Kejaksaan Agung (Kejagung) mengungkapkan adanya teori kesengajaan dalam perkara pembunuhan Dini Sera Afrianti dengan terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Teori itu berkaitan dengan susunan pasal berlapis yang menjerat anak mantan anggota DPR RI Fraksi PKB Edward Tannur itu.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar menjelaskan tentang pasal berlapis yang disusun dalam dakwaan jaksa terhadap Ronald Tannur. Menurutnya, jaksa tidak hanya mendakwa Ronald dengan pasal 338 KUHP atau pasal pembunuhan.
"Jadi begini, kalau kita lihat pasal dakwaan jaksa disusun berlapis. Ada pasal 338, kemudian pasal 351 ayat 3 tentang penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang, ada pasal 359 karena kelalaiannya mengakibatkan matinya orang, ada pasal 351 ayat 1 itu penganiayaan biasa," kata Harli dilansir dari detikNews.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun heran dengan putusan hakim yang membebaskan Ronald dari seluruh dakwaan jaksa. Ia menilai vonis hakim itu janggal, apalagi hasil visum menunjukkan adanya luka robek majemuk yang menjadi penyebab kematian korban.
"Ini nyata dipukul orang. Ada luka memar di tangan, bukan hanya di hati. Kalau kita mau berdebat soal misalnya CCTV yakin apa nggak yakin, tapi nggak (berakhir) bebas. Ya minimal (pasal) 359 karena kelalaiannya," ujar Harli.
Ia lantas menjelaskan teori kesengajaan yang dipakai untuk menyusun menyematkan pasal 338 KUHP di kasus Ronald Tannur. Dalam hukum pidana kesengajaan memiliki tiga unsur, yakni kesengajaan sebagai maksud atau opzet als oogmerk, kesengajaan dengan sadar kepastian atau opzeet met zekerheidsbewutstzijn, dan kesengajaan dengan sadar kemungkinan atau dolus evantualis.
Dia menegaskan, perkara dengan terdakwa Ronald tersebut telah terpenuhi unsur dolus evantualis atau kesengajaan dengan sadar kemungkinan. Unsur itu juga sudah diperkuat dengan hasil visum dan autopsi terhadap Dini.
"Dolus evantualis itu artinya dalam konteks ini berlaku dengan memukul dengan emosinya lalu dia melindas, lalu visum membuktikan. Bahwa itu kalaupun akibat tidak dikehendakinya, tapi dia harus tanggung jawab. Itu namanya dolus evantualis, hanya mereka berdua. Hakim sepakat tidak ada saksi, hanya mereka berdua," terang Harli.
Karena itulah Kejagung menilai hakim mendasarkan putusan terhadap terdakwa Ronald Tannur pada pemikirannya sendiri, bukan pada fakta yang tersaji dalam persidangan.
"Karena hakim hanya mengambil pertimbangan yang didasarkan dari pemikirannya saja bukan fakta persidangan. Seharusnya kalau kita mengacu pada pasal 183 (KUHP) bahwa artinya di situ seseorang bisa dihukum apabila ada dua alat bukti yang membuat hakim menjadi yakin bahwa ada peristiwa pidana dan ada pelakunya," terang Harli.
"Artinya apabila kita mengacu ke (pasal) 183 walau pembuktian negatif hakim sangat terikat dengan bukti-bukti yang ada di persidangan. Jadi, jangan dibalik bahwa berapa alat bukti yang diperoleh karena keyakinannya mendominasi, itu nggak boleh. Jadi seharusnya keyakinan hakim dibangun dari alat bukti yang diperoleh dari persidangan," sambungnya.
Bukan hanya tentang teori kesengajaan, Kejagung juga menyinggung perihal luka robek majemuk hasil autopsi terhadap korban yang seolah diabaikan dalam pertimbangan hakim menilai penyebab kematian korban.
"Kalau kita melihat visum et repertum di sana disebutkan kematian korban itu luka robek majemuk. Nah, luka robek majemuk itu apa artinya? Luka robek majemuk itu lebih disebabkan karena benda tumpul," kata Harli.
Harli mengatakan luka robek majemuk itu menandakan banyak luka yang diderita almarhumah Dini. Kejagung menilai hasil visum luka robek majemuk itu menandakan adanya penganiayaan yang dilakukan Ronald kepada korban.
"Artinya kalau hakim betul dengan sungguh-sungguh mempertimbangkan, kalau namanya luka robek majemuk kan ada penganiayaan, ada pemukulan. Dan, terdakwa dalam keterangannya dia mengaku melakukan sendirian. Jadi apa ragunya?," ujar Harli.
Menurut Harli, luka robek majemuk itu menunjukkan adanya pukulan yang diterima Dini. Kejagung pun heran atas pertimbangan hakim yang menyebut korban meninggal akibat faktor cairan alkohol.
"Kalau luka robek itu berarti ada pukulan. Kalau katanya karena cairan alkohol, apakah cairan bisa menyebabkan luka robek? Kalau cairan itu yang bisa mengakibatkan terbakar, bukan luka robek," terang Harli.
Sebelumnya, Hakim Erintuah Damanik Cs menyatakan bahwa dakwaan pembunuhan, penganiayaan menyebabkan orang tewas, dan kealpaan menyebabkan orang lain mati yang didakwakan jaksa tidak terbukti.
Atas tiga pertimbangan itu, hakim PN Surabaya membebaskan Ronald dari segala dakwaan hingga memicu protes keras dari keluarga Dini dan banyak kalangan, serta jaksa merespons putusan itu dengan mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung.
Artikel ini sudah tayang di detikNews. Simak selengkapnya di sini.
(irb/fat)