Rumah Budaya Sidoarjo, Wadah Beragam Komunitas untuk Temukan Jati Diri

Kabar Komunitas

Rumah Budaya Sidoarjo, Wadah Beragam Komunitas untuk Temukan Jati Diri

Denza Perdana - detikJatim
Rabu, 09 Agu 2023 16:08 WIB
Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.
Rumah Budaya Sidoarjo, tempat beragam komunitas menggelar kegiatan. (Foto: Istimewa/dok. Rumah Budaya Sidoarjo)
Sidoarjo -

Cukup banyak komunitas seni dan budaya, juga komunitas sejarah di Sidoarjo dan Surabaya. Sebagian dari yang cukup banyak itu menggelar kegiatan mereka di Rumah Budaya Malik Ibrahim Sidoarjo.

Beragam hal dibincangkan di tempat yang lebih akrab dikenal Rumah Budaya Sidoarjo itu. Banyak diskusi digelar membincangkan tentang budaya, sejarah, tentang seni-seni tradisi dan sastra. Tak ketinggalan pameran lukisan dan kriya.

Ada pemutaran film yang digelar komunitas pecinta film, ada diskusi puisi oleh komunitas sastra, juga ada program berupa kelas belajar bareng Aksara Jawa Kuno. Setidaknya 4 hingga 12 kegiatan komunitas setiap bulan digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Satriagama Rakantaseta Pendiri dan Pengelola Rumah Budaya Sidoarjo memastikan bahwa tempat yang dia kelola sengaja dijadikan wadah kegiatan bagi komunitas apapun dan dari manapun.

"Kami sangat terbuka. Komunitas manapun bisa menggunakan tempat ini. Bisa DM ke akun Instagram Rumah Budaya, atau bisa chat ke WA saya," kata pria asli Jogja yang akrab disapa Seta itu kepada detikJatim, Rabu (9/8/2023).

ADVERTISEMENT
Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.Kelas Sinau Aksara di Rumah Budaya Sidoarjo. (Foto: Istimewa/dok. Rumah Budaya Sidoarjo)

Seta menyebutkan bahwa Rumah Budaya Sidoarjo sendiri memiliki sejumlah visi dan misi yang telah mengejawantah menjadi sejumlah program. Salah satunya adalah Kelas Sinau Aksara Jawa Kuna yang saat ini segera digelar sesi kedua.

"Ya, tujuannya untuk melestarikan aksara Jawa kuno. Karena aksara itu akan punah kalau nggak ada penggunanya. Pengajarnya jebolan Unair Andri Setyo Nugroho dan Aditya Sukma Caesar, Anggota Komunitas Sidoarjo Masa Kuno," ujarnya.

Seta yang pernah terlibat dalam penyelenggaraan Art Jog sejak 2005-2015 dan sempat menjadi Executive Director itu memiliki visi untuk Rumah Budaya Sidoarjo. Dia berharap masyarakat, khususnya masyarakat Sidoarjo, menjadi lebih paham apa itu budaya dan apa itu tradisi dari tempat yang dia kelola.

"Karena budaya itu sangat luas. Nah, ini pola pikir kita yang menganggap budaya itu sama dengan tradisi. Padahal enggak. Teknologi kereta api itu termasuk budaya. Jadi budaya itu nggak melulu tradisi yang kadang diidentikkan dengan klenik," ujarnya.

Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo. (Foto: Istimewa/dok. Rumah Budaya Sidoarjo)

Seta mengatakan bahwa upaya mengenal budaya dan tradisi itu sebenarnya dia tujukan agar masyarakat Sidoarjo mampu melakukan banyak inovasi. Bukan dengan meniru budaya asing, tapi dengan mengenali kekuatan masyarakat itu sendiri.

"Masyarakat Sidoarjo ini sebenarnya nggak banyak yang sadar pola pikirnya feodal. Feodal itu cirinya, nggak berani ngomong, merasa rendah diri, jadi warga kelas dua lah. Itu yang akan aku soroti di Hari Kemerdekaan ini. Merdeka sesungguhnya bagi masyarakat Sidoarjo adalah kemerdekaan dari pola pikir 'warga bayangan'," ujarnya.

Menemukan jati diri. Baca di halaman selanjutnya.

Menemukan Jati Diri di Rumah Budaya Sidoarjo

Rumah Budaya Sidoarjo sebagai tempat yang mewadahi beragam kegiatan komunitas, resmi berdiri 2020 lalu. Seta bersama rekannya, Iin, mendirikan Rumah Budaya itu sebagai tempat untuk bisa selalu bertukar pikiran dengan banyak orang yang memiliki minat di bidang kebudayaan.

Mereka pun lantas mengusung sejumlah misi yang mewujud dalam beberapa tema kegiatan di Rumah Budaya. Mulai dari tema-tema lokal, tema regional, tema nasional, bahkan tema internasional.

Salah satu topik diskusi berkaitan tema lokal yang terus digulirkan di Rumah Budaya Sidoarjo adalah sejarah Sidoarjo yang pernah menjadi pusat pemerintahan Kadipaten Surabaya.

"Siapa yang menyangka? Kami menemukan sejumlah hal yang membuktikan Kadipaten di Surabaya dulu pusatnya di Sidokare. Ada catatan VOC tahun 1600-an yang menyebutkan itu. Selain itu tentang cerita kematian Sultan Trenggono di sana," ujarnya.

Bukti yang dia maksud adalah kronik V.O.C. terbitan 1646 di mana Wijbrands van Warwijck pada 25 November 1603 memerintahkan anak buahnya menemui Pangeran Surabaya yang bertakhta di Sedeccari (Sidokare).

Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.Pemutaran film di Rumah Budaya Sidoarjo. (Foto: Istimewa/dok. Rumah Budaya Sidoarjo)

Selain itu, bukti lain yang turut dibahas dalam berbagai diskusi di Rumah Budaya Sidoarjo adalah tulisan terbitan Hindia Belanda tahun 1934 yang mengisahkan bahwa Sultan Trenggana dari Kerajaan Demak ditusuk hingga tewas oleh seorang anak kecil pada 1546 di Sidokare.

Anak kecil itu diduga merupakan putera dari Pangeran Surabaya. Penusukan itu dilakukan ketika sang Sultan sedang berunding untuk melakukan penyerbuan ke Panarukan.

"Nah, bagaimana kalau memang benar ternyata tahun 1600-an itu pusat pemerintahan Kadipaten Surabaya ada di Sidoarjo. Kami terus membahas ini dalam berbagai diskusi," ujarnya.

Dialog untuk mengonstruksi sejarah awal mula Sidoarjo itulah yang menjadi salah satu bahan untuk menumbuhkan kesadaran tentang jati diri masyarakat Sidoarjo. Bahwa Sidoarjo bukan hanya merupakan bagian kecil dari Kota Surabaya saja.

Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo.Beragam kegiatan komunitas digelar di Rumah Budaya Sidoarjo. (Foto: Istimewa/dok. Rumah Budaya Sidoarjo)

"itu untuk yang lokal. Kalau untuk regional kami bahas kesamaan budaya misalnya kenapa ada kuliner tahu campur di Lamongan tapi juga ditemukan di Sidoarjo dan Surabaya. Makanannya serupa, seni budayanya mirip, apa karena dulu memang jadi satu?" Katanya.

Rumah Budaya Sidoarjo bekerja sama dengan banyak komunitas dan lembaga, termasuk sejumlah kampus di Surabaya, Sidoarjo, Malang, hingga Jogja. Selain itu, Rumah Budaya Sidoarjo juga kerap bekerja sama dengan sejumlah lembaga kebudayaan internasional.

Halaman 2 dari 2
(dpe/dte)


Hide Ads