Kabupaten Lamongan dapat menjadi salah satu destinasi wisata religi di Jawa Timur. Selain makam Sunan Drajat, ada Kompleks Sendang Duwur yang menjadi lokasi masjid sekaligus makam kuno Sunan Sendang Duwur.
Kompleks ini terletak di Bukit Aminuton, Desa Sendang Duwur, Kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan. Raden Noer Rahman atau Sunan Sendang Duwur dikenal karena kesaktiannya memindahkan masjid hanya dalam satu malam.
Masjid tersebut kini dikenal sebagai Masjid Sendang Duwur yang berada di satu lokasi dengan area makam. Saat ini, Sendang Duwur merupakan kompleks dengan tiga halaman bertingkat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada tingkat tertinggi, terdapat sebuah bangunan masjid. Sementara makam-makam kuno mengisi halaman bertingkat tersebut yang dibatasi dengan pintu gerbang bertipe candi bentar dan kori agung.
Sejarah Masjid Sendang Duwur
Dihimpun dari jurnal UIN Jakarta berjudul Akulturasi Budaya Arsitektur Masjid Sendang Duwur yang ditulis Novita Siswayanti, Sunan Sendang Duwur terkenal karena kemampuannya memindahkan masjid yang kini berdiri di samping makamnya.
Terdapat sejarah panjang di balik bangunan masjid berukuran 15x15 meter itu. Konon, Masjid Sendang Duwur berdiri tanpa melalui proses pembangunan. Berdiri pada 1561 di atas Bukit Aminuton, masyarakat sekitar juga menyebutnya sebagai Masjid Tiban, karena dikisahkan muncul seketika pada waktu subuh.
Itu bermula dari sayembara yang diselenggarakan Nyai Rondo Ratu Kalinyama beserta suaminya Bupati Jepara Mantingan Sultan Hazirin. Pasangan suami istri itu mendirikan Masjid Mantingan pada 1531. Masjid tersebut memiliki arsitektur unik khas Joglo.
Saat Sultan Hazhirin jatuh sakit, ia membuat sayembara siapapun saja dapat memiliki masjid tersebut selama bisa memindahkannya sendiri. Namun, belum ada yang menyanggupi persyaratan itu hingga Sultan Hazhirin meninggal dunia.
Setelah Raden Noer Rahmat memperoleh gelar Sunan Sendang Duwur dari Sunan Drajat, ia segera diperintahkan menemui Ratu Kalinyamat guna membeli masjid tersebut. Akan tetapi, Ratu Kalinyamat menegaskan dirinya tidak akan menjual masjid itu sesuai perintah sang suami.
Kemudian, Sunan Sendang Duwur mulai berdoa dengan khusyuk kepada Allah SWT agar dapat memindahkan Masjid Mantingan. Sebab, ia sangat membutuhkan masjid tersebut sebagai pusat dakwah Islam.
Sunan Sendang Duwur terus beroda selama 40 hari. Atas kesungguhannya dalam berdoa, Sunan Sendang Duwur berhasil memindahkan Majid Mantingan dalam keadaan utuh dan tanpa bantuan orang lain.
Lokasi masjid tersebut yang semula berada di Jepara, kemudian berpindah di atas Bukit Aminuton. Selain itu, masjid tersebut juga berganti nama menjadi Masjid Sendang Duwur. Sejak saat itu, Masjid Sendang Duwur menjadi tempat berdakwah dengan pendekatan kultural.
Tentang Kompleks Sendang Duwur
Kini, Masjid Sendang Duwur lebih dikenal dengan Kompleks Sendang Duwur karena berada dalam lokasi yang sama dengan makam-makam kuno. Dilansir dari akun Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Jawa Timur, Kompleks Sendang Duwur terbagi dalam tiga tingkat.
Area ini dibuka dengan pintu gerbang candi bentar pada tingkat pertama dan kedua. Sedangkan, tingkat ketiga merupakan lokasi menuju ke dalam kompleks masjid yang dibatasi gapura bersayap berbentuk kori agung.
Pengunjung dapat melihat bangunan masjid kuno yang saat ini telah dipugar di puncak halaman. Masjid tersebut dibangun dengan atap tumpang dan terdapat beberapa bangunan mandapa tanpa dinding di sekitar halamannya. Mandapa adalah bagian dari kuil Hindu di India berbentuk persegi dan dibangun langsung di atas tanah.
Kompleks Sendang Duwur memiliki kekhasan berupa arsitekturnya yang merepresentasikan akulturasi budaya Hindu dan Jawa dengan simbol-simbol Islam. Ini disebabkan adanya kontak budaya selama masa penyebaran Islam Sunan Sendang Duwur kepada masyarakat setempat.
Bentuk bangunan itu terlihat dari ornamen pada gapura bersayap yang melanjutkan tradisi seni hias Hindu dan Buddha. Selain itu, terdapat pula pahatan atau relief khas budaya Jawa.
Artikel ini ditulis oleh Alifia Kamila, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)