Kota Bondowoso digegerkan penemuan korban pembunuhan satu keluarga di Jalan Diponegoro pada Kamis 14 Juli 2004. Tiga orang terdiri dari suami, istri, dan anak ditemukan tewas bersimbah darah.
Pembunuhan ini pertama kali diketahui oleh Siti Juleha. Pagi itu, Juleha hendak membeli sabun di rumah keluarga Suwarjo (68) yang selama ini membuka toko kelontong.
Namun baru saja Juleha masuk dapur, ia menemukan Wiwik (60), istri Suwarjo terkapar bersimbah darah. Juleha lari keluar berteriak histeris meminta tolong warga yang langsung berdatangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak hanya Wiwik, Dodik (28), anak bungsunya juga ditemukan tewas di depan kamarnya. Sedangkan Suwarjo ditemukan tewas di kantor sekretariat DPC PDI Perjuangan yang persis berada di sebelah rumahnya.
Polisi yang mendapat laporan langsung mendatangi lokasi dan melakukan olah TKP. Sedangkan ketiga jenazah selanjutnya dievakuasi ke RSUD dr Koesnadi. Dari hasil olah TKP, tak ada barang berharga milik keluarga Suwarjo yang dinyatakan hilang.
Spekulasi motif pembunuhan karena dendam politik pun menyeruak. Pasalnya, Suwarjo merupakan kader dan calon legislatif (caleg) nomor urut 1 yang diusung PDI Perjuangan.
Kasus pembunuhan tersebut sempat jadi sorotan nasional saat itu. Karena pembunuhan terjadi pada momen menjelang Pilpres 2004.
Namun, polisi enggan berspekulasi terkait dendam politik sebagai motif pembunuhan sadis itu. Sebab selama pelaku belum tertangkap maka kasus dianggap sebagai murni pembunuhan.
Tabir pembunuhan mulai terungkap saat polisi menemukan jaket dengan noda bercak darah. Jaket ini ditemukan di Jembatan Koncer yang berjarak sekitar 5 kilometer dari TKP.
Belakangan diketahui jaket teridentifikasi milik Sucipto. Ia merupakan Wakil Bendahara PDIP Bondowoso, kala itu. Sucipto selanjutnya diamankan dan diperiksa terkait jaketnya yang ditemukan.
Dalam keterangannya, Sucipto menyangkal bahwa jaket yang ditemukan miliknya. Namun setelah disodorkan, ia akhirnya mengakui namun masih sempat berdalih bahwa jaket tersebut telah diberikan ke orang lain sekitar 4 bulan sebelumnya.
Polisi tak begitu saja percaya dengan keterangan Sucipto. Pihak yang disebut diberi jaket pun turut diperiksa dan mengaku tak pernah menerima pemberian Sucipto. Polisi selanjutnya menetapkan Sucipto sebagai tersangka.
"Penetapan tersangka didasarkan keterangan dua saksi atas jaket dan baju lengan panjang lurik-lurik sebagai milik tersangka. Kedua barang bukti yang ada bercak darahnya itu akhirnya diakui tersangka sebagai miliknya. Cukup lama juga dia mengakui hal tersebut," kata Kapolwil Besuki saat itu Kombes Winarso.
Dari keterangan Sucipto, polisi kemudian turut mengamankan dan menahan tiga orang lainnya. Mereka adalah Abdul Fatah pengurus PDIP Kecamatan Grujukan, serta dua bersaudara Erfan Yudi Cahyono dan Syaiful Bachri.
Dari penangkapan keempat tersangka ini. Titik terang pembunuhan Suwarjo dan keluarganya dilatarbelakangi dendam politik. Polisi lalu menyebut Abdul Fatah adalah otak pembunuhan bermotif sakit hati dengan Suwarjo.
Fatah sakit hati dengan Suwarjo yang terpilih menempati urutan pertama daftar caleg mewakili PDIP sebagai calon legislatif (caleg) Daerah Pemilihan (Dapil) IV di DPRD Bondowoso. Seperti diketahui nomor urut pertama merupakan caleg jadi yang dipastikan lolos ke DPRD.
Fatah tak terima, sebab pada pemilu sebelumnya, ia berhasil meraup suara lebih banyak dari Suwarjo maupun calon lainnya dari PDIP, namun hanya ditempatkan pada nomor urut 2 yang belum tentu lolos.
Agar bisa menempati nomor urut pertama, Fatah kemudian merencanakan untuk membunuh Suwarjo. Fatah selanjutnya mengajak Sucipto, Erfan dan Syaiful dengan mengiming-imingi uang Rp 500 ribu per bulan jika menjabat anggota dewan menggantikan Suwarjo.
Rencana pembunuhan kemudian dilaksanakan pada Kamis, 14 Juli 2004 dini hari. Saat itu Sucipto lebih dulu mendatangi Suwarjo di rumahnya. Keduanya sempat terlibat pembicaraan di teras rumah.
Sucipto lalu mengajak Suwarjo ke kantor sekretariat. Di sana, kepala Suwarjo dipukul dengan kayu dengan membabi buta. Untuk memastikan telah tewas, leher Suwarjo lalu dijerat Sucipto dengan kabel antena.
Sucipto kemudian melanjutkan dengan membunuh Wiwik. Kali ini Sucipto bersama Syaiful memukuli Wiwik dengan kayu hingga tewas. Sedangkan Dodik diketahui tewas dibunuh Fatah dan Erfan dengan celurit.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, keempatnya kemudian dijerat dengan Pasal 340 KUHP. Selanjutnya, mereka jadi pesakitan di Pengadilan Negeri Bondowoso dengan berkas terpisah. Proses persidangan hampir selalu dipenuhi pendukung dan keluarga dari keempat terdakwa. Tak jarang sidang diwarnai kericuhan.
Senin, 4 April 2005 majelis hakim PN Bondowoso kemudian menjatuhkan pidana penjara Sucipto dengan vonis 20 tahun. Sedangkan Syaiful Bachri divonis 15 tahun penjara. Putusan dilanjutkan keesokan harinya terhadap Erfan Yudi Cahyono yang diganjar 20 tahun pidana penjara.
Sedangkan Abdul Fatah yang menjadi otak pembunuhan dijatuhi vonis seumur hidup. Vonis terhadap Fatah ini sama dengan tuntutan jaksa sebelumnya. Keempat terdakwa pun kini telah menghirup udara bebas, termasuk Fatah yang dikabarkan mendapat grasi.
Crime Story merupakan rubrik khusus yang mengulas kisah kriminal yang pernah terjadi di Jatim. Crime Story tayang setiap Senin dan Jumat.