Kesaksian Nyesek Aremania Hindari Gas Air Mata Tapi Pintu Stadion Terkunci

Kesaksian Nyesek Aremania Hindari Gas Air Mata Tapi Pintu Stadion Terkunci

Jemmi Purwodianto - detikJatim
Senin, 03 Okt 2022 10:34 WIB
Police officers and soldiers stand amid tear gas smoke after clashes between fans during a soccer match at Kanjuruhan Stadium in Malang, East Java, Indonesia, Saturday, Oct. 1, 2022. Panic following police actions left over 100 dead, mostly trampled to death, police said Sunday. (AP Photo/Yudha Prabowo)
Gas air mata ditembakkan di beberapa tribun (Foto: AP/Yudha Prabowo)
Surabaya -

Pengakuan-pengakuan korban selamat tragedi Kanjuruhan Malang pelan-pelan mulai terkuak. Ada yang tak mampu melupakan kejadian itu, ada juga yang tegar meski dirinya mengalami luka.

Salah satunya Aremania bernama Muhammad Revo Septiyan (19) asal Manyar, Gresik. Revo mengalami patah tulang setelah terinjak-injak aremania lainnya yang berusaha menghindar dari gas air mata yang ditembakkan polisi. Tulang kaki kirinya patah karena terinjak-injak sehingga harus menjalani operasi di salah satu rumah sakit di Malang.

Semua penonton di tribun 12 semburat kocar-kacir menghindari gas air dan berusaha keluar, namun pintu terkunci. Akibatnya, mereka tak berdaya dan pasrah hingga akhirnya tubuh-tubuh penonton bertumbangan dan tergeletak di area tersebut.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Faisal, ayah Revo menceritakan kepada detikJatim, soal pengakuan kawan-kawan anaknya yang turut terjebak di tribun 12 Stadion Kanjuruhan. Tempat di mana gas air mata menghujani mereka.

Dari teman putranya, ia mendapat cerita bahwa polisi menembakkan gas air mata secara langsung ke arah tribun tempat mereka berada.

ADVERTISEMENT

"Menurut cerita teman-teman anak saya, saat kerusuhan terjadi polisi menembakkan beberapa kali gas air mata. Salah satunya ke tribun 12, tempat anak saya menonton pertandingan," kata Faisal, Minggu (2/10/2022).

Setelah gas air mata itu ditembakkan, banyak penonton yang pingsan karena sesak napas. Pekatnya asap gas air mata membuat penonton lain panik dan berdesakan mencari jalan keluar. Belum lagi, banyak penonton yang pingsan.

"Padahal yang ada di tribun itu, kan, aman-aman saja harusnya. Yang ramai, kan, di lapangan. Tapi kok yang di tribun juga ditembak gas air mata? Banyak yang pingsan karena sesak napas itu," tambah Faisal.

"Jadi gas air mata itu ditembak sana di tembak sini. Otomatis membuat asap gas air mata itu semakin berkumpul di tribun. Tentu hal ini membuat orang enggak bisa bernapas. Karena itulah orang-orang itu berdesakan mencari jalan keluar," tambah Faisal.

Saat penonton berupaya berlari menuju ke pintu keluar untuk mengambil napas, mereka berdesakan hingga saling dorong. Ada yang terjatuh hingga terinjak dan tertindih. Belum lagi, pintu keluar itu ternyata dalam keadaan terkunci.

"Jadi pintu keluar itu dalam keadaan terkunci. Membuat orang-orang itu jatuh, terinjak-injak hingga tertindih penonton lain. Itu yang membuat banyak korban meninggal. Ada yang kepalanya berdarah karena desakan hingga terbentur," tandasnya.

Menurut Faisal, tindakan polisi menembaki suporter dengan gas air mata langsung ke tribun telah melanggar aturan. Ia pun menuntut agar PSSI bertanggung jawab atas tragedi ini.

"Pihak PSSI juga harus bertanggung jawab. Karena bagaimana selama ini penekanan PSSI terhadap pertandingan bola. Kan, ada larangan menembak gas air mata di tribun," jelas Faisal.




(abq/fat)


Hide Ads