Tuntas sudah sidang putusan tiga terdakwa Tragedi Kanjuruhan dari kepolisian. Hasilnya dua terdakwa Bambang Sidik Achmadi dan Wahyu Setyo Pranoto divonis bebas dan sedangkan Hasdarmawan divonis 1 tahun 6 bulan.
Aremania buka suara terkait vonis tersebut. Menurut mereka, vonis tersebut sesuai dengan prediksi bahwa tak akan ada keadilan dari sidang yang digelar. Aremania lalu menyebut sidang yang digelar sebagai dagelan semata.
"Sidangnya lucu sekali. Kami sendiri sudah memprediksi sidang di Surabaya tidak akan mendapatkan hasil terbaik bagi keadilan daripada korban," kata koordinator Tim Gabungan Aremania (TGA) Dyan Berdinari, kamis (16/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dyan mengaku heran dengan putusan hakim yang membebaskan dua terdakwa. Padahal dalam persidangan terdakwa telah mengakui telah memerintahkan menembakkan dan mengetahui ada gas air mata.
Sebab dari gas air mata tersebut merupakan pemicu suporter saling berdesakan berebut pintu keluar sehingga banyak jatuh ratusan korban.
"Terbukti dalam sidang itu dua tersangka ini mengakui telah memerintahkan dan tahu ada gas air mata karena mereka menembak. Tapi kok malah tuntutan aja 3 tahun tapi divonis 1,5 tahun, terus Kasat Samaptanya bebas," kata pria yang akrab disapa Dyan Koclok itu.
"Sementara tersangka dari sipil (Suko dan Abdul Haris) yang menyediakan tempat sesuai aturan PSSI melalui LIB itu kenak hukuman 1,6 tahun dan 1 tahun. Lah polisi yang membuat kegaduhan hingga mengakibatkan ratusan korban meninggal dan luka kok malah mek (cuma) 1,5 tahun dan bebas lah piye (lah gimana)," sambungnya.
Selama ini Aremania sendiri memang cukup pesimis dengan berjalannya penanganan kasus melalui laporan model A tersebut. Pihaknya pun hanya mengikuti perkembangan informasi dari sidang tersebut.
"Kita sudah menebak sejak awal bakal tidak adil. Dan endingnya bakal seperti ini karena pasal yang dikenakan itu pasal kelalaian. Bagi kita sidang di Surabaya tidak ada apa-apanya," terangnya.
Dyan pun menyampaikan bahwa vonis tersebut tentu akan menyakiti perasaan dari para keluarga korban terutama yang meninggal. Sebab nyawa dari para korban hanya dinilai hukuman di bawah 2 tahun.
"Kemarin aja saat vonis Pak Suko sama Pak Abdul Haris itu keluar. Ada salah satu keluarga korban meninggal nangis-nangis tiada henti, lah ini yang melakukan sampai bebas kan bingung saya menyampaikannya," ungkapnya.
Pihaknya pun kini hanya bisa berharap pada Komnas HAM bisa kembali melakukan penyelidikan terkait pelanggaran HAM dalam kasus Tragedi Kanjuruhan. Dengan begitu laporan model B bisa terdorong untuk ditangani.
"Ada hampir 1 bulan perwakilan kami bertemu dengan pihak Komnas HAM. Mereka pun mengatakan bahwa akan turun ke lapangan lagi untuk melihat, tapi sampai sekarang juga belum turun sesuai perkataan mereka," tandasnya.
Seperti diketahui, sebanyak 135 orang meninggal dunia saat Tragedi Kanjuruhan. Kejadian ini terjadi seusai laga Arema FC kontra Persebaya yang berakhir 2-3 pada 1 Oktober 2022.
Aremania yang tak puas turun ke lapangan. Namun hal ini diikuti massa suporter lainnya dengan melakukan penyerangan yang dibalas polisi dengan menembakkan gas air mata.
Setelah Tragedi Kanjuruhan, enam orang kemudian ditetapkan menjadi tersangka. Lima di antaranya telah menjalani persidangan.
Sedangkan satu tersangka yakni Direktur PT LIB Ahmad Hadian Lukita belum menjalani sidang. Ini karena ia masih dalam proses pelengkapan berkas.
(abq/iwd)