Polisi berupaya bagaimana uang korban robot trading ATG dapat kembali. Tersangka Wahyu Kenzo pun diminta dapat memenuhi kewajibannya itu.
Kapolresta Malang Kota Kombes Pol Budi Hermanto menuturkan pihaknya juga tengah memikirkan bagaimana nasib para korban robot trading ATG, selain terus menjalankan proses hukum terhadap tersangka Wahyu Kenzo. Karena hal ini menyangkut rasa keadilan terhadap para korban.
"Kami juga memikirkan korban bagaimana untuk restitusi atau kompensasi kerugian yang perlu dipertanggungjawabkan oleh tersangka," kata Budi Hermanto kepada wartawan, Jumat (10/3/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini perlu dipikirkan. Selain proses hukum, ada kewajiban tersangka dan PH-nya (penasihat hukum) untuk keluarga segera menyelesaikan withdraw kepada para korban. Ini untuk azaz keadilan. Harus dikembalikan seutuhnya atau sebagian," imbuh Budi Hermanto.
Budi Hermanto mengaku sudah ada 745 orang yang mengadu melalui hotline korban robot trading ATG yang telah disediakan.
"Per hari ini, aduan melalui hoteline ada 745. Memang dari berbagai daerah. Kami koordinasi dengan Bareskrim dan Polri," akunya.
Sejauh ini, kata Budi Hermanto, penyidik telah mengindentifikasi sejumlah aset yang dimiliki Wahyu Kenzo. Salah satunya rumah di wilayah Pakis, Kabupaten Malang serta sebidang tanah di Kota Malang.
"Asetnya kita ketahui ada rumah salah satunya di wilayah Pakis, tanah di Kota Malang. Ini akan kami inventarisir dulu. Kami harus cek kalau aset ini milik pribadi atau sewa. Kalau sewa kan tidak bisa. Kalau aset pribadi, kami juga harus dalami melalui BPN atau notaris yang ada," ujarnya.
Sejauh ini, lanjut Budi Hermanto, penyidik mendapatkan dari Wahyu Kenzo bahwa jumlah kerugian para korban sebesar Rp 700 miliar sampai Rp 1 triliun.
Akan Tetap, menurut Budi Hermanto penyidik tidak bisa percaya begitu saja atas keterangan tersangka itu. Nantinya, penelusuran akan dilakukan berdasarkan data serta meminta keterangan bagian keuangan dari perusahaan ATD.
"Kalau menurut keterangan WK (Wahyu Kenzo) ada sekitar Rp 700 miliar sampai Rp 1 triliun, sebenarnya adalah kerugian dari korban yang harus dikembalikan. Kami masih lihat, kita tak boleh bicara di atas kertas, kami harus cari data, bagian keuangan akan kami mintai data," tuturnya.
"Kami juga harus minta data dari WK sendiri, manajemen ini siapa ada apa perannya. Kami juga undang ahli perbankan untuk mengetahui trading ini siapa jaringan jaringan yang ada," pungkasnya.
(mua/iwd)