TGIPF Akui Polisi Datangi Rumah Korban Kanjuruhan Tapi Tak Mengintimidasi

TGIPF Akui Polisi Datangi Rumah Korban Kanjuruhan Tapi Tak Mengintimidasi

muhammad aminudin - detikJatim
Kamis, 20 Okt 2022 09:53 WIB
Devi Athok, orang tua yang kehilangan 2 anaknya di Tragedi Kanjuruhan
Devi Athok, ayah dua korban meninggal Kanjuruhan yang mengaku sempat 3 kali didatangi polisi. (Foto: Muhammad Aminudin/detikJatim)
Malang - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) telah memastikan bahwa tidak ada upaya intimidasi dari polisi kepada keluarga korban meninggal Tragedi Kanjuruhan. Namun, TGIPF tak membantah bahwa memang ada polisi yang datang ke rumah keluarga tersebut.

Sebagai informasi, Devi Athok (43), warga Bululawang, Kabupaten Malang, sempat mengajukan autopsi dua jenazah putrinya. Yakni Natasya Deby Ramadhani (16) dan Nayla Deby Anggraeni (13).

Namun, rencana autopsi yang sedianya digelar hari ini mendadak batal. Athok mencabut pengajuan autopsi dua jenazah putrinya. Athok merasa sendiri tanpa dukungan dari pihak manapun.

Selain itu, Athok mengaku sempat tiga kali didatangi rombongan polisi. Meski polisi tidak menyuruh untuk mencabut pengajuan autopsi, Athok tetap merasa takut. TGIPF pun telah mendatangi Athok, Rabu malam (19/10).

Perwakilan TGIPF dari Kemenko Polhukan Irjen Armed Wijaya mengakui bahwa penyidik Polda Jatim memang sempat mendatangi rumah Athok. Namun, kata Wijaya, polisi hanya ingin mengonfirmasi apakah benar Athok membatalkan autopsi kedua jenazah putrinya.

"Saya sudah menggali informasi. Alhamdulillah, ternyata itu (intimidasi) tidak benar," tegas Wijaya, Kamis (20/10/2022).

Wijaya menambahkan, penyidik yang datang ke rumah keluarga korban Kanjuruhan tersebut cuma ingin membantu membuatkan konsep surat pembatalan.

"Keterlibatan anggota pada saat penyidik Polda akan mengonfirmasi kebenaran pembatalan, diminta oleh keluarga korban membantu konsep surat pembatalan," jelasnya.

Polisi Bantah Intimidasi Keluarga Korban Meninggal Kanjuruhan

Diberitakan sebelumnya, Kapolda Jatim Irjen Toni Harmanto mengungkapkan, batalnya autopsi tersebut bukan keputusan sepihak dari polisi. Toni mengeklaim, keluarga kedua jenazah tersebut tidak berkenan dilakukan autopsi.

"Bagaimanapun untuk pelaksanaan autopsi kita salah satunya meminta persetujuan keluarga dan hasil informasi yang saya peroleh, hingga saat ini keluarga sementara belum menghendaki untuk dilakukan autopsi," ujar Toni kepada wartawan di RS dr Syaiful Anwar (RSSA) Malang, Rabu pagi.

Dengan tidak adanya persetujuan keluarga, kata Toni, maka proses autopsi yang sudah direncanakan terpaksa batal.

Sementara, KontraS menyebut ada upaya intimidasi polisi kepada keluarga korban Tragedi Kanjuruhan agar mencabut pengajuan autopsi. Bahkan, polisi mendatangi keluarga korban Kanjuruhan dengan membawa senjata.

"Kami mendapatkan laporan keluarga korban yang setuju menjalani autopsi didatangi personel kepolisian berseragam lengkap, membawa senjata. Mereka meminta keluarga korban membatalkan pernyataan ketersediaan melakukan autopsi. Meski tidak ada ancaman verbal, ini tetap merupakan bentuk intimidasi secara persuasif," kata Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan.


(hil/dte)


Hide Ads