Taat Pribadi atau yang lebih dikenal Dimas Kanjeng Taat Pribadi ternyata sudah bebas bersyarat sejak April 2025. Kehadiran kembali pria yang pernah dikenal sebagai dukun pengganda uang di padepokan yang dia pimpin, membuat para pengikutnya semakin bersemangat.
Salah satu pengurus Padepokan Dimas Kanjeng bernama Bambang mengatakan bahwa kembalinya sang guru bukan cuma memunculkan semangat baru bagi santri tetapi kini bisa dirasakan masyarakat sekitar. Padepokan Dimas Kanjeng menjadi lebih terbuka dan lebih banyak melakukan kegiatan sosial.
"Kami membantu warga yang sakit termasuk kalau butuh biayanya, lalu memperbaiki jalan rusak, hingga menghidupkan ekonomi lokal melalui aktivitas santri di pasar dan warung makan sekitar. Kalau ada warga butuh bantuan kami usahakan bantu," kata Bambang, Minggu (25/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kehadiran Dimas Kanjeng kali ini dia klaim tidak lagi menjadi pusat kontroversi. Justru, hubungan antara penghuni padepokan dengan warga berjalan semakin harmonis, saling menghormati, dan saling mengisi.
"Warga setempat tetap menjalani aktivitas seperti biasa tanpa gangguan yang berarti," kata Bambang.
Dia juga sebutkan bahwa aktivitas keagamaan di padepokan yang didirikan Dimas Kanjeng kini juga dipenuhi lantunan ayat-ayat suci Al-Qur'an oleh anak-anak, juga istigasah yang lebih sering digelar.
"Kegiatan mengaji itu memang sudah ada meski beliau tidak ada, namun setelah beliau resmi kembali ke padepokan membuat suasana jauh lebih hidup," kata Bambang.
Dimas Kanjeng Taat Pribadi ditangkap 22 September 2016 atas kasus penipuan dukun pengganda uang yang berujung pembunuhan 2 pengikutnya. Dimas Kanjeng terbukti mendalangi pembunuhan 2 pengikutnya, yakni Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Keduanya dibunuh karena membongkar aib padepokan.
"Korban sering menjelek-jelekan pemimpin Dimas Kanjeng di luar padepokan dengan menyebutkan uang Taat Pribadi itu banyak, tapi tidak diberikan kepada orang yang meminjamkan uang itu untuk digandakannya. Kalau uangnya ada, kenapa tidak diberikan saja? Begitu kata korban kepada orang lain," jelas Kasubdit Jatanras Diteskrimum Polda Jatim saat itu, AKBP Taufik Herdiansyah.
Sebanyak 9 orang pelaku pembunuhan itu telah diperintah Dimas Kanjeng itu adalah anggota Tim Pelindung yang menjadi orang-orang kepercayaan Dimas Kanjeng dan mendapat bayaran total Rp 320 juta untuk melaksanakan pembunuhan itu. Masing-masing pelaku menerima Rp 30-40 juta.
Penangkapan Dimas Kanjeng tercatat terjadi di era Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji. Dalam pengakuannya, Anton mengakui memang kesulitan untuk menangkap Dimas Kanjeng. Sebab risiko bentrok dengan pengikutnya dan timbulnya korban sangat mungkin terjadi.
Untuk menangkap Dimas Kanjeng, Anton menyebut dirinya sampai melancarkan operasi senyap. Operasi ini bahkan telah disusun detail selama 2 bulan sebelum eksekusi. Tujuannya agar menghindari jatuhnya korban dari kedua belah pihak.
"Kami hindari adanya korban, prosedur kami lakukan dan tentunya harus hati-hati," kata Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji saat itu.
Operasi senyap ini digelar Kamis dini hari 22 September 2016 di padepokan yang berada di RT 22, RW 08, Dusun Sumber Cengkelek, Desa Wangkal, Kecamatan Gading, Kabupaten Probolinggo. Operasi senyap itu melibatkan 1.200 personel polisi termasuk satuan Brimob.
Proses penangkapan ini tetap saja mendapat perlawanan dari pengikut setia Dimas Kanjeng. Setelah tahu Dimas Kanjeng ditangkap di luar padepokan, para pengikut setianya mencoba melawan dengan melempari polisi dengan batu. Beruntung dalam bentrokan itu tidak ada korban jiwa.
Usai ditangkap dan melalui berbagai drama serta prosedur hukum, Dimas Kanjeng disidang. Dia menjadi terdakwa sejumlah perkara yakni pembunuhan dan serangkaian kasus penipuan. Hingga 1 Agustus 2017, Dimas Kanjeng divonis 18 tahun penjara terkait kasus pembunuhan.
Dia juga dijerat penipuan. Vonis 2 tahun bui dijatuhkan kepadanya karena melakukan penipuan dan merugikan korban Rp 800 juta. Vonis ini bertambah menjadi 3 tahun penjara di tingkat banding yang dikuatkan di tingkat kasasi. Sehingga total hukuman Dimas Kanjeng selama 21 tahun penjara.
(dpe/hil)