun pikir-pikir dalam waktu 7 hari ini kami menyatakan pikir-pikir sambil berunding dengan terdakwa dan keluarga terdakwa," kata Yani.
(dil/aku)
Komentar Terbanyak
UAD Bikin Rudal Merapi Antipesawat, Mampu Kunci Target dengan Cepat
Pakar UGM Sebut Pajak Toko Online Langkah Positif, tapi...
Israel Tuduh Iran Luncurkan Rudal Saat Gencatan Senjata, Ancam Serang Teheran