Curhat pilu diungkapkan Kevia Naswa (18), seorang mahasiswi Widyagama, Malang. Ia tak menyangka kedatangannya ke Stadion Kanjuruhan kala itu menjadi petaka. Rencananya mencari hiburan dengan teman berujung terkena gas air mata hingga matanya memerah.
Tragedi Kanjuruhan pada Sabtu 1 Oktober 2002, mencipra trauma cukup mendalam pada Kevia. Masih teringat dalam ingatannya bagaimana dirinya berlarian berusaha menghindari gas air mata yang ditembakkan di tribun 12 dan 13.
Saat itu, dia berada di tribun 14, namun asapnya menyebar hingga tempat dirinya duduk. Saat itu usai pertandingan, banyak suporter yang turun ke lapangan yang menjadi pemicu gas air mata ditembakkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perempuan yang tinggal di Perum New Puri Kartika Sari, Kelurahan Arjowinangun, Kecamatan Kedungkandang, Kota Malang, itu mengaku matanya terus memerah sejak peristiwa kelam Sabtu (1/10/2022) malam.
Remaja yang mengambil jurusan keperawatan semester I ini mengaku matanya perih sejak terkena efek gas air mata yang disebut kedaluwarsa. Bahkan saat itu, dirinya sempat tidak mampu melihat apapun. Meski sempat khawatir mengalami kebutaan, namun dirinya bersyukur akhirnya melihat dunia lagi.
Meski matanya masih memerah, dirinya berharap matanya kembali normal seperti sediakala. Selain matanya masih memerah, dirinya sempat sesak nafas berhari-hari dan pusing karena menghirup gas air mata.
"Mata memerah dan perih, nggak bisa lihat itu 3 harian. Trus dibarengi sesak nafas dan pusing berhari-hari. Sekarang normal," kata Kevia, Selasa (11/10/2022).
Kevia pun menceritakan detik-detik peristiwa ini. "Saya lihat ada tembakan gas air mata di tribun 12 dan 13. Kan jelas asapnya kena angin ke tribun 14 juga. Meski jarak gas air mata sama saya jauh, tapi rasa perih dan sesak nafas juga saya rasakan," ujar Kevia.
Setelah itu, dirinya bersama satu temannya berupaya menyelamatkan diri melewati pintu 13. Tapi karena terlihat penuh sesak, Kevia memilih keluar melalui pintu 14.
"Pas jalan ke pintu 14 itu crowded dan akhirnya berhasil keluar sama satu temen saya dari samping kamar mandi itu. Kan di situ ada kamar mandi, aku sempet jatuh ke samping," tambahnya.
Kevia mengaku ada beberapa orang yang membantunya dan mengantar ke RSUD Kanjuruhan untuk mendapatkan perawatan. "Dapet bantuan oksigen cuman sebentar waktu itu," singkatnya.
Tak berselang lama, dirinya diantar pulang ke tempat tinggalnya. "Saya dianter pulang sama orang yang nggak saya kenal. Ada 4 orang naik motor. Jam 02.00 WIB sampai rumah," kata Kevia.
Kevia ungkap kondisinya saat ini. Baca di halaman selanjutnya!
Akibat kejadian tersebut, mata Kevia perih sejak terkena efek gas air mata yang disebut kedaluwarsa. Selain mata dan dadanya, efek lain gas air mata itu muncul bintik-bintik kayak flek di wajahnya. Saat itu wajahnya terasa panas dan perih.
"Bintik-bintik di wajah itu kayak pasir muncul selama 3 hari, setelah itu hilang," tandasnya.
Tak hanya mata memerah, Kevia mengaku merasakan sesak napas dan wajah panas serta perih. Lalu, kaki dan tangannya tidak bisa digerakkan. Jari tangan dan kaki kanannya masih diperban dan jalan masih pakai kruk.
Karena trauma yang dialami, tiga jari Kevia di bagian tangan kanan masih sulit digerakkan. Keluarga korban pun berencana untuk membawanya ke fisioterapi.
Ibunda Kevia, Triwah Kus mengatakan hendak membawa anaknya ke fisioterapi agar tiga jarinya bisa bergerak lagi.
"Kalau kata dokter trauma katanya (jarinya sulit digerakkan). Cuman ini nanti mau saya bawa ke fisioterapi karena takutnya berlarut-larut nggak bisa sekolah. Untuk pusing, sesek nggak. Tinggal tangan sama kaki," paparnya.
Sebelumnya, Triwah mengaku pertama mengetahui anaknya menjadi korban Tragedi Kanjuruhan setelah ditelepon seseorang yang tidak dikenalnya. Saat itu, orang tersebut memberitahukan bahwa anaknya dirawat di Rumah Sakit (RS).
"Tapi nggak dikasih tahu secara spesifik di RS mana. Akhirnya suami saya suruh nyariin ke dua RS di Kepanjen dan alhamdullilah tiba-tiba anak saya pulang dianter orang yang nggak dikenal itu," terangnya.