Kue tradisional Jawa bikinan emak-emak di Kabupaten Mojokerto tetap eksis meski diterpa aneka kue modern. Beragam kue yang disebut jajan pasar ini dibuat dengan mempertahankan resep turun-temurun. Omzet penjualannya menembus Rp 5 juta dalam sebulan.
detikJatim berkesempatan mencicipi 5 varian jajan pasar buatan Novi Kurniasari (42). Pertama, sawut. Ya, kue berupa parutan singkong ini mempunyai tekstur yang lembut. Nikmatnya rasa singkong berpadu dengan manisnya gula aren dan gurihnya parutan kelapa.
"Saya pakai singkong yang baru cabut karena masih fresh dan teksturnya seperti ada menteganya. Kalau lama dicabut, teksturnya keras," kata Novi kepada detikJatim di rumahnya, Dusun Kasiyan, Desa Domas, Kecamatan Trowulan, Jumat (24/2/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti kebanyakan jajan tradisional, pembuatan sawut cukup sederhana. Singkong yang sudah dikupas kulitnya dan dicuci bersih, lebih dulu diparut. Kemudian parutan singkong dikukus bersama gula aren dan parutan kelapa selama 30 menit.
"Jadi, semua bahannya matang sehingga tidak basi dari pagi sampai sore. Tahan satu malam kalau disimpan di kulkas. Kalau dimakan besok dihangatkan dulu," ujar Novi.
Kedua, klanting atau cenil, jajan tradisional sebesar jari kelingking berwarna merah muda. Kue ini mempunyai cita rasa manis dan sedikit asin berpadu dengan gurihnya parutan kelapa dan manisnya gula aren cair. Teksturnya juga kenyal.
![]() |
Novi membuat klanting dengan bahan tepung tapioka, ketan, terigu, serta sedikit garam. Keempat bahan tersebut dibuat adonan, lalu dibentuk panjang seukuran jari kelingking. Setelahnya, klanting direbus sampai matang. Penyajiannya dengan ditaburi parutan kelapa.
"Merebusnya cukup mudah, kalau sudah matang pasti mengapung," terangnya.
Baca juga: Nagasari, Teman Setia Ngopi Pagi |
Berikutnya kue lupis yang tak kalah nikmat. Jajan tradisional berbahan ketan ini sedikit kenyal, tapi lumer ketika dikunyah. Gurihnya ketan dan parutan kelapa kian maknyus dilumuri gula aren cair.
Pembuatannya mirip dengan lontong. Ketan putih dibungkus daun pisang sobo atau pisang kepok setelah direndam satu malam. Setiap bungkus harus diisi penuh dengan ketan dan dipadatkan. Selanjutnya direbus sampai matang sekitar 12 jam.
"Saya menggunakan ekstrak pandan agar warnanya hijau," jelasnya.
Keempat, ongol-ongol. Jajan tradisional berwarna hitam keabu-abuan ini juga mempunyai tekstur yang kenyal. Rasa manisnya kian mantul dengan dilumuri gula aren cair. Sedangkan rasa gurihnya berasal dari parutan kelapa.
Agar warnanya hitam keabu-abuan, Novi menggunakan pewarna makanan sehingga aman dikonsumsi. Ongol-ongol dibuat berbahan tepung terigu, tapioka dan gula pasir. Adonan ketiga bahan itu lantas dibungkus dengan plastik es, lalu direbus sampai matang.
"Zaman nenek saya dulu, ongol-ongol menggunakan bahan merang," ungkapnya.
Omzet jualan jajan tradisional bisa capai Rp 5 juta dalam sebulan. Baca di halaman selanjutnya!
Terakhir klepon ubi. Kue tradisional berbentuk bulat kecil-kecil ini mempunyai tekstur empuk dan sedikit kenyal. Begitu dikunyah, gula aren di dalamnya langsung meleleh di mulut. Rasa manis klepon dan gurihnya parutan kelapa berpadu sempurna.
Berbeda dengan klepon kebanyakan, kue buatan Novi ini berbahan ubi madu, serta tepung ketan dan air kapur sirih agar sedikit kenyal. Adonan ketiga bahan lantas dibentuk bulat kecil-kecil, lalu diisi dengan gula aren. Kemudian klepon direbus sampai matang dan ditaburi parutan kelapa.
"Merebusnya kalau matang pasti mengapung sendiri," cetusnya.
Ibu dua anak ini sehari-hari memproduksi 12 jenis jajan pasar. 7 varian lainnya adalah ketan sambal, gempo, ketan salak, getuk, gatot, tiwul dan blendung. Novi memilih menggunakan gula aren dari Kebumen, Jateng karena manis tanpa rasa asin. Hanya saja warnanya lebih gelap dari gula aren kebanyakan.
"Parutan kelapa saya pakai kelapa kemetan atau setengah tua. Karena lebih lembut dan gurih," terangnya.
Tidak hanya nikmat, menyantap aneka kue tradisional buatan Novi juga bisa membuat detikers menerawang ke masa kecil dulu. Yaitu ketika klanting dan kawan-kawan masih banyak dijajakan keliling kampung maupun dijual di warung-warung.
![]() |
Istri Soliq (44) ini sudah 8 tahun menekuni bisnis kue tradisional. Ia mewarisi resep dari mendiang neneknya. Ya, almarhumah Sujirah juga berdagang jajan pasar sekitar 20 tahun silam. Resep turun-temurun itu sedikit ia modifikasi menyesuaikan perkembangan zaman.
"Jajan pasar macamnya banyak, tapi bikinnya tidak rumit. Nenek saya dulu juga jualan jajan pasar, saya ingin melestarikannya," ujarnya.
Baca juga: 6 Kuliner Malam di Jombang yang Bikin Ngiler |
Kue tradisional Jawa bikinan Novi tetap eksis di tengah serbuan aneka kue modern. Meskipun jarang pembeli untuk dikonsumsi sehari-hari. Ya, jajan pasar ini kebanyakan dipesan untuk acara-acara tertentu. Misalnya untuk ulang tahun pengganti kue tart, kenduri momen HUT Kemerdekaan, serta untuk tradisi weweh atau kirim makanan ke saudara menjelang Hari Raya Idul Fitri.
"Omzet paling sepi Rp 500 ribu sebulan, paling ramai pernah sampai Rp 5 juta sebulan. Biasanya ramai menjelang Lebaran untuk weweh dan takjil selama Ramadhan, serta momen Agustusan," ujarnya.
Harga kue tradisional buatan Novi cukup terjangkau. Ia menyediakan kemasan ekonomis seharga Rp 7 ribu dan Rp 10 ribu. Kemasan Rp 10 ribu berupa tepak plastik kapasitas 650 ml. Sedangkan paket tumpeng terdapat 3 macam harga. Yaitu Rp 325 ribu setara dengan 25 porsi tepak, Rp 180 ribu setara 10 porsi tepak, serta Rp 75 ribu setara 5 porsi tepak.
"Setiap paket isinya 5 macam jajan pasar, pembeli bisa memesan sesuai keinginan," tandasnya.