Penembakan gas air mata menjadi sorotan publik atas pecahnya Tragedi Kanjuruhan, 1 Oktober 2022. Gas air mata dituding sebagai pemicu jatuhnya ratusan korban usai laga Derby Jatim, Arema FC vs Persebaya. Gegara gas air mata, penonton berebut keluar stadion, saling injak dan berdesakan.
Melansir dari hasil investigasi tim detikX, setidaknya ada 48 tembakan gas air mata dengan lebih dari 66 peluru yang dilepaskan kepolisian pada malam itu.
Tembakan paling banyak diarahkan ke tribun selatan dan utara. Jumlah tersebut didapat dari perbandingan dan analisis 16 video yang merekam malam kelam di Stadion Kanjuruhan tersebut. Metadata berbagai video tersebut sudah teruji keasliannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tim detikX mengerahkan empat orang untuk sama-sama mengecek jumlah tembakan dan letupan yang terdengar di setiap video. Hal ini bertujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam menghitung. Jumlah yang didapatkan dari satu video akan dibandingkan lagi dengan video lainnya dari sisi berbeda dan dipastikan lagi menit serta detiknya.
Analisis ini juga sudah disampaikan kepada Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo. Tapi, Dedi menyebut bahwa butuh waktu bagi tim penyidik untuk menganalisis ulang temuan tim detikX tersebut.
"Hanya sesuai info sementara, senjata gas air mata yang ditembakkan oleh oknum anggota Polri dengan total berjumlah 11 kali," kata Dedi Prasetyo kepada reporter detikX, Senin, 10 Oktober 2022.
Pintu pembuka investigasi tim detikX ini sebenarnya diawali dari temuan video milik seorang Aremania, Rinto (bukan nama sebenarnya). Rinto sendiri jadi salah satu dari 132 korban meninggal Tragedi Kanjuruhan.
Rinto sempat mengirimkan sebuah video kepada seorang temannya. Total, dia merekam tiga video detik-detik Tragedi Kanjuruhan. Dia merekam video itu dari Tribun 13 di sisi selatan atau biasa disebut Curva Sud.
"Perekam video juga jadi korban meninggal. Tapi dia sempat kirim video ke temannya pakai Share It. Jadi metadatanya aman. Kami juga nggak tahu gimana caranya," ungkap salah seorang sumber yang tidak ingin disebut nama dan institusinya ditemui di Malang, Kamis, 6 Oktober lalu.
Kembali pada penelusuran, Pasukan Antihuru-hara di Kanjuruhan memakai tipe senjata jenis Flash Ball Super Pro 44 mm. Senjata jenis ini bisa melontarkan dua peluru dalam sekali tembak. Hal itu terkonfirmasi dari foto senjata gas air mata milik kepolisian yang tim detikX dapatkan.
Selain itu, polisi juga menggunakan senjata gas air mata 1 laras dengan 3 tabung, 1 laras 5 tabung, 1 laras dengan 1 tabung, dan 2 laras jenis Flash Ball Compact produksi Varney asal Prancis.
Tim detikX juga menemukan fakta bahwa penembak gas air mata di Kanjuruhan bukan cuma satuan Brimob. Sabhara juga ikut menembakkan gas air mata. Tembakan dari Satuan Sabhara dapat terdeteksi dari daya lontarnya yang lebih jauh dibandingkan peluru gas air mata lainnya. Sedikitnya ada dua kali tembakan gas air mata yang dilepaskan oleh Satuan Sabhara dari arah tribun barat VVIP.
Jenis gas air mata yang digunakan Sabhara adalah MU53-AR. Peluru ini memiliki berat sekitar 115 gram dengan bahan utamanya adalah serbuk 2-chlorobenzalmalononitrile (CS powder). Ini terkonfirmasi juga dari foto selongsong gas air mata yang didapatkan kepolisian pada saat Tragedi Kanjuruhan.
"Yang merah ini untuk mengurai massa dalam jumlah besar," ungkap Dedi Prasetyo kepada media pada Senin, 10 Oktober 2022. "Bahwa gas air mata atau CS ini dalam skala tinggi pun tidak mematikan."
Berita selengkapnya baca di halaman selanjutnya!
Polisi sendiri mengeklaim hanya memakai 3 jenis gas air mata dalam Tragedi Kanjuruhan. Yakni warna hijau, biru, dan merah.
Tapi, tim detikX mendapatkan foto delapan jenis gas air mata yang diduga dipakai polisi. Masing-masing berwarna hijau, biru, merah, kuning, abu-abu, dan silver. Abu-abu memiliki setidaknya tiga varian, yakni dua berkaliber 38 mm dan satu berkaliber 44 mm.
Satu peluru berwarna silver teridentifikasi merupakan jenis MU24-AR berkaliber 38 mm produksi PT Pindad (Persero). Peluru jenis tersebut diduga yang paling beracun. Sebab, peluru itu bukan cuma dapat diisi dengan zat CS, melainkan juga zat 1-chloroacetophenone (CN).
Dikutip dari jurnal 'The Comparative Acute Mammalian Toxicity of 1-chloroacetophenone (CN) and 2-chlorobenzylidene malononitrile (CS)', disebutkan bahwa CN jauh lebih berbahaya daripada CS. Sekali dihirup, gas CN bukan cuma bisa membuat sesak napas, lebih parah lagi bisa menimbulkan kerusakan organ.
"CS tidak lebih beracun saat terhirup dan melalui jaringan inhalasi dibandingkan dengan kerusakan jaringan yang menyebabkan kematian oleh CN," begitu keterangan dari jurnal tersebut.
Dari rekaman video, ada setidaknya dua kali peluru MU24-AR ini digunakan. Peluru ini dapat terdeteksi dengan mudah lantaran karakternya yang sangat berbeda dengan gas air mata lainnya. MU24-AR punya keistimewaan, yakni tidak langsung mengeluarkan asap saat ditembakkan. Ada sekitar 2-5 detik waktu jeda setelah ditembakkan, baru peluru tersebut mengeluarkan asap.
Satu peluru jenis MU24-AR ini jatuh di tribun 13 pada pukul 22.12 WIB lewat 3 detik. Itu terlihat dari rekaman berdurasi 8 menit 13 detik milik Rinto dan telah detikX komparasikan juga dengan satu video lainnya dari sudut berbeda. Peluru MU24-AR ini meledak dan mengeluarkan asap persis setelah jatuh di tribun 13.
Kepanikan langsung muncul di tribun 13 saat peluru tersebut dilesatkan. Asap dari peluru itu yang membuat sekitar 6.000 Aremania berdesakan, berebut ingin keluar stadion melalui pintu 13. Mereka berjejal keluar melalui pintu yang saat itu sebetulnya masih terbuka, meski cuma selebar 1,5 meter.
Untuk membaca hasil investigasi tim detikX lebih lengkap, baca di sini.