KontraS Beber Sederet Upaya Polisi Halangi Proses Hukum Tragedi Kanjuruhan

KontraS Beber Sederet Upaya Polisi Halangi Proses Hukum Tragedi Kanjuruhan

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Rabu, 19 Okt 2022 15:20 WIB
Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan
Sekjen Federasi KontraS (Foto: M Bagus Ibrahim/File detikJatim)
Malang -

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) menyebut, selama proses pengusutan Tragedi Kanjuruhan, ada tanda-tanda polisi melakukan upaya Obstruction of Justice atau upaya menghalangi proses penegakan hukum.

Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengatakan, ada beberapa hal yang mengindikasikan upaya Obstruction of Justice ini. Salah satunya, soal temuan TGIPF terkait penghapusan 3 jam rekaman CCTV Tragedi Kanjuruhan.

"Pertama, tanda-tanda upaya Obstruction of Justice yang dilakukan kepolisian adalah temuan TGIPF soal pengurangan sebagian rekaman CCTV yang ada di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang," ujar Andy kepada awak media, Rabu (19/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, KontraS menemukan sejumlah dokter yang tak berani membuat keterangan utuh tentang hasil visum korban meninggal Tragedi Kanjuruhan. Dikatakan Andy, sampai saat ini pihaknya belum mengetahui apakah sejumlah dokter yang tidak memberikan keterangan secara utuh, karena diintimidasi atau tidak.

"Ketiga, adalah upaya intimidasi secara persuasif tapi sistematik yang dilakukan polisi terhadap saksi korban, seperti salah satunya laporan yang kami dapat, keluarga korban yang memutuskan melakukan autopsi membatalkannya karena mendapat intimidasi," terang Andy.

ADVERTISEMENT

Keempat, adanya penyampaian dari Polri terkait kematian ratusan korban Tragedi Kanjuruhan bukan disebabkan karena gas air mata yang ditembakkan. Sedangkan pernyataan itu tidak didukung dengan bukti yang tervalidasi secara saintifik.

"Tanpa bukti yang tervalidasi secara saintifik, pernyataan Kadiv Humas Polri (Irjen Dedi Prasetyo) tentang kematian korban bukan karena gas air mata itu bisa disebut sebagai opini," kata Andy.

"itu juga membuat kita memberikan penilaian bahwa polisi sedang menghindar dari tanggung jawab hukum yang seharusnya mereka lakukan sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam tatanan pengamanan di Stadion Kanjuruhan 1 Oktober 2022 itu," sambungnya.

KontraS sendiri cukup perihatin melihat adanya upaya Obstruction of Justice yang dilakukan polisi. Sebab, Obstruction of Justice dianggap merusak Criminal Justice System (CJS) atau Sistem Peradilan Pidana (SPP) dalam menangani Tragedi Kanjuruhan.

"Sistem pidana umum kita atau criminal justice sistem kita itu bertumpu pada dimulai dari penyidikan polisi yang akuntabel, itu semakin menguatkan dugaan kami bahwa polisi adalah pihak yang paling bersalah," terangnya.

"Itu semakin menguatkan bahwa polisi sedang melindungi aktor yang menjadi pihak yang paling bertanggung jawab. Itu semakin menguatkan kami bahwa penembakan gas air mata sesuai dengan rantai komando yang ada," sambungnya.

Menurut Andy, jika Obstruction of Justice terus dilakukan, maka kepercayaan masyarakat terhadap aparat kepolisian bakal semakin melemah.




(hil/dte)


Hide Ads