Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia (PDFI) Cabang Jawa Timur telah mengumumkan hasil autopsi dua korban Tragedi Kanjuruhan. Hasilnya, tidak ditemukan residu gas air mata di tubuh korban. Kuasa hukum korban Tragedi Kanjuruhan pun meminta dilakukan autopsi ulang.
"Kami mempertanyakan lagi atau mempersilakan atau memohon kembali agar dilakukan autopsi ulang dengan disertai dokter independen dan pihak keluarga dipersilahkan menyaksikan," ujar Kuasa Hukum korban Tragedi Kanjuruhan Imam Hidayat saat diwawancarai awak media, Rabu (30/11/2022).
Ia mengaku telah memprediksi hasil autopsi yang diumumkan hari ini, yang mana hasilnya dia pastikan tidak sesuai dengan apa yang diduga keluarga korban. Keluarga menduga kematian kedua korban ini karena gas air mata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Imam menilai, proses autopsi pada 5 November 2022 banyak hal yang menurutnya dilakukan tidak secara transparan. Pada hari ketika jenazah Natasya Deby Ramadhani (16) dan Nayla Deby Anggraeni (13) di TPU Dusun Patuk Baran, Desa Sukolilo, Kecamatan Wajak, Kabupaten Malang diautopsi keluarga dan LPSK dilarang mengikuti.
Alasan pihak yang melarang, kehadiran keluarga dan LPSK dalam proses autopsi tersebut akan mengganggu kinerja dokter.
"Itu sudah kami indikasikan ada sesuatu yang tidak transparan, artinya kami juga mempunyai kecurigaan hasilnya tidak sesuai dengan fakta. Artinya fakta apa penyebab kematian kedua anak Mas Devi Athok," terang Imam.
Kemudian, tentang labolatorium tempat proses pemeriksaan hasil autopsi, Imam menyebutkan bahwa pihak yang melakukan autopsi juga tidak menyampaikan secara terbuka kepada keluarga maupun kuasa hukum korban Tragedi Kanjuruhan.
Imam menambahkan bahwa saat mendapatkan informasi hasil autopsi sudah selesai beberapa waktu lalu, keluarga dan kuasa hukum korban juga tidak diperbolehkan mengetahui hasilnya karena autopsi ini sifatnya pro justicia atas permintaan penyidik Polda Jatim.
Menurut Imam alasan Pro Yustisia itu berarti yang berwenang untuk menyampaikan hasil autopsi tersebut adalah penyidik kepolisian, baik melalui konferensi pers atau saat proses sidang.
"Mendapatkan kabar itu kami menerima dan mengikuti. Tapi sekarang saat kami mendengar press rilis dari dokter Nabil, katanya dia dapat izin menyampaikan dari penyidik Polda Jatim," tegasnya.
"Sekarang kita sebagai penasihat hukum juga menanyakan, apakah berhak penyidik Polda Jatim mendelegasikan kepada dokter pemeriksa polres itu untuk menyampaikan hasil? Kalau berhak, aturannya di mana? Seharusnya, kan, yang menyampaikan hasil autopsi adalah penyidik," ujar Imam.
Penasihat hukum menduga hasil autopsi dimanipulasi. Baca di halaman selanjutnya.
Penasihat hukum korban Tragedi Kanjuruhan juga mempertanyakan hasil yang menyatakan kedua korban meninggal karena patah tulang iga akibat kekerasan benda tumpul. Menurut Imam hal itu makin menguatkan dugaan bahwa hasil autopsi itu dimanipulasi. Sebab, selama ini tidak terlihat adanya indikasi patah tulang pada tubuh jenazah.
"Penyebab kematian yang disampaikan dokter Nabil itu menyatakan salah satu anak devi athok (Natasya) ini patah di tulang iga dua, tiga, empat, lima. Kemudian yang satu (Nayka) patah di tulang dada itu menjadi penyebab kematian dan kemudian dikarenakan ada benda tumpul," kata Imam.
"Menurut logika hukum, juga kemudian fakta yuridis maupun fakta kejadian di lapangan, kita tahu pasti bahwa anak Mas Devi Athok ini nggak ada diindikasikan itu. Karena tubuhnya utuh dan bahkan kaosnya bersih. Kalau diinjak-injak harusnya membekas di baju karena waktu kejadian sempat hujan sebelumnya," katanya.
Tak berhenti di situ, Imam juga memaparkan pada jenazah korban saat itu mengeluarkan busa pada mulut, muka menghitam, hingga dari kemaluan mengeluarkan air kencing dan sperma.
"Logika umum saja, korban yang meninggal diinjak-injak apakah bisa mengeluarkan busa, muka item, terus mengeluarkan air seni atau sperma? Itu yang patut kami pertanyakan. Nah dari situ yang patut kami pertanyakan sekarang, kami menduga seakan-akan ada manipulasi hasil dari autopsi," ujarnya.