Dua perwira Polres Malang terdakwa Tragedi Kanjuruhan divonis bebas. Mereka adalah Wahyu Setyo Pranoto eks Kabag Ops Polres Malang dan Bambang Sidik Achmadi eks Kasat Samapta Polres Malang.
Terdakwa Kanjuruhan Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas. Terdakwa merupakan Kabag Ops Polres Malang saat pecah Tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober 2022.
"Menyatakan terdakwa Wahyu Setyo Pranoto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketuga JPU," kata ketua majelis hakim PN Surabaya Abu Achmad Sidqi Amsya saat membacakan amar putusan, Kamis (16/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Memerintahkan agar terdakwa dibebaskan dari tahanan segera setelah putusan ini diucapkan," imbuh hakim.
Putusan bebas ini sama dengan putusan Kasat Samapta Polres Malang AKP Bambang Sidik Achmadi. Padahal sebelumnya mereka dituntut jaksa masing-masing 3 tahun pidana penjara. Hakim memerintahkan membebaskan AKP Bambang dari tahanan. Hakim menilai terdakwa terbebas dari dakwaan ke-1 dan 2 dari jaksa.
"Menyatakan terdakwa Bambang Sidiq Ahmadi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah sebagaimana dalam dakwaan pertama, kedua, dan ketiga JPU," kata Ketua Majelis Hakim PN Surabaya Abu Achmad Sidqi Amsya saat membacakan amar putusan.
Sementara eks Danki Brimob Polda Jatim AKP Hasdarman diputus bersalah. Hasdarmawan divonis hukuman 1 tahun 6 bulan pidana penjara. Terdakwa melanggar Pasal 359 KUHP yang menyebabkan mati atau luka-luka karena kealpaan.
Hasdarmawan tampak memakai kemeja putih dan celana hitam menyimak amar putusan yang dibacakan ketua majelis hakim Abu Achmad Sidqi Amsya.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasdarmawan dengan pidana 1 tahun 6 bulan pidana penjara," kata Abu Achmad Sidqi Amsya saat membacakan amar putusan.
Keluarga korban Tragedi Kanjuruhan buka suara terkait vonis yang dijatuhkan kepada para terdakwa. Vonis yang diberikan majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dinilai tak memenuhi rasa keadilan.
"Menurut saya benar-benar gak adil. Saya sudah tidak bisa berkata apa-apa lagi. Sangat kecewa saya dengan hasil dari persidangan itu," kata Andik Kurniawan, salah satu keluarga Kanjuruhan kepada detikJatim.
Andi pun menegaskan vonis yang diberikan hakim tidak sepadan dengan nyawa adiknya Mita Maulidia (26) yang hilang. Menurutnya hukuman kepada terdakwa harus setimpal apalagi jumlah korban yang meninggal mencapai 135 jiwa.
"Harapan keluarga korban itu berharap bagaimana caranya dihukum semaksimal mungkin. Tapi bagaimana lagi hasilnya bikin saya tidak bisa berkata-kata lagi," tandas Andik.
Aremania buka suara terkait vonis tersebut. Menurut mereka, vonis tersebut sesuai dengan prediksi bahwa tak akan ada keadilan dari sidang yang digelar. Aremania lalu menyebut sidang yang digelar sebagai dagelan semata.
![]() |
"Sidangnya lucu sekali. Kami sendiri sudah memprediksi sidang di Surabaya tidak akan mendapatkan hasil terbaik bagi keadilan daripada korban," kata koordinator Tim Gabungan Aremania (TGA) Dyan Berdinari.
Dyan mengaku heran dengan putusan hakim yang membebaskan dua terdakwa. Padahal dalam persidangan terdakwa telah mengakui telah memerintahkan menembakkan dan mengetahui ada gas air mata. Sebab dari gas air mata tersebut merupakan pemicu suporter saling berdesakan berebut pintu keluar sehingga banyak jatuh ratusan korban.
"Terbukti dalam sidang itu dua tersangka ini mengakui telah memerintahkan dan tahu ada gas air mata karena mereka menembak. Tapi kok malah tuntutan aja 3 tahun tapi divonis 1,5 tahun, terus Kasat Samaptanya bebas," kata pria yang akrab disapa Dyan Koclok itu.
"Sementara tersangka dari sipil (Suko dan Abdul Haris) yang menyediakan tempat sesuai aturan PSSI melalui LIB itu kenak hukuman 1,6 tahun dan 1 tahun. Lah polisi yang membuat kegaduhan hingga mengakibatkan ratusan korban meninggal dan luka kok malah mek (cuma) 1,5 tahun dan bebas lah piye (lah gimana)," sambungnya.