KontraS Sebut Keluarga Korban Kanjuruhan Diintimidasi Cabut Pengajuan Autopsi

KontraS Sebut Keluarga Korban Kanjuruhan Diintimidasi Cabut Pengajuan Autopsi

M Bagus Ibrahim - detikJatim
Rabu, 19 Okt 2022 10:54 WIB
Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan
Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan. (Foto: M Bagus Ibrahim/detikJatim)
Malang -

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindakan Kekerasan (KontraS) mendapat laporan baru dari keluarga korban Tragedi Kanjuruhan. KontraS menyebut bahwa ada upaya intimidasi dari polisi terkait autopsi jenazah.

Sekjen Federasi KontraS Andy Irfan mengatakan, keluarga korban Tragedi Kanjuruhan mendapatkan intimidasi agar membatalkan pernyataan ketersediaan melakukan autopsi. Intimidasi itu dilakukan polisi dengan mendatangi rumah korban berulang kali.

"Kami mendapatkan laporan keluarga korban yang setuju menjalani autopsi didatangi personel kepolisian berseragam lengkap, membawa senjata. Mereka meminta keluarga korban membatalkan pernyataan ketersediaan melakukan autopsi. Meski tidak ada ancaman verbal, ini tetap merupakan bentuk intimidasi secara persuasif," ujarnya Rabu (19/10/2022).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Andy menyampaikan bahwa korban Tragedi Kanjuruhan yang diintimidasi berinisial DA. Pada tanggal 10 Oktober 2022 lalu, DA telah menyetujui pernyataan ketersediaan jenazah putrinya, NDR dan NDA diautopsi untuk mengetahui penyebab kematian mereka. Sejak membuat pernyataan tersebut, kata KontraS, petugas kepolisian terus mendatangi rumah DA setiap hari.

Tidak hanya petugas kepolisian, Aparatur Sipil Negara (ASN) atau perangkat desa setempat juga mendatangi rumah DA. Kedatangan mereka dengan satu tujuan yang sama, yakni meminta agar DA membatalkan surat ketersediaan melakukan autopsi terhadap jenazah kedua putrinya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan.

ADVERTISEMENT

"Setelah membuat surat pernyataan bersedia autopsi, besoknya kepolisian mulai datang dan mempertanyakan, 'kenapa mau autopsi? mbok ya sudah ikhlas saja, kan yang sudah meninggal'. Ya sudah daripada jadi masalah buat secara keseluruhan," kata Andy.

"Saat kepolisian datang, terkadang tidak bertemu langsung dengan DA karena aktivitasnya banyak di luar. Keluarga yang rumahnya berdekatan menerima kedatangan polisi dan mendapatkan permintaan sama, sehingga dari keluarga menekan DA untuk membatalkan. Karena keluarga besar ada tekanan dari kepolsian," sambungnya.

Setelah mendapatkan kunjungan berulang kali dan tekanan dari keluarga, warga Kabupaten Malang itu memutuskan untuk membatalkan surat pernyataan ketersediaan autopsi pada Senin (17/10/2022).

"Sebenarnya DA ini memiliki kuasa hukum. Tapi ketika kuasa hukum diminta untuk menemani DA saat bertemu dengan kepolisian, yang bersangkutan sulit untuk datang. Akhirnya setelah pembatalan itu, DA lapor ke kami. Saat ini kami masih terus melakukan komunikasi untuk kelanjutannya nanti," terang Andy.

Ia menyayangkan tindakan polisi yang terus menerus melakukan intimidasi. Oleh karena itu, KontraS mendesak agar kepolisian lebih terbuka dan harus melibatkan berbagai elemen masyarakat untuk ikut andil dalam pelaksanaan autopsi.

"Kalau memang mau autopsi, mari kita terbuka! Libatkan komunitas, korban, keluarga, pendamping, dan Aremania agar semua pihak tidak ada yang merasa tidak punya akses informasi," tandasnya.




(hil/dte)


Hide Ads