Kemajuan zaman tak sepenuhnya mengikis kue tradisional di Kabupaten Jombang. Salah satunya getuk lindri yang tetap eksis sejak 22 tahun silam. Kenikmatannya pas untuk menemani nostalgia masa kecil.
Salah satunya getuk lindri buatan Suramto (53), warga Desa Mojongapit, Jombang. Kue tradisional berbahan singkong ini ia produksi sejak 1990 silam. Kegigihan membuat bisnisnya tetap eksis sampai sekarang.
"Tidak pakai rahasia apapun, hanya kesabaran sehingga bertahan sampai sekarang," kata Suramto kepada wartawan di rumahnya, Senin (21/2/2022).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembuatan jajanan jadul ini cukup sederhana. Singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih, lebih dulu dikukus sampai matang. Selanjutnya, singkong ditumbuk sampai halus.
Agar rasanya manis, Suramto mencampur singkong dengan rebusan gula pasir sehingga menjadi adonan. Tak lupa adonan dicampur dengan pewarna dan pengharum makanan agar lebih menarik. Yakni dengan pewarna kuning, hijau dan merah muda.
![]() |
Barulah adonan dimasukkan ke penggiling getuk lindri, kemudian dipotong kecil-kecil. Untuk penyajiannya, getuk lindri buatan Suramto diberi toping parutan kelapa. Sehingga rasanya manis, kenyal dan gurih.
"Harganya per potong hanya Rp 250. Jadi, Rp 1.000 dapat 4 potong," terangnya.
Selama 22 tahun, Suramto mempertahankan metode lama untuk memasarkan getuk lindri buatannya. Ia mengandalkan tiga penjual yang setiap hari berkeliling menggunakan gerobak kayuh yang dilengkapi alunan musik dangdut.
"Pedagang saya hanya keliling wilayah Kecamatan Jombang saja," ungkapnya.
Di tengah munculnya beraneka ragam kue modern, nyatanya getuk lindri buatan Suramto masih banyak diminati. Setiap hari ia menghabiskan 90 kilogram singkong untuk diolah menjadi getuk lindri.
![]() |
"Masing-masing pedagang menghabiskan 30 kilogram singkong, alhamdulillah setiap hari habis. Omzetnya Rp 350.000 per orang," jelasnya.
Salah satunya Susilo (45) yang setia menjajakan getuk lindri buatan Suramto sejak 1998. Pria kelahiran Boyolali, Jateng ini mengantongi keuntungan Rp 125.000 per hari. Sehingga ia tidak beranjak ke pekerjaan lainnya.
"Karena jualan getuk lindri sudah menguntungkan, penghasilannya di atas sedikit dari kerja bangunan," cetusnya.
Meski tergolong kue kuno yang murah meriah, kenikmatan getuk lindiri membuat sebagian orang ketagihan. Seperti yang dirasakan Yulia Eka (30), warga Kelurahan Jombatan, Jombang. Terlebih lagi, rasa kue tradisional ini tidak berubah sejak ia kecil.
"Getuk lindri ini bikin kangen suasana masa kecil dulu, serasa bernostalgia. Dulu saat masih kecil, saya sering dibelikan kue ini oleh nenek saya," tandasnya.
(hil/iwd)