Sejumlah perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil mendatangi PN Surabaya menjelang sidang putusan Tragedi Kanjuruhan. Mereka sampaikan tulisan tangan berisi permintaan kepada keluarga korban.
Koalisi Masyarakat Sipil terdiri dari LBH Malang dan Surabaya, KontraS, AJI, juga ICW. Mereka datang ke PN Surabaya untuk melakukan pendampingan terhadap keluarga korban Tragedi Kanjuruhan.
Terhadap hakim, mereka mendesak agar menjatuhkan vonis seadil-adilnya sesuai Pasal 359 KUHP Juncto Pasal 360 ayat (1) dan (2) KUHP kepada 3 terdakwa dari Polri, yakni AKP Hasdarmawan, Kompol Wahyu Setyo Pranoto, dan AKP Bambang Sidik Ahmadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pantauan detikJatim, Koalisi Masyarakat Sipil juga membawa tulisan tangan keluarga korban untuk majelis hakim. Agar para hakim ikut merasakan apa yang dirasakan keluarga korban soal kejanggalan dalam Tragedi Kanjuruhan.
Salah satu perwakilan LBH Pos Malang Haidar Leo mengatakan bahwa dakwaan yang dilayangkan JPU terhadap 3 terdakwa Tragedi Kanjuruhan itu dinilai terlalu ringan.
"Tindakan aparat kepolisian yang mengambil tindakan di luar tahapan sesuai perkap nomor 8 tahun 2009. Kepada yang terhormat ketua Majelis PN Surabaya yang menangani sidang dalam perkara ini untuk memberikan yang maksimal kepada 3 terdakwa dari kepolisian ini," kata Haidar di PN Surabaya, Selasa (14/3/2023).
Hal senada disampaikan Zhafir Galang dari LBH Pos Malang. Menurutnya, pihaknya tidak hanya mendesak agar memberikan putusan seadil-adilnya tapi juga keadilan ekonomi bagi keluarga korban.
"Hari ini, keluarga korban bukan hanya ingin tuntutan maksimal dan vonis seadil-adilnya, tapi juga bagaimana keadilan ekonomi bagi keluarga yang menjadi tulang punggung, entah itu anaknya, ayahnya, atau ibunya. Keluarga korban meminta tanggung jawab secara khusus dan tanggung jawab negara untuk hadir kebutuhan dan kelangsungan ekonomi keluarga korban," imbuhnya.
![]() |
Karenanya ia meminta kepada majelis hakim yang menangani perkara agar menjatuhkan restitusi. Baik terhadap para terdakwa, korban, dan keluarga korban dalam putusan perkara.
"Kurang lebih ada belasan sampai puluhan (tulisan dari keluarga korban) yang kami serahkan kepada PTSP untuk diserahkan ke majelis hakim yang membaca perkara," ujarnya.
Dalam tulisan itu, kata Zhafir, keluarga korban meminta putusan yang seadil-adilnya. Keluarga korban juga mengikuti sidang Kanjuruhan lewat beragam media dan banyak yang merasa kurang puas.
"Ditambah saksi yang kemarin dihadirkan juga kebenaran kurang melingkupi saksi dari keluarga korban. Kalau pun hadir, kebenaran materi kurang digali. Itulah yang menjadi kekecewaan keluarga korban yang disampaikan kepada kami," paparnya.
Ia lantas mempertanyakan tanggung jawab negara atas Tragedi Kanjuruhan. Begitu juga tanggung jawab para terdakwa terhadap kesejahteraan ekonomi keluarga 135 korban yang meninggal.
Tak hanya itu ia mendorong JPU melakukan banding pada putusan hakim terhadap terdakwa Abdul Haris dan Suko Sutrisno. Menurutnya, vonis 1 tahun dan 1 tahun 6 bulan itu sangat jauh dari yang didakwakan.
"Itu saja sudah ada pemotongan yang sangat tinggi dari 6 tahun ke 1 tahun. Kami mendesak JPU seyogyanya melakukan banding atas perkara ini. Fakta persidangan juga diungkapkan bahwa Panpel dan SO itu bertanggung jawab karena tugasnya untuk mengamankan pertandingan di Kanjuruhan, tetapi nyatanya ada beberapa hal-hal yang dikesampingkan, sehingga terjadi hal-hal yang tidak diinginkan," ujarnya.
(dpe/fat)